Senin, 26 November 2012

POSR Emergensi 3


Kasus Emergensi 3
Seorang pasien perempuan, berusia 35 tahun  dibawa ke UGD karena tiba-tiba pingsan di tengah pesta 15 menit yang lalu. Menurut keluarga yang mengantar pasien mengalami keracunan makanan. Pasien tidak mengalami mual dan muntah. Hasil pemeriksaan tanda vital : TD 70 mmHg/palpasi, Nadi 120 kali/menit, sangat lemah, reguler,  RR 30 kali/menit, suhu 35,5 C.

1.      Daftar Masalah
a.       Perempuan berusia 35 tahun tiba-tiba pingsan di tenagh pesta 15 menit yang lalu
b.      Menurut keluarga yang mengantar pasien mengalami keracunan makanan
c.       Hasil pemeriksaan tanda vital : TD 70 mmHg/palpasi, Nadi 120 kali/menit, sangat lemah, reguler,  RR 30 kali/menit, suhu 35,5 C.
2.      Diagnosis
Syok anafilaktik
3.      Tujuan terapi
a.       Mengatasi keadaan akut syok anafilaktik
b.      Mencegah reaksi anafilaktik berat
c.       Rehidrasi cairan dan berlangsung lama
4.      Golongan obat rasional
a.       Mengatasi keadaan akut syok anafilaktik
-          Golongan vasopressor
-          Golongan antihistamin
-          Golongan beta 2 agonis
-          Golongan metil xantin
-          Golongan kortikosteroid
Golongan obat yang digunakan adalah golongan vasopressor. Golongan ini memiliki efek farmakologi membuat pembuluh darah berkonstriksi karena pada syok anafilaktik, pembuluh darah mengalami dilatasi sehingga terjadi penurunan tekanan darah secara drastis. Konstriksi pembuluh darah diperlukan untuk meningkatkan tekanan darah untuk menjaga perfusi darah ke organ-oragn vital seperti jantung dan otak.

Golongan beta 2 agonis dan metil xantin dapat digunakan sebagai bronkodilator saluran nafas bawah yang mengalami obstruksi akibat reaksi anafilaktik. Golongan obat yang dipilih sebagai bronkodilator adalaah golongan metil xantin yang memiliki mekanisme kerja menghambat enzim fosfodiesterase dan menyebabkan dilatasi bronkus.

Golongan antihistamin dapat digunakan untuk meminimalisir efek dari sitokin hasil reaksi hipersensitivitas yaitu histamin. Obat ini juga dapat diberikan jika memungkinkan pada keadaan syok anafilaktik.
b.      Mencegah reaksi anafilaktif berat dan berlangsung lama
-          Golongan vasopressor
-          Golongan antihistamin
-          Golongan beta 2 agonis
-          Golongan metil xantin
-          Golongan kortikosteroid
Golongan yang dipilih adalah kortikosteroid. Reaksi anafilaktik erat kaitannya dengan proses inflamasi yang dinduksi oleh allergen, sehingga penggunaan kortikosteroid efektif untuk mengatasi hal ini. Kortikosteroid tidak bermanfaat pada reaksi anafilaktik akut, tetapi sangat bermanfaat untuk mencegah rekasi anafilaktik yang berat dan berlangsung lama (IPD FKUI).
c.       Rehidrasi cairan
1.      Hipotonik
2.      Isotonik
3.      Hipertonik
Cairan yang dipakai adalah cairan hipertonik. Cairan ini osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Pada reaksi anafilaktik terjadi perubahan permeabilitas vaskuler generalisata yang menyebabkan cairan merembes keluar pembuluh darah, sehingga cairan hipertonik cocok digunakan pada keadaan ini. Cairan isotonik dapat juga digunakan, namun penggunaannya harus hati hati dikarenakan dapat menyebabkan overload cairan jika tidak diawasi. Cairan isotonik lebih cocok digunakan pada keadaan hipovolemia.

5.      Obat yang dipilih
a.       Obat dari golongan Vasopressor
-          Efinefrin
-          Norefeniferin
-          Dopamin
-          Felinefrin
Obat yang dipilih dari golongan vasopressor adalah efinefrin. Berdasarkan penatalaksanaan syok anafilaktik, apabila diagnosis telah ditegakkan, pemberian efinefrin sebagai lini pertama tidak boleh ditunda. Efinefrin merupakan analog mediator kimiawi efinefrin di dalam tubuh yang bekerja sebagai neurotrasnmitter eksitasi pada neuron post sinaptik pada sistem saraf simpatis sehingga efeknya dapat menyebabkan konstriksi pada pembuluh darah, meningkatkan kerja jantung, dan dilatasi saluran nafas.

Obat dari golongan metil-xantin yang digunakan adalah aminofilin. Obat ini biasa digunakan pada status asmaticus pada pasien asma. Obat ini cocok digunakan pada reaksi anafilaktik yang menyebabkan obstruksi saluran nafas. Obat ini  bekerja menurunkan aktifitas sel limfosit yang menyebabkan inflamasi di saluran nafas sehingga edema pada laring dan bronkus dapat berkurang. Obat ini juga dapat bekerja langsung menyebabkan dilatasi dari saluran nafas sehingga mengurangi spasme bronkus yang disebabkan oleh reaksi anafilaktik.

Obat yang dipilih dari golongan anti histamin adalah ranitidin. Obat ini merupakan anti histamin 2 yang biasa digunakan pada syok anafilaktik. Obat ini mudah didapatkan dan tersedia dalam bentuk injeksi. Obat ini juga tidak memiliki efek samping terhadap jantung dan saluran nafas.

b.      Obat dari golongan kortikosteroid
-          Hidrokortison
-          Prednison
-          Prednisolon
-          Dexametason
-          Betamethason
-          Metil-prednisolon
Obat yang dipilih adalah hidrokortison karena memiliki sediaan intravena yang cocok digunakan pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran. Prednison dapat diberikan jika pasien sadar. Duration of action dari hidrokortison tergolong short action sehingga efek samping yang ditimbulkan kortikosteroid seperti edema dapat diminimalisir. Dexametason dan betametason tidak digunakan karena merupakan kortikosteroid dengan long action dan sediaannya dalam bentuk oral.
c.       Cairan hipertonik
-          Dextrose 5%
-          produk darah (darah)
-          albumin.
Cairan yang dipilih adalah dextrose 5%. Cairan ini bersifat hipertonik yang dapat mempertahankan cairan intravaskular dan menarik cairan ekstravaskular ke dalam intravaskular. Kandungan glukosanya dapat menjadi sumber energi untuk keadaan syok. Kadar gula darah pasien harus dilihat sebelum memberikan cairan ini.
6.      BSO dan Dosis
a.       Efinefrin
Efinefrin 1 : 1000 diberikan 0,01 ml/kgBB maksimal 0,3 ml subkutan dan dapat diulang setiap 15-20 menit sampai 3-4 kali. Dosis ini diberikan pada kondisi akut syok anafilaktik. Jika kondisi memburuk dapat diberikan 0,5 ml/kgBB injeksi intramuskular (IPD FKUI). Wanita usia 35 tahun memiliki berat badan sekitar 50 kg, sehingga dosis efinefrin pada pasien ini yaitu 0,5 ml injeksi subkutan.
b.      Aminofilin
Dosis aminofilin 5-6 mg/kgBB yang diencerkan dalam 20cc dextrose dan diberikan secara perlahan melalui injeksi intravena sekitar 15 menit (IPD FKUI)
c.       Hidrokortison
Hidrokortison diberikan melalui injeksi intravena dengan dosis 5 mg/kgBB. Diberikan setiap 6 jam (IPD FKUI). Dosis pada pasien ini dengan berat badan sekitar 50 kg adalah 250 mg injeksi intravena.
d.      Ranitidin
Bentuk sediaan yang digunakan adalah injeksi intravena. Dosis pemberian 50 mg IV dapat diberikan bersama dengan steroid.
e.       Cairan dextrose 5%

POSR Emergensi 2

Kasus Emergensi 2
Seorang pasien perempuan, berusia 55 tahun  dibawa ke UGD dalam keadaan tidak sadarkan diri setelah tiba-tiba terjatuh di rumahnya 15 menit yang lalu. Pasien mempunyai riwayat DM sejak 10 tahun yang lalu dan hipertensi sejak 8 tahun yang lalu. Hasil pemeriksaan tanda vital : TD 200/110 mmHg, Nadi 80 kali/menit, RR 22 kali/menit, suhu afebris, pemeriksaan ekstremitas inferior terdapat lateralisasi ke kiri. Setelah itu dilakukan pemeriksaan penunjang cito dan hasilnya GDS 400 mg/dl, kolesterol total 350 mg/dl.
1.    Daftar Masalah
a.    Pasien berusia 55 tahun
b.    Keadaan tidak sadarkan diri setelah tiba-tiba terjatuh di rumahnya 15 menit yang lalu.
c.    Pasien mempunyai riwayat DM sejak 10 tahun yang lalu dan hipertensi sejak 8 tahun yang lalu
d.    Hasil pemeriksaan tanda vital : TD 200/110 mmHg, Nadi 80 kali/menit, RR 22 kali/menit, suhu afebris, pemeriksaan ekstremitas inferior terdapat lateralisasi ke kiri.
e.    Pemeriksaan penunjang cito dan hasilnya GDS 400 mg/dl, kolesterol total 350 mg/dl.
2.    Diagnosis
Suspect stroke hemorrhage et causa hipertensi emergensi dengan Dislipidemia + Hiperglikemik
3.    Tujuan terapi
a.    Menurunkan kadar gula darah
b.    Menurunkan tekanan darah
c.    Menurunkan keadaan hiperkolesterolemia (setelah pasien stabil)
d.    Mengontrol gula darah (setelah pasien stabil)
4.    Golongan obat rasional
a.    Menurunkan kadar gula darah
-    Insulin short acting
-    Insulin intermediate acting
-    Insulin long acting
-    Insulin analog rapid actin
-    Insulin Campuran
Golongan insulin yang dipilih sebagai lini pertama untuk segera menurunkan kadar gula darah adalah golongan insulin short acting. Hal ini dikarenakan golongan ini memiliki onset of action cepat dalam waktu 5-30 menit. Golongan ini dapat bertahan dalam darah hingga 10-16 jam. Kadar gula darah dapat diobservasi setiap jam untuk mengetahui keberhasilan pemberian insulin. Keadaan hiperglikemik harus segera diatasih agar tidak menjadi komplikasi lebih buruk ke diabetic ketoasidosis atau hiperosmolar hiperglikemik yang dapat menyebabkan koma berkepanjangan dan kematian.
b.    Menurunkan tekanan darah
-    ARB
-    ACEI
-    CCB
-    Diuretic
-    Beta blocker
Golongan obat yang dipilih adalah kombinasi CCB. Pada stroke hemorrhage prinsipnya adalah penurunan tekanan darah tak boleh melebihi 40 persen, agar autoregulasi aliran darah ke otak (ADO) tak terganggu. Sebaiknya dipilih obat ACE inhibitor atau penghambat reseptor alfa, karena kurve autoregulasi bergeser ke kiri lagi dan penurunan tekanan darah tak mempengaruhi ADO. Namun CCB digunakan sebagai alternative pengobatan hipertensi pada diabetes selain ACEI dikarenakan ACEI dapat meningkatkan efek hipoglikemik insulin. Pada pasien ini diinjeksi insulin karena mengalami hiperglikemik.
c.    Menurunkan keadaan hiperkolesterolemia (setelah pasien stabil)
-    Bile acid sequestrants
-    HMG-CoA Reductase inhibitor
-    Derivat asam fibrat
-    Asam nikotinik
-    Ezetimbe
-    Asam lemak omega 3
Golongan obat yang dipilih adalah HMG CoA Reductase inhibitor. Golongan ini memiliki mekanisme kerja dengan menghambat secara kompetitif koenzim 3-hidroksi-3-metilglutaril (HMG CoA) reduktase, yakni enzim yg berperan dalam sintesis kolesterol, sehingga dapat menurunkan keadaan kolesterolemia. Asam nikotinik tidak digunakan karena kontraindikasi relative pada pasien DM. Derivat asam fibrat lebih cocok digunakan pada keadaan hipertrigliserida karena mekanismenya yang memecah trigliserida dengan enzim lipoprotein lipase. Penggunaan  Bile acid sequestrants tidak digunakan karena site of action golongan ini bekerja di saluran cerna. Ezemtibe dan Asam lemak omega 3 lebih terkait menurunkan VLDL dan HDL.
d.    Mengontrol gula darah (setelah pasien stabil)
    Sekretagogus
―    Sulfonilurea
―    Meglitinides
―    Derivat D-Phenylalanine
    Biguanides
    Thiazolidinediones
    α-glucosidase inhibitor
Golongan yang dipilih adalah biguanid. Golongan ini dapat mendukung efek penggunaan insulin dikarenakan mekanisme kerjanya yang dapat meningkatkan resistensi insulin. Golongan thiazolidinediones tidak digunakan karena dari segi efikasi kurang cocok dan dapat menyebabkan resistensi cairan. golongan secretagogus tidak digunakan karena pada pasien ini diberikan insulin basal, penggunaan secretogogik kurang efisien.
5.    Obat yang Dipilih
a.    Insulin Campuran



Berdasarkan tabel diatas, Insulin short acting memiliki satu jenis sediaan yaitu regular. Dapat dipilih insulin humulin karena memiliki kemiripan dengan insulin manusia. Dari segi onset of action yang cepat dapat digunakan pada kondisi gawat darurat dengan injeksi intravena.
b.    Obat dari Golongan CCB

-    Nifedipin
-    Amlodipin
-    Verapamil
-    Diltiazem
-    Nicardipin
-    Felodipin
-    Isradipin 

Obat yang dipilih adalah nicardipin. Obat ini memiliki sedian injeksi intravena sehingga jalur parenteral ini memungkinkan onset of action yang lebih cepat dibandingkan dengan obat oral. Diltiazem memiliki spesifikasi yang sama dengan nicardipