Kamis, 13 Desember 2012

POSR Emergensi 4



Seorang pasien perempuan, berusia 25 tahun  dibawa ke UGD Puskesmas setelah mengalami perdarahan pervaginan setelah  persalinan di dukun 1 jam yang lalu. Hasil pemeriksaan fisik : pasien dalam keadaan pingsan, pucat, dan darah menetes dari pakaian yang dikenakan. Hasil pemeriksaan tanda vital : TD 80/60 mmHg, Nadi 120 kali/menit, sangat lemah, reguler, RR 30 kali/menit, suhu 36,5 C. hasil pemeriksaan inspekulo tampak ruptur perineum derajat 2. Setelah itu dilakukan pemeriksaan penunjang cito dan hasilnya Hb 8 mg/dl.

1.      Daftar masalah
a.       perdarahan pervaginan setelah  persalinan di dukun 1 jam yang lalu
b.      Hasil pemeriksaan tanda vital : TD 80/60 mmHg, Nadi 120 kali/menit, sangat lemah, reguler, RR 30 kali/menit, suhu 36,5 C
c.       Hasil pemeriksaan fisik : pasien dalam keadaan pingsan, pucat, dan darah menetes dari pakaian yang dikenakan
d.      Hasil pemeriksaan inspekulo tampak ruptur perineum derajat 2.
e.       Pemeriksaan penunjang cito dan hasilnya Hb 8 mg/dl.
2.      Diagnosis
Syok hipovolemik kelas III et causa HPP laserasi


Kelas I

Kelas II

Kelas III

Kelas IV

KehilanganDarah (ml)

Sampai 750

750-1500

1500-2000

>2000

Kehilangan Darah (% Volume Darah)

Sampai 15%

15%-30%

30%-40%

>40%

Denyut Nadi

<100

>100

>120

>140

Tekanan Darah

Normal

Normal

Menurun

Menurun

Tekanan nadi

Normal  /  Naik

Menurun

Menurun

Menurun

Frekuensi Pernafasan

14-20

20-30

30-40

>35

Produksi Urin (ml/jam)

>30

20-30

5-15

Tidak berarti

CNS/ Status Mental

Sedikit cemas

Agak cemas

Cemas, bingung

Bingung, lesu (lethargic)

Penggantian Cairan (Hukum3:l)

Kristaloid

Kristaloid

Kristaloid dan darah

Kristaloid dan darah



3.      Tujuan terapi
Mengatasi syok hipovolemik dengan
a.       Rehidrasi cairan
b.      Transfusi darah
4.      Golongan Obat Rasional
a.       Rehidrasi cairan
-          Cairan hipotonik
-          Cairan isotonik
-          Cairan hipertonik
Cairan yang dipilih adalah cairan isotonic (kristaloid) karena osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan  tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Pentalaksanaan syok hipovolemik kelas III juga merekomendasikan cairan penggantinya adalah kristaloid.
b.      Transfusi darah
-          Darah lengkap (whole blood)
-          Sel darah merah (packed red cell)
-          Sediaan trombosit
-          Transfuse faktor anti hemofilik (cryoprecipitate)
-          Transfuse plasma segar beku (fresh frozen plasma)
-          Transfusi plasma
Jenis transfusi yang dipilih adalah whole blood. Jenis transfuse ini diberikan pada pasien yang mengalami perdarahan akut. Pada orang dewasa diberikan bila kehilangan darah lebih dari 15-20 % volume darahnya. Jenis ini dapat mengganti seluruh komponen darah yang hilang selama perdarahan akut. Packed red cell lebih cocok diberikan pada kondisi anemia kronik yang disertai penyakit jantung, hati dan ginjal. Jenis ini hanya mengganti komponen darah berupa sel darah merah sehingga pada kasus perdarahan akut tidak digunakan. Sediaan trombosit digunakan pada keadaan trombositopenia. Fresh frozen plasma diberikan pada pasien yang mengalami defisit faktor pembekuan. Transfusi plasma diberikan pada pasien yang mengalami luka bakar.
5.      Obat yang dipilih
a.       Cairan isotonic (kristaloid)
-          Ringer laktat (RL)
-          NaCl 0,9%
Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua. Walaupun NaCl fisiologis merupakan cairan pengganti yang baik namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis hiperkhloremik. Namun perlu diperhatikan juga lama terjadinya syok. Asidosis metabolik yang berat dapat terjadi pada syok yang sudah lama, atau akibat syok berat Asidosis metabolik terjadi karena metabolisme anaerobik akibat perfusi jaringan yang kurang dan produksi asam laktat. Pemberian ringer laktat pada kondisi asidosis metabolik dapat memperparah keadaan sehingga pemberian cairan perlu diawasi.
6.      BSO dan Dosis
BSO          : injeksi intra vena, sediaan 500 ml
Dosis         : sebagai terapi awal di berikan 500 ml RL dalam 30 menit dengan cara di guyur

Senin, 26 November 2012

POSR Emergensi 3


Kasus Emergensi 3
Seorang pasien perempuan, berusia 35 tahun  dibawa ke UGD karena tiba-tiba pingsan di tengah pesta 15 menit yang lalu. Menurut keluarga yang mengantar pasien mengalami keracunan makanan. Pasien tidak mengalami mual dan muntah. Hasil pemeriksaan tanda vital : TD 70 mmHg/palpasi, Nadi 120 kali/menit, sangat lemah, reguler,  RR 30 kali/menit, suhu 35,5 C.

1.      Daftar Masalah
a.       Perempuan berusia 35 tahun tiba-tiba pingsan di tenagh pesta 15 menit yang lalu
b.      Menurut keluarga yang mengantar pasien mengalami keracunan makanan
c.       Hasil pemeriksaan tanda vital : TD 70 mmHg/palpasi, Nadi 120 kali/menit, sangat lemah, reguler,  RR 30 kali/menit, suhu 35,5 C.
2.      Diagnosis
Syok anafilaktik
3.      Tujuan terapi
a.       Mengatasi keadaan akut syok anafilaktik
b.      Mencegah reaksi anafilaktik berat
c.       Rehidrasi cairan dan berlangsung lama
4.      Golongan obat rasional
a.       Mengatasi keadaan akut syok anafilaktik
-          Golongan vasopressor
-          Golongan antihistamin
-          Golongan beta 2 agonis
-          Golongan metil xantin
-          Golongan kortikosteroid
Golongan obat yang digunakan adalah golongan vasopressor. Golongan ini memiliki efek farmakologi membuat pembuluh darah berkonstriksi karena pada syok anafilaktik, pembuluh darah mengalami dilatasi sehingga terjadi penurunan tekanan darah secara drastis. Konstriksi pembuluh darah diperlukan untuk meningkatkan tekanan darah untuk menjaga perfusi darah ke organ-oragn vital seperti jantung dan otak.

Golongan beta 2 agonis dan metil xantin dapat digunakan sebagai bronkodilator saluran nafas bawah yang mengalami obstruksi akibat reaksi anafilaktik. Golongan obat yang dipilih sebagai bronkodilator adalaah golongan metil xantin yang memiliki mekanisme kerja menghambat enzim fosfodiesterase dan menyebabkan dilatasi bronkus.

Golongan antihistamin dapat digunakan untuk meminimalisir efek dari sitokin hasil reaksi hipersensitivitas yaitu histamin. Obat ini juga dapat diberikan jika memungkinkan pada keadaan syok anafilaktik.
b.      Mencegah reaksi anafilaktif berat dan berlangsung lama
-          Golongan vasopressor
-          Golongan antihistamin
-          Golongan beta 2 agonis
-          Golongan metil xantin
-          Golongan kortikosteroid
Golongan yang dipilih adalah kortikosteroid. Reaksi anafilaktik erat kaitannya dengan proses inflamasi yang dinduksi oleh allergen, sehingga penggunaan kortikosteroid efektif untuk mengatasi hal ini. Kortikosteroid tidak bermanfaat pada reaksi anafilaktik akut, tetapi sangat bermanfaat untuk mencegah rekasi anafilaktik yang berat dan berlangsung lama (IPD FKUI).
c.       Rehidrasi cairan
1.      Hipotonik
2.      Isotonik
3.      Hipertonik
Cairan yang dipakai adalah cairan hipertonik. Cairan ini osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Pada reaksi anafilaktik terjadi perubahan permeabilitas vaskuler generalisata yang menyebabkan cairan merembes keluar pembuluh darah, sehingga cairan hipertonik cocok digunakan pada keadaan ini. Cairan isotonik dapat juga digunakan, namun penggunaannya harus hati hati dikarenakan dapat menyebabkan overload cairan jika tidak diawasi. Cairan isotonik lebih cocok digunakan pada keadaan hipovolemia.

5.      Obat yang dipilih
a.       Obat dari golongan Vasopressor
-          Efinefrin
-          Norefeniferin
-          Dopamin
-          Felinefrin
Obat yang dipilih dari golongan vasopressor adalah efinefrin. Berdasarkan penatalaksanaan syok anafilaktik, apabila diagnosis telah ditegakkan, pemberian efinefrin sebagai lini pertama tidak boleh ditunda. Efinefrin merupakan analog mediator kimiawi efinefrin di dalam tubuh yang bekerja sebagai neurotrasnmitter eksitasi pada neuron post sinaptik pada sistem saraf simpatis sehingga efeknya dapat menyebabkan konstriksi pada pembuluh darah, meningkatkan kerja jantung, dan dilatasi saluran nafas.

Obat dari golongan metil-xantin yang digunakan adalah aminofilin. Obat ini biasa digunakan pada status asmaticus pada pasien asma. Obat ini cocok digunakan pada reaksi anafilaktik yang menyebabkan obstruksi saluran nafas. Obat ini  bekerja menurunkan aktifitas sel limfosit yang menyebabkan inflamasi di saluran nafas sehingga edema pada laring dan bronkus dapat berkurang. Obat ini juga dapat bekerja langsung menyebabkan dilatasi dari saluran nafas sehingga mengurangi spasme bronkus yang disebabkan oleh reaksi anafilaktik.

Obat yang dipilih dari golongan anti histamin adalah ranitidin. Obat ini merupakan anti histamin 2 yang biasa digunakan pada syok anafilaktik. Obat ini mudah didapatkan dan tersedia dalam bentuk injeksi. Obat ini juga tidak memiliki efek samping terhadap jantung dan saluran nafas.

b.      Obat dari golongan kortikosteroid
-          Hidrokortison
-          Prednison
-          Prednisolon
-          Dexametason
-          Betamethason
-          Metil-prednisolon
Obat yang dipilih adalah hidrokortison karena memiliki sediaan intravena yang cocok digunakan pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran. Prednison dapat diberikan jika pasien sadar. Duration of action dari hidrokortison tergolong short action sehingga efek samping yang ditimbulkan kortikosteroid seperti edema dapat diminimalisir. Dexametason dan betametason tidak digunakan karena merupakan kortikosteroid dengan long action dan sediaannya dalam bentuk oral.
c.       Cairan hipertonik
-          Dextrose 5%
-          produk darah (darah)
-          albumin.
Cairan yang dipilih adalah dextrose 5%. Cairan ini bersifat hipertonik yang dapat mempertahankan cairan intravaskular dan menarik cairan ekstravaskular ke dalam intravaskular. Kandungan glukosanya dapat menjadi sumber energi untuk keadaan syok. Kadar gula darah pasien harus dilihat sebelum memberikan cairan ini.
6.      BSO dan Dosis
a.       Efinefrin
Efinefrin 1 : 1000 diberikan 0,01 ml/kgBB maksimal 0,3 ml subkutan dan dapat diulang setiap 15-20 menit sampai 3-4 kali. Dosis ini diberikan pada kondisi akut syok anafilaktik. Jika kondisi memburuk dapat diberikan 0,5 ml/kgBB injeksi intramuskular (IPD FKUI). Wanita usia 35 tahun memiliki berat badan sekitar 50 kg, sehingga dosis efinefrin pada pasien ini yaitu 0,5 ml injeksi subkutan.
b.      Aminofilin
Dosis aminofilin 5-6 mg/kgBB yang diencerkan dalam 20cc dextrose dan diberikan secara perlahan melalui injeksi intravena sekitar 15 menit (IPD FKUI)
c.       Hidrokortison
Hidrokortison diberikan melalui injeksi intravena dengan dosis 5 mg/kgBB. Diberikan setiap 6 jam (IPD FKUI). Dosis pada pasien ini dengan berat badan sekitar 50 kg adalah 250 mg injeksi intravena.
d.      Ranitidin
Bentuk sediaan yang digunakan adalah injeksi intravena. Dosis pemberian 50 mg IV dapat diberikan bersama dengan steroid.
e.       Cairan dextrose 5%