Selasa, 23 Oktober 2012

Unstable Angina


Emergency Care of Unstable Angina
A.    Kriteria Diagnosis Pada Saat Serangan
1.      Gejala
Didapatkan rasa tidak enak di dada yang tidak selalu sebagai rasa sakit, tetapi dapat pula sebagai rasa penuh di dada, tertekan, nyeri, tercekik atau rasa terbakar. Rasa tersebut dapat terjadi pada leher, tenggorokan, daerah antara tulang skapula, daerah rahang ataupun lengan. Sewaktu angina terjadi, penderita dapat sesak napas atau rasa lemah yang menghilang setelah angina hilang. Dapat pula terjadi palpitasi, berkeringat dingin, pusing ataupun hampir pingsan.
2.      Pemeriksaan fisik
Sewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat terdengar derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut jantung dapat menurun, menetap atau meningkat pada waktu serangan angina.
3.      EKG
EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat normal, stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda ergometer.
            Gambaran EKG penderita ATS dapat berupa depresi segmen ST, depresi segmen ST disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang ikatan His dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T. Perubahan EKG pada ATS bersifat sementara dan masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri ataupun sersamaan. Perubahan tersebut timbul di saat serangan angina dan kembali ke gambaran normal atau awal setelah keluhan angina hilang dalam waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atau terjadi evolusi gelombang Q, maka disebut sebagai IMA.
Tujuan dari stress test adalah :
s       Menilai sakit dada apakah berasal dari jantung atau tidak.
s       Menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh darah utama akan memberi hasil positif kuat.
4.      Enzim Jantung (LDH, CPK dan CK-MB)
Pada ATS kadar enzim LDH dan CPK dapat normal atau meningkat tetapi tidak melebihi nilai 50% di atas normal. CK-MB merupakan enzim yang paling sensitif untuk nekrosis otot miokard, tetapi dapat terjadi positif palsu, karena meningkat setelah 3 jam dan mencapai puncak dalam 10-24 jam, kembali normal dalam 2-4 hari. Hal ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan kadar enzim secara serial untuk menyingkirkan adanya IMA.
B.     Kriteria Diagnosis non-attack
1.      Pasien masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup berat dan sering 3 kali sehari
2.      Serangan makin berat, sebelumnya angina stabil
3.      Serangan juga terjadi pada waktu istirahat dengan durasi > 20 menit
C.     Tatalaksana
1.      Pengobatan medikal
Bertujuan untuk mencegah dan menghilangkan serangan angina. Ada 3 jenis obat yaitu :
1)      Golongan nitrat
Nitrogliserin merupakan obat pilihan utama pada serangan angina akut. Mekanisme kerjanya sebagai dilatasi vena perifer dan pembuluh darah koroner. Efeknya langsung terhadap relaksasi otot polos vaskuler. Nitrogliserin juga dapat meningkatkan toleransi exercise pada penderita angina sebelum terjadi hipoksia miokard. Bila di berikan sebelum exercise dapat mencegah serangan angina
2)      Calsium Antagonis
Dipakai pada pengobatan jangka panjang untuk mengurangi frekwensi serangan pada beberapa bentuk angina. Cara kerjanya :
s       Memperbaiki spasme koroner dengan menghambat tonus vasometer pembuluh darah arteri koroner (terutama pada angina Prinzmetal).
s       Dilatasi arteri koroner sehingga meningkatkan suplai darah ke miokard
s       Dilatasi arteri perifer sehingga mengurangi resistensi perifer dan menurunkan afterload.
s       Efek langsung terhadap jantung yaitu dengan mengurangi denyut, jantung dan kontraktilitis sehingga mengurangi kebutuhan O2.
3)      Beta Bloker
Cara kerjanya menghambat sistem adrenergenik terhadap miokard yang menyebabkan kronotropik dan inotropik positif, sehingga denyut jantung dan curah jantung dikurangi. Karena efeknya yang kadiorotektif, obat ini sering digunakan sebagai pilihan pertama untuk mencegah serangan angina pektoris pada sebagian besar penderita.
2.      Pembedahan
Prinsipnya bertujuan untuk :
s       memberi darah yang lebih banyak kepada otot jantung
s       memperbaiki obstruksi arteri koroner.
Ada 4 dasar jenis pembedahan :
1. Ventricular aneurysmectomy
Rekonstruksi terhadap kerusakan ventrikel kiri
2. Coronary arteriotomy
Memperbaiki langsung terhadap obstruksi arteri koroner
3. Internal thoracic mammary
Revaskularisasi terhadap miokard.
4. Coronary artery baypass grafting (CABG) :
Hasilnya cukup memuaskan dan aman yaitu 80%-90% dapat menyembuhkan angina dan mortabilitas hanya 1 % pada kasus tanpa kompilasi.
Metode terbaru lain di samping pembedahan adalah  Percutanecus transluminal coronary angioplasty (PTCA) dan Percutaneous ratational coronary angioplasty (PRCA).
Sumber : Anwar, BT, (2004). Angina Pektoris Tak Stabil, available from <http://www.ems.gov/pdf/811077a.pdf> . Accessed at : 2012, Oktober 23)
IPD jilid 2

POSR Mata 1


Kasus Mata 1
Seorang perempuan berusia 35 tahun datang ke puskemas dengan keluhan mata terasa nyeri, gatal, dan merasa ada benda asing. Dari hasil pemeriksaan didapatkan data kelopak mata dan sekitarnya odema, konjugtiva hiperemis dan ada sekret mukopurulen, kornea tampak hiperemis. Riwayat penyakit menunjukkan pasien pernah memiliki bayi yang mengeluarkan kotoran dari matanya 1 hari-2 minggu setelah dilahirkan, dan pasien memiliki riwayat penyakit menular seksual. Suhu tubuh pasien 39 derajat C dan tekanan darah 130/80 mmHg.
1.      Daftar Masalah
a.       Mata terasa nyeri, gatal, dan merasa ada benda asing
b.      Kelopak mata dan sekitarnya edema
c.       Konjuctiva hiperemis dan ada sekret mukopurelen
d.      Riwayat Penyakit menular seksual
e.       Suhu tubuh pasien 39 derajat C dan tekanan darah 130/80 mmHg

2.      Diagnosis Kerja
Konjuctivitis Gonorhea
Analisis:
Konjuctivitis gonorrhea merupakan penyakit pada mata yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Penyakit ini dapat terjadi dalam kondisi hiperakut yang ditandai dengan edema di sekitar kelopak mata dan sekret mukopurulaen yang profuse (banyak). Penyakit ini juga merupakan penyakit menular seksual. Pada pasien diatas, pasien memiliki riwayat penyakit menular seksual, jadi kemungkinannya dapat juga Gonorhea, walaupun tidak menutup kemungkinan Clamidia Trachoma. Pemeriksaan sekret akan membantu penegakan diagnosis dengan ditemukannya bakteri diplococcus pada pewarnaan metilen blue.

3.      Tujuan Terapi
a.       Mengeradikasi bakteri penyebab yaitu Neisseria Gonorrhea
b.      Mengurangi reaksi peradangan yang terjadi di mata

4.      Golongan Obat yang sesuai tujuan terapi
a.       Untuk mengeradikasi bakteri penyebab
         Nama
Efficacy (Kemanjuran)
Safety (Keamanan)
Suitability (Kecocokan)
Penisilin
Sifat: Bakterisidal (menghambat sintesis dinding sel).
Terutama pada bakteri gram positif (beberapa pada gram negatif,gonokokus)
Mekanisme: Menghindarkan sintesa lengkap dari polimer untuk membentuk jaringan peptidoglikan spesifik yang disebut murein. Bila sel tumbuh dan plasmanya bertambah atau menyerap air dengan jalan osmosis, maka dinding sel yang tak sempurna itu akan pecah dan bakteri musnah.
Beberapa obat, memiliki kemampuan tahan laktamase bagi bakteri penghasil beta-laktamase.
E.S : reaksi alergi karena hipersensitasi, urtikari bahkan reaksi anafilaksis yang fatal. Gangguan GIT (diare, mual, muntah) bahkan kolitis. Dosis sangat tinggi dapat menyebabkan nefrotoksis dan neurotoksis
Wanita hamil dan laktasi: semua dianggap aman, walaupun akan sedikit sekali yang masuk ke darah janin dan ASI.

Kontraindikasi:  pada pasien dengan riwayat alergi penisilin.
Indikasi: diberikan pada bakteri gram +, beberapa pada gram -, dan pseudomonas

80
80
80
Sefalosporin
Spektrum kerja luas, meliputi banyak kuman gram+, dan gram-, termasuk E.coli, Klebsiella, dan Proteus. Bersifat baktersidal dalam fase pertumbuhan kuman, dengan menghambat sintesis peptidoglikan yang diperlukan kuman. Kepekaannya terhadap beta-laktamase lebih rendah daripada penisilin.
Generasi I: aktif terhadap cocci gram+, tidak berdaya terhadap gonococci, H.influenzae, Bacteriodes, dan Pesudomonas, tidak tahan terhadap beta-laktamase.
Generasi II: lebih aktif terhadap gram-, termasuk gonococci, H.influenzae, Bacteriodes,serta kuman-kuman yang resisten dengan amoksisilin. Agak kuat terhadap beta-laktamase dan efek terhadap gram + (Streptokokus dan stafilokokus)sama
Generasi III: Lebih kuat terhadap gram-, lebih luas lagi terhadap Bacteriodes, dan Pesudomonas. Resistensi kuat terhadap beta-laktamase, namun khasiat terhadap gram+ lebih ringan. Tidak aktif terhadap Methicilin Resistant Staphylococcus Epidermis dan MRSA
Generasi IV: sangat resisten terhadap laktamase dan aktif sekali terhadap pesudomonas.
E.S: sama dengan penisilin, Alergi, namun lebih ringan, reaksi anafilaksis disertai  spasme bronkus dan urtikaria. Gangguan GIT (diare, mual, muntah). Jarang ada reaksi alergi, seperti rash dan urtikaria. Alergi silang dapat terjadi pada derivat penisilin. Nefrotoksisitas lebih sering pada generasi I, khususnya sefaloridin, dan sefalotin dosis tinggi. Beberapa obat bisa menimbulkan reaksi disulfiram bila digunakan bersamaan dengan alkohol, yaitu sefamandol dan sefoperazon.
Kehamilan dan Laktasi: mudah melintasi plasenta, tetapi kadarnya rendah dalam darah janin daripada darah ibunya.
Secara umum : untuk terapi septikemia, pneumonia, meningitis, infeksi saluran empedu, peritonitis dan infeksi saluran kemih. Generasi I: digunakan peroral pada ISK ringan dan pilihan kedua ada infeksi saluran pernapasan dan kuit yang tidak begitu serius, dan bila terdapat alergi untuk penisilin
Generasi II dan III: digunakan parenteral pada infeksi serius yang resisten terhadap amoksisilin dan generasi I, juga dikombinasi dengan aminoglikosida (gentamisisn, tobramisin) untuk memperluas dan memperkuat aktivitasnya. Profilaksis bedah jantung, usus, ginekologi, dan lainnya. Sefoksitin dan sefuroksim (gen.II) dipakai pada gonore.
Generasi III: Seftriakson dan sefotaksim sering dianggap sebagai obat pilihan pertama untuk gonore. Sefokstitin pada infeksi Bacteriodes fragilis.
Kontraindikasi : Pada neonates yang seftriason dapat menggeser bilirubin dari plasma albunin, jadi jangan pakai seftriason pada neonates yang hiperbilirubinemia (unconjugated), hipoalbuminemia, asidosis.

80
80
90
Aminoglikosida
Spektrum kerja luas, bersifat bakterisidal, banyak bacili gram-, antara lain E.coli, H.influenzae, Klebsiella, Proteus dan Enterbacter, Salmonrlla dan Shigella. Aktif juga mengatasi gonokokus, dan sejumlah gram + (Staphylococcus aureus/epiermis).
Aktivitas: baktersidal, dengan penetrasi dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Proses translasi (RNA dan DNA) diganggu, sehingga biosintesa protein diganggu.  Tidak hanya terjadi pada fase pertumbuhan kuman, namun juga termasuk saat kuman membelah diri.
Memiliki efek sisa setelah selesai penggunaan obat, efek antibiotisnya masih ada walaun kadarnya dalam darah, berangsur-angsur turun.
E.S :  yang digunakan secara parenteral dapat menyebabkan kerusakan pada organ pendegaran dan keseimbangan, akibat rusaknya saraf vestibulokoklearis (N.VIII) (Ototoksik).  Nefrotoksitas yang reversibel karena ditimbun dalam sel-sel tubuler ginjal. Jarang terjadi blokade neuromuskuler dengan kelemahan otot dan depresi pernafasan. Toksisitas di atas, bukan bergantung dosis, namun pada lamanya pemakaian obat dan jenisnya (Netilmisin efeknya lebih kurang untuk menimbulkan ototoksisitas). Sebaiknya ditakarkan 1-2x sehari. Pada penggunaan oral dapat terjadi nausea, muntah, diare, khususnya pada dosis tinggi.
Kehamilan dan laktasi: dapat melintasi plasenta, merusak ginjal dan tuli pada bayi. Tidak dianjurkan selama kehamilan. Sedikit mencapai ASI, bisa digunakan saat pemberian ASI.
Indikasi :kuman aerobic gram negative yang telah resisten terhadap antibiotic lain. Kontraindikasi : bila ada riwayat alergi pada aminoglikosida. Pada lansia dan gangguan ginjal , pada pasien miaestenia gravis.
Perhatian :  Sebaiknya tidak diberikan bersama-sama dg diuretic yang ototoksik (mis. Furosemide).

80
75
80
Tetrasiklin
Khasiat:bakteriostatik dan bakterisidal lemah bila diinjeksikan secara intravena.
Mekanisme kerjanya: berdasarkan sintesis protein kuman yang diganggu. Spektrum kerja luas dan meliputi banyak cocci gram+ dan gram-, serta kebanyakan basili, kecuali pseudomonas dan proteus. Aktif juga terhadap Chlamydia trachomatis, Rickettsiae, Spirochaeta terhadap sifilis dan frambusia, leptospirae, Actinomyces, dan beberapa protozoa (Amoeba).
Sudah banyak terjadi resistensi
E.S:  Penggunaan oral dapat menyebabkan gangguan GIT (mual, muntah, diare), disfagia, iritasi esofagus. Efek lebih sering dan serius adalah sifat penyerapannya dalam tulang dan gigi yang sedang tumbuh pada janin anak-anakà karies . Fotosensitasi, kulit menjadi peka cahaya, menjadi kemerah-merahan, gatal-gatal, dan sebagainya.

Indikasi: Infeksi saluran napas, paru-paru, ISK, infeksi kulit dan mata. Penggunaan pada acne, , karena adanya daya hambat terhadap akitvitas lipase untuk Propionibacter acnes. Pada bronkhitis kronis, adakalanya dijadikan sebagai obat profilaksis serangan akut. Efektif untuk kuman anaerob oral (udah banyak resistensi),
Kontraindikasi:
Tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan menyusui, anak berusia dibawah 12 tahun. Hipersensitivitas terhadap tetrasiklin, dan penyakit ginjal.


75
80
0
Makrolida

Efek: bakteriostatis, bakteri gram+, dan spektrum kerja mirip penisilin-G. Mekanisme kerja, melalui pengikatan reversibel pada ribosom kuman, sehingga sintesis proteinnya dirintangi.
Waktu paruh singkat, hingga perlu ditakarkan sampai 4x.
Kinetik: tergantung formulasi, bentuk garam atau ester. Makanan memperburuk absorbsi, sebaiknya diminum saat perut kosong, kecuali diritromisin tidak dipengaruhi oleh makanan. Kemampuan penetrasi ke jaringan dan organ baik, kadar interseluler tinggi. Efek kuman intrasel tinggi, Legionella, Mycoplasma & Chlamydia. Sisanya di luar sel. Metabolisme semua makrolida diuraikan dalam hati, melalui sistem sitokrom P-450, menjadi metabolit inaktif. Kecuali, metabolit-OH dari klaritromisin. Ekskresi berlangsung melalui empedu dan tinja serta kemih, terutama dalam bentuk inaktif.
E.S:  Gangguan GIT (Mual, muntah, diare), yang terutama nampak pada eritromisin akibat penguraiannya oleh asam lambung. Lebih jarang nyeri kepala dan reaksi kulit. Eritromisin dosis tinggi dapat menimbulkan ketulian reversibel, mungkin akibat pengaruhnya  terhadap SSP. Semua makrolida dapat mengganggu fungsi hati, yang tampak sebagai peningkatan nilai-nilai fungsi hati, nyeri kepala, pusing dapat terjadi. Eritromisin dan  dapat mengakibatkan reaksi alergi.
Kehamilan dan laktasi: eritromisin aman, tapi tidak ada data untuk derivatnya, sedangkan rosirtromisin aman diminum sambil memberi ASI. Klaritromisin ternyata mengganggu perkembangan janin pada binatang coba, jangan digunakan pada trimester pertama kehamilan.
Indikasi:  eritromisin merupakan pilihan sebagai alternative dari penisilin. pilihan utama pada infeksi paru-paru dengan Legionellapneumophilia (penyakit veteran), Mycoplasma pneumoniae, dan infeksi usus oleh Campylobacter jejuni . eritromisin aktif terhadap klamidia dan mikoplasma. Pada indikasi lain, seperti sepsis, endokarditis, dan pasien dengan granulositopenia,atau lansia, sebaiknya digunakan yang bersifat baktersidal, seperti penisilin dan sefalosporin. Untuk derivatnya yang lebih tahan asam lambung dan keluhan GIT nya lebih ringan, seperti azitromisin dapat diberikan, yang mampu melawan bakteri gram-, seperti Haemophilus influenzae, infeksi saluran napas. Untuk klaritromisin dan azitromisin efektif juga mengatasi kuman penyerta pada AIDS, seperti Toxoplasma gondii  dan  Mycobacterium avium intercellare.
Kontraindikasi:  Alergi eritromisin, saat hamil tidak boleh diberikan

70
75
70
Kloramfenikol
Efek: Bakteriostatis dan berspektrum luas. Bekerja bakterisidal terhadap Strep.pneumoniae, Neiss.meningitides dan H.influenzae, Salmonela thypi.

E.S: gangguan GIT, neuropati optis dan perifer, radang lingua, mukosa mulut, depresi sumsum tulang belakang, anemia aplastic, neuritis perifer.
Kehamilan dan laktasi: tidak dianjurkan, khususnya selama minggu-minggu terakhir dari kehamilan, karena dapat menimbulkan sianosis dan hipotermia neonatus (grey baby syndrome), melintasi plasenta, ASI, begitu pula untuk tiamfenikol
Indikasi: infeksi tifus, meningitis (khusus bagi H.influenzae), infeksi anaerob (contoh abses otak oleh B.fragilis yang semuanya digunakan secara oral. Kontraindikasi:  Penderita anemia aplastik, ibu hamil dan laktasi, . Penderita neuropati. Penderita dengan kelainan darah lainnya.

80
0
0
Vankomisin
Efek: bakterisidal kuman gram+ aerob dan anaerob, termasuk stafilokokus yang resisten untuk metisilin (MRSA). Biasanya sebagai lini terakhir, bila antibiotik lainnya sudah tidak mempan.
Kinetik: resorpsi dari usus buruk, namun pada usus yang sakit, seperti pada enteritis resorpsinya baik. Kadar terapeutis dalam cairan pleura, sinovial, dan saluran kemih tercapai. Plasma T1/2 ialah 5-11 jam. Ekskresi 80%  melalui saluran kemih.
E.S:  Gangguan fungsi ginjal, terutama pada penggunaan lama dengan dosis tinggi, juga neuropati perifer, reaksi alergi kulit menjadi kemerahan yang disebut the red man syndrome, mual, demam, dan lainnya. Kombinasi dengan aminoglikosida meningkatkan resiko nefro dan ototoksisitas.
Kehamilan dan Laktasi: belum ada data yang menjelaskan, namun obat ini mencapai ASI.
Indikasi Untuk profilaksis dan pengobatan pada endocarditis dan infeksi berat lainnya yang disebabkan oleh kokus gram positif. Bisa sebagai pengganti bagi pasien yang alergi penisilin atau sefalosporin. Indikasi: kolitis akibat terapi seperti oleh linkomisin, klindamisin dan radang pada mukosa usus oleh Stafilokokus.
Kontraindikasi: Gagal ginjal, alergi vankomisin, Perhatian pada lansia, pasien dengan riwayat gangguan pendengaran,mengkonsumsi obat aminoglikosida, neuropati
Bisa diberikan oral, ataupun injeksi

0
0
0
Kuinolon
Efek:  berkhasiat sebagai baktersidal pada fase pertumbuhan kuman, berdasarkan inhibisi enzim DNA-girase bakteriil. Karena enzim tersebut hanya terdapat pada kuman dan tidak pada sel dari organisme yang lebih tinggi, sehingga kuinolon-kuinolon tidak menghambat sintesis DNA manusia. Hal yang sama berlaku bagi sulfonamida dan antibiotika beta-laktam.
Spektrum Kerja:  Asam nalidiksat berkhasiat terhadap gram- seperti Proteus, Klebsiella, Enterobacter. Begitu pula pipemidinat terhadap Pseudomonas. Florokuinolon lebih luas spektrumnya semua kuman gram- termasuk Ps.aeruoginosa dan gonococci, serta kebanyakan kuman gram+, termasuk Campylobacter jejuni, Chlamydia, Legionella, Mycoplasma, dan Mycobacter tbc. Kurang aktif terhadap Streptococci, Pneumococci dan kuman-kuman anaerob.
E.S:  Yang sering gangguan GIT, seperti sakit perut, mual, muntah, anoreksia, dan diare, dyspepsia, sakit kepala, gangguan tidur, ruam,pruritus. Jarang timbul Colitis pseudomembranosis. Yang lain, eritema, urtikaria, efek neurologi (sakit kepala, pusing, neuropati dan perasaan kacau), efek psikis hebat (eksitasi, takut, gelisah, dan perasaan panik) dan konvulsi.
Kehamilan dan laktasi: tidak dianjurkan pada wanita hamil dan laktasi, seperti siprofloksasin dan asam nalidiksat.
Indikasi:  kuinolon hanya untuk ISK tanpa komplikasi. Namun florokuinolon, lebih luas indikasinya, ISK dengan komplikasi kuman-kuman multiresisten, misalnya melibatkan jaringan ginjal. Selain itu, florokuinolon juga untuk infeksi saluran napas serius, prostatitis kronis, infeksi kulit dan jaringan lunak oleh gram-. Juga untuk mengobati salmonella, baik pembawa kronis maupun yang dimata. pilihan pertama pada Teaveller’s diarrhea.
Kontraindikasi: Senyawa-senyawa kuinolon ini jangan diberikan pada anak-anak dibawah usia 16 tahun, karena dapat menyebabkan penyimpangan pada tulang rawan terutama oleh asam nalidiksat. Bisa menyebabkan artropati pada sendi penahan berat badan.

80
0
0
Sulfonamid dan timetropim (Kotrimoksazol)
Campuran sulfametoksazol dan trimetropim dalam perbandingan 5:1 bersifat bakterisidal.
Kinetik:  Resorpsi baik dan cepat. Mendapai kadar puncak dalam darah hingga 4 jam. Distribusi sangat baik, pada semua jaringan, saliva, dan CSS.  Trimetropim lebih lancar terkait sifat lipofiliknya. Plasma T1/2 hingga 10 jam. Ekskresi melalui ginjal sebagai zat aktif masing-masing 20-25% dan 50-60%.
E.S:  sindrom stevens jhonson dan diskrasi darah, seperti penekanan sumsum tulang dan agranulositosis, neutropenia, trombositopeni. Kerusakan hati seperti icterus dan nekrosis hati, sakit kepala, konvulsi, ataksia, tinitus
Indikasi: Infeksi Proteus dan Klamidia. Juga pada ISK (E.coli dan Enterobacter), prostatitis, salmonellosis, bronkhitis. Juga untuk mengobati dan mencegah radang pulmo karena Pneumocystis carinii- Pneumonia dari penderita AIDS, Toksoplasmosis.
Kontraindikasi:  Kelainan darah, alergi sulfa.

70
70
70

b.      Mengurangi tanda-tanda peradangan pada mata
Golongan obat
Efficacy
Safety
Suitability
NSAID
Menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan kekuatan dan selektivitas yang berbeda.
Efek samping :
·      Iritasi saluran GI
·      Ulserasi
·      Perdarahan lambung.
Pasien dengan riwayat gastritis tidak dianjurkan menerima obat ini, atau menerima antasida bila minum NSAID.
SKOR
85
60
50
Kortikosteroid
·   Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein.
·   Kortikosteroid dapat mempengaruhi banyak sistem, mau efek yang diinginkan untuk terapi serangan akut pada penyakit gout adalah efek anti-inflamasinya.
·   Obat ini menghambat fenomena inflamasi dini yaitu edema, deposit fibrin, dilatasi kapiler, migrasi leukosit ke tempat radang dan aktivitas fagositosis. Selain itu juga dapat menghambat manifestasi inflamasi yang telah lanjut yaitu proliferasi kapiler dan fibroblast, penumpukan kolagen dan pembentukan sikatrik.
ES:
-          Karena pemberian jangka panjang dan dihentikan secara tiba-tiba: insufisiensi adrenal akut dengan gejala demam, mialgia, atralgia, dan malaise.
-          ES akibat pengobatan jangka panjang: gangguan cairan dan elektrolit, hiperglikemia, glikosuria, mudah terjadi infeksi terutama TB, perdarahan atau perforasi pada pasien tukak peptic, osteoporosis, miopati yang karekteristik, psikosis, habitus pasien Cushing.
KI:
Kontraindikasi relative yaitu diabetes melitus, tukak peptic/duodenum, infeksi berat, hipertensi atau gangguan sistem kardiovaskular.
SKOR
80
60
50

            Alasan pemilihan Golongan Obat:
a.       Untuk mengeradikasi bakteri penyebab yaitu Neisseria Gonorhea
Pengobatan esensial pada infeksi gonokokus pada mata digunakan pengobatan sistemik dengan menggunakan golongan penisilin. Namun beberapa tahun terakhir, resistensi penisilin meningkat sehingga obat yang digunakan adalah golongan beta-lakmatase, golongan sefalosporin. Penggunaan obat ini juga sesuai indikasi, karena sekarang golongan sefalosporin digunakan sebagai obat lini pertama infeksi gonokokus. Golongan aminoglikosida dan kuinolon juga sebnarnya efektif untuk mengatasi kuman gonokokus, namun aminoglikosida kadarnya dapat ditemukan pada ASI sedangkan kuinolon termasuk kontraindikasi pada ibu menyusui walaupun beberapa buku menyebutkan kuinolon termasuk  kategori C yang penggunaannya harus hatihati. Selain itu golongan kuinolon tidak dianjurkan lagi digunakan untuk mengatasi gonore karena tingkat resistensi nya yang sudah sangat tinggi baik di Amerika maupun diseluruh dunia (CDC, 2011). Tetrasiklin dikontraindikasikan bagi ibu menyusui karena termasuk kategori D.
b.      Untuk mengurangi tanda-tanda peradangan
Untuk menghilangkan tanda-tanda peradangan pada pasien dipilih golongan NSAID karena dibandingkan dengan golongan kortikosteroid golongan ini aman dan memiliki efek samping yang lebih sedikit. Kortikosteroid memiliki efek samping menurunkan daya tahan tubuh sehingga akan memperburuk infeksi yang dialami pasien. Para amino fenol tidak digunakan karena golongan ini memiliki efek antipiretik yang lebih besar daripada efek anti inflamasinya.

5.      Jenis obat yang paling rasional digunakan
a.       Untuk mengeradikasi bakteri penyebab dari golongan sefalosporin
Sefalosporin
Spektrum kerja luas, meliputi banyak kuman gram+, dan gram-, termasuk E.coli, Klebsiella, dan Proteus. Bersifat baktersidal dalam fase pertumbuhan kuman, dengan menghambat sintesis peptidoglikan yang diperlukan kuman. Kepekaannya terhadap beta-laktamase lebih rendah daripada penisilin.
Generasi I: aktif terhadap cocci gram+, tidak berdaya terhadap gonococci, H.influenzae, Bacteriodes, dan Pesudomonas, tidak tahan terhadap beta-laktamase.
Generasi II: lebih aktif terhadap gram-, termasuk gonococci, H.influenzae, Bacteriodes,serta kuman-kuman yang resisten dengan amoksisilin. Agak kuat terhadap beta-laktamase dan efek terhadap gram + (Streptokokus dan stafilokokus)sama
Generasi III: Lebih kuat terhadap gram-, lebih luas lagi terhadap Bacteriodes, dan Pesudomonas. Resistensi kuat terhadap beta-laktamase, namun khasiat terhadap gram+ lebih ringan. Tidak aktif terhadap Methicilin Resistant Staphylococcus Epidermis dan MRSA
Generasi IV: sangat resisten terhadap laktamase dan aktif sekali terhadap pesudomonas.
E.S: sama dengan penisilin, Alergi, namun lebih ringan, reaksi anafilaksis disertai  spasme bronkus dan urtikaria. Gangguan GIT (diare, mual, muntah). Jarang ada reaksi alergi, seperti rash dan urtikaria. Alergi silang dapat terjadi pada derivat penisilin. Nefrotoksisitas lebih sering pada generasi I, khususnya sefaloridin, dan sefalotin dosis tinggi. Beberapa obat bisa menimbulkan reaksi disulfiram bila digunakan bersamaan dengan alkohol, yaitu sefamandol dan sefoperazon.
Kehamilan dan Laktasi: mudah melintasi plasenta, tetapi kadarnya rendah dalam darah janin daripada darah ibunya.
Secara umum : untuk terapi septikemia, pneumonia, meningitis, infeksi saluran empedu, peritonitis dan infeksi saluran kemih. Generasi I: digunakan peroral pada ISK ringan dan pilihan kedua ada infeksi saluran pernapasan dan kuit yang tidak begitu serius, dan bila terdapat alergi untuk penisilin
Generasi II dan III: digunakan parenteral pada infeksi serius yang resisten terhadap amoksisilin dan generasi I, juga dikombinasi dengan aminoglikosida (gentamisisn, tobramisin) untuk memperluas dan memperkuat aktivitasnya. Profilaksis bedah jantung, usus, ginekologi, dan lainnya. Sefoksitin dan sefuroksim (gen.II) dipakai pada gonore.
Generasi III: Seftriakson dan sefotaksim sering dianggap sebagai obat pilihan pertama untuk gonore. Sefokstitin pada infeksi Bacteriodes fragilis.
Kontraindikasi : Pada neonates yang seftriason dapat menggeser bilirubin dari plasma albunin, jadi jangan pakai seftriason pada neonates yang hiperbilirubinemia (unconjugated), hipoalbuminemia, asidosis.


b.      Untuk mengurangi tanda-tanda peradangan
Jenis Obat
Efficacy
Suitability
Safety
Cost
Asam mefenamat
Mencapai kadar puncak dalam plasma selama 2-4 jam
t½ 2 jam (ISFI, 2009)
KI : peradangan usus besar (IONI, 2008).
ES : mengantuk, diare, atau ruam kulit (segera hentikan pengobatan), trombositopenia, anemia hemolitik, kejang pada overdosis (IONI, 2008).
Asam mefenamat kapsul 250 mg @ Rp. 74,56
Asam mefenamat tablet salut selaput 500 mg @ Rp. 127,00
Ibuprofen
Mencapai kadar puncak dalam plasma selama 1-2 jam
t½ 1,8-2 jam (ISFI, 2009)
KI : pasien tukak lambung aktif, riwayat hipersensitivitas terhadap asetosal atau NSAID lainnya, dan pada gangguan koagulasi (ISFI, 2009).
ES : gangguan saluran cerna lebih ringan, efek lainnya yang jarang adalah eritema kulit, sakit kepala, dan trombositopenia (FKUI, 2008).
Ibuprofen tablet 200 mg @ Rp. 73,36
Ibuprofen tablet 400 mg @ Rp. 147,51
Ketoprofen
Mencapai kadar puncak dalam plasma selama 0,5-2 jam
t½ 2,1 jam (ISFI, 2009)
KI : pasien tukak lambung aktif, riwayat hipersensitivitas terhadap asetosal atau NSAID lainnya (ISFI, 2009).
ES : gangguan saluran cerna dan reaksi hiprsensitivitas (FKUI, 2008).
Ketoprofen tablet 100 mg @ Rp. 1.227,60
Indometasin
Mencapai kadar puncak dalam plasma selama 2 jam
t½ 4,5 jam (ISFI, 2009)
KI : bersifat toksik sehingga tidak diberikan pada anak-anak, wanita hamil dan menyusui, pasien dgn gangguan psikiatri, dan penyakit lambung (FKUI, 2008). 
ES : gangguan saluran cerna (diare), sakit kepala, pusing, tukak dan perdarahan pada lambung dan usus, depresi, halusinasi, gangguan psikosis (IONI, 2008).
Indometasin kapsul 25 mg @ Rp. 39,61
Piroksikam
Mencapai kadar puncak dalam plasma selama 3-5 jam
t½ 50 jam (ISFI, 2009)
KI : tidak dianjurkan diberikan pada wanita hamil, pasien tukak lambung, dan pasien yang mengkonsumsi antikoaagulan (FKUI, 2008).
ES : gangguan saluran cerna seperti tukak lambung, pusing, tinitus, nyeri kepala, dan eritema kulit (FKUI, 2008).
Piroksikam tablet 10 mg @ Rp. 75,00
Piroksikam tablet 20 mg @ Rp. 105,00

