“Ma,
kenapa kita nggak boleh makan daging?” Pertanyaan ini mungkin akan seringkali
terlontar dari mulut anak keluarga vegetarian. Kemudian, ibu mereka mungkin ada
yang menjawab,”Semua binantang adalah teman kita, mereka diciptakan untuk
membantu manusia. Contohnya saja, sapi membantu pak tani membajak sawah, kuda
membantu pak kusir menarik delman, cacing pintar menyuburkan tanah. Jadi kita
harus menyayangi mereka, tidak membunuh dan memakan mereka”. Itu adalah jawaban
sederhana yang dapat menjadikan anak sebagai vegetarian seperti orang tua
mereka. Tapi, alasan menjadi vegetarian tidak sesederhana itu, salah satunya
karena alasan agama. Selain
itu, mereka menganggap makanan vegetaris lebih banyak mengandung zat-zat
makanan (karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral) yang dapat mengurangi
resiko penyakit, lebih alami, memberikan stamina yang lebih tinggi, hemat dan
ekonomis serta memilki harapan hidup yang lebih lama. Mengenai harapan hidup, telah dilakukan penelitian
bahwa Orang
Hunza di daerah pegunungan Pakistan Utara makanan pokoknya adalah biji-bijian
dan sayur-mayur, dan kebanyakan mencapai umur diatas 100 tahun. Orang Otomi di
Mexiko dan orang pegunungan di Equador kebanyakan berumur panjang, karena
makanan sehari-hari mereka adalah biji-bijian, sayur mayur dan buah-buahan.
Berbagai latar belakang yang menjadikan seseorang
vegetarian menyebabkan adanya perbedaan tipe vegetarian berdasarkan jenis
makanannya. Ada vegetarian yang juga makan telur (ovo vegetarian). Sebaliknya
ada juga yang tidak makan telur, murni vegetarian, biasanya diebut vegan. Kedua
tipe vegetarian mempunyai resiko masing-masing untuk defisiensi akan makro
ataupun mikronutrien. Akan tetapi, vegen (vegetarian murni) mempunyai potensi
yang lebih besar untuk mengalami defisiensi makronutrien ataupun mikronutrien.
Salah
satu umber asam amino lengkap penting telur. Protein dalam produk telur lengkap,
yang berarti bahwa telur menyediakan semua asam amino esensial dalam
perbandingan yang tepat. Sebaliknya, sebagian protein tumbuhan tidak lengkap,
yang defisien akan satu atau lebih asam amino esensial. Jagung misalnya,
defisien akan asam amino lisin. Memang, seorang vegan dapat memperoleh semua asam
amino esensial dalam jumlah yang mencukupi dengan cara memakan kombinasi
makanan yang melengkapi satu sama lain. Buncis misalnya, menyediakan lisin yang
tidak terkandung dalam jagung; sementara buncis defisien akan metionin, asam
amino yang terdapat dalam jagung. Dengan demikian. Makanan yang terdiri atas
buncis dan jagung dapat menyediakan semua asam amino esensial (Campbell, 2005: 22). Akan
tetapi, permasalahnnya adalah kombinasi sayur-sayuran tersebut harus dikonsumsi
pada satu hari yang sama. Karena tubuh tidak dapat menyimpan asam amino, maka
defisiensi suatu asam amino esensial akan menghambat sintesis protein dan
membatasi pengguanaan asam amino esensial. Kenyataan tersebut menuntut seorang
vegan untuk benar-benar makan dengan kombinasi
sayur yang tepat. Berbeda dengan ovo vegetarian yang mempunyai opsi
telur sebagai sumber asam amino esensial lengkapnya sehingga kemungkinan
defisiensi asam amino esensialnya lebih kecil dari vegan.
Berdasarkan
penelitian, anak yang vegan (vegetarian murni) mempunyai pertumbuhan yang relatif
lambat meskipun badannya sehat. Sementara, anak yang ovo vegetarian mempunyai
pertumbuhan yang normal seperti halnya anak-anak non vegetarian pada umumnya
(Sabate, 2001: 776). Hal ini kemungkinan berkaitan dengan defisiensi protein
pada anak yang vegan. Dalam fenomena sehari-hari, anak memang seringkali tidak patuh dengan
makannya. Demikian pula dengan anak vegan yang tidak taat pada makannya. Akan
tetapi, ketidak patuhan anak yang vegan beresiko lebih besar pada diri anak
tersebut dibandingkan dengan anak ovo vegetarian ataupun non vegetarian.