ALASAN PEMILIHAN JENIS OBAT:
a.      Mengeradikasi bakteri gonokokus penyebab konjungtivitis
·         Untuk mengeradikasi bakteri gonokokus pada pasien diskenario dipilih seftriakson  dari golongan sefalosporin generasi ke-3  yang merupakan bagian dari golongan besar antibiotik beta laktam. Obat ini dipilih karena  memiliki efikasi yang sangat tinggi untuk mengatasi gonore terbukti dengan angka kesembuhan mencapai >95% pada pasien-pasien  yang dirawat di RSCM Jakarta sehingga penggunaan seftriakson sangat dianjurkan (Ilmu kulit kelamin FKUI, 2010). Selain itu menurut CDC dalam penelitiannya mengenai kerentanan bakteri gonokokus terhadap antibiotik sefalosporin generasi-3 (Gonococcal Isolate Surveillance Project (GISP)) didapatkan dari tahun 1987-2008 hanya empat isolat gonokokus yang mengalami penurunan kerentanan terhadap seftriakson, dan ditahun 2008 tidak ada satu pun isolat gonokokus yang mengalami penurunan kerentanan terhadap seftriakson sehingga seftriakson sekarang digunakan sebagai terapi lini pertama untuk gonore di seluruh dunia. Dari segi harga seftriakson jauh lebih terjangkau dibandingkan dengan penisilin, seftriakson diberikan dalam dosis tunggal sehingga cukup dilakukan  1 kali injeksi pada pasien dengan harga Rp.21.000 untuk seftriakson injeksi 1 g, sehingga sesuai dan cukup terjangkau oleh  pasien yang seorang buruh tani. Sedangkan penisilin diberikan dalam bentuk injeksi 4 kali sehari selama tujuh hari sehingga dari segi harga jauh lebih mahal dari seftriakson dan frekuansi pemberian nya sangat tinggi selain menurunkan kepatuhan pasien juga membuat rasa tidak nyaman pada pasien (nyeri akibat suntikan). Dari segi keamanan seftriakson termasuk obat kategori B sehingga aman baik untuk ibu hamil maupun ibu menyusui.
·         Sefiksim yang merupakan obat lain dalam golongan sefalopsorin generasi ke tiga sebenarnya juga cukup efektif untuk mengatasi infeksi oleh gonorrhea, namun menurut penelitian oleh CDC, dari tahun 1987-2008 ditemukan 48 isolat gonokokus yang mengalami penurunan kerentanan terhadap antibiotik ini sehingga dari segi efikasi masih kurang dibandingkan dengan seftriakson dalam mengatasi gonorrhea. Walaupun sefiksim dari segi harga lebih murah dan dari segi rute pemberian lebih baik (oral) daripada seftriakson (injeksi) namun efikasi atau efektivitas dari obat menjadi pertimbangan utama untuk kasus di skenario, karena konjungtivitis gonore termasuk kegawatdarutan dalam bidang oftalmologi (resiko kebutaan sangat tinggi) yang membutuhkan terapi antibiotik yang adekuat. Seftriakson walaupun harus diberikan secara injeksi pada pasien disekenario, namun diberikan dalam single dose (satu kali pemberian/injeksi)
b.      Menghilangkan tanda-tanda peradangan pada mata pasien
Obat dari golongan NSAID memiliki efikasi yang hampir sama, namun dari segi harga ibuprofenlah yang memiliki harga paling terjangkau diantara obat NSAID segolongan dan tersedia dalam bentuk generik di puskesmas. Selain itu obat ini merupakan NSAID kategori B sehingga aman untuk ibu menyusui.

6.      Dosis dan BSO
·         Untuk gonore tanpa disertai konjungtivitis diberikan injeksi IM seftriakson 250 mg dosis tunggal, sedangkan bila disertai konjungtivitis gonore diberikan injeksi IM seftriakson 1 g dosis tunggal. BSO yang dipilih injeksi karena menurut penelitian didapatkan angka gagal berobat yang tinggi apabila diberikan secara oral untuk gonore (CDC, 2011).
·         BSO untuk ibuprofen à tablet, karena tidak tersedia bentuk topical (tetes mata), dan tersedia di puskesmas


7.     
Dr. Anshoril arifin
SIP No : 132/224/DIKES/2003
Praktek
Jl. Semanggi raya III No. 17
Telpon. (0370) 627000
                                                                  Mataram, 4 Oktober 2011

   R/ Inj seftriakson     1 gram                                   Fl I
   S.i.m.m
                                                paraf
   R/ Tab Ibuprofen    400 mg                          Tab X
    S.p.r.n.t.d.d. Tab I. p.c
paraf

Pro                   : Aminah
Umur               : 25 tahun
Alamat                        : Jl. Danau toba No. 24 BTN kekalik Mataram