Ketakpatuhan untuk makan semua makanan yang disajikan orang tua anak yang vegan
telah berpotensi besar menyebabkan anak tersebut defisiensi protein. Sementara,
protein sangat penting sebagai zat pembangun tubuh anak sehingga defisiensi
akan asam amino esensial tertentu yang pada akhirnya menyebabkan defisiensi
protein dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan.
Selain, beresiko defisien akan asam amino esensial, vegan
(vegetarian murni) juga beresiko defisien akan vitamin B12 yang sumber utamanya
dari daging, telur, dan produk susu. Defisiensi vitamin ini dapat
menyebabkan anemia dan kelainan sistem saraf. Hal itu, terkait dengan fungsi
vitami B12, yakni sebagai koenzim dalam metabolisme asam nukleat dan diperlukan
untuk maturasi sel-sel darah merah (Campbell, 2005:24). Akan tetapi ternyata,
setelah disurvey, tidak hanya vegan yang mengalami defisiensi B12, tapi juga
ovo vegetarian, bahkan orang yang
non-vegetarian meski persentasenya memang berbeda. Berikut data defisiensi
vitamin B12 vegan, ovo vegetarian (dalam penelitian ini lacto ovo vegetarian=
vegetarian yang mengonsumsi susu dan telur), juga orang yang non vegetarian.
(Herrmann,
et al., 2001: 1097)
*HME=high meat eaters, LME=low meat eaters,
LOV=lacto ovo vegetarian, vegans= pure vegetarian, HCY= homocysteine, MMA=
metilmalonic acid
Dari
tabel tersebut terlihat bahwa jumlah non-vegetarian yang mengalami defisiensi
vitamin B12, yang pengonsumsi tinggi daging 0%, dan pengonsumsi rendah daging
11%, smentara ovo vegetarian 6%, dan yang tertinggi pada vegan, yakni 14%. Data
tersebut menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap defisiensi vitamin
B12 tidak hanya status vegetarian atau bukan, ovo vegetarian atau vegan, tetapi
juga gaya hidup masing-masing individu. Akan tetapi, secara umum, dapat
disimpulkan bahwa vegan yang memang tak makan telur berpotensi lebih besar
untuk mengalami defisiensi vitamin B12 dibandingkan dengan ovo vegetarian yang
makan telur.
Pada vegetarian murni/vegan, resiko
defisien akan zat besi juga relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan
vegetarian yang makan telur/ ovo vegetarian. Besi (Fe) dapat didaptkan dari
telur, juga memang dapat didapatkan dari sayuran berdaun hijau seperti bayam.
Akan tetapi, Fe yang didapatkan dari sayuran diabsorbsi dengan jumlah yang
rendah jika dibandingkan dengan Fe yang didapatkan dari telur. Hal ini terkait, dengan waktu transit
makanan berserat seperti sayuran yang membutuhkan waktu lebih sedikit dari
makanan non serat seperti telur sehingga absorbsi besi dari sayur (bayam,
brokoli) sangat minim (Wijaya, 2007:3).
Tiap pilihan memang memiliki
keuntungan dan resiko masing-masing, demikian juga dengan pilihan sebagai
vegetarian, baik itu vegan ataupun ovo vegetarian. Dari beberapa penelitian,
memang resiko defisiensi nutrient pada vegan lebih besar jika dibandingkan
dengan pada ovo vegetarian. Akan tetapi, latar belakang yang kuat untuk
menentukan pilihan sebagai vegan pada sebagia orang (misalnya karena perintah
agama) menyebabkan para vegan tak memilih opsi sebagai ovo vegetarian. Walaupun
demikian, semua resiko kembali ke individu masing-masing. Baik vegan, ovo
vegetarian ataupun non vegetarian sekalipun akan sama-sama beresiko defisien
akan nutrien jika lifestyle, khususnya pola makan mereka tidak baik, begitu
juga sebaliknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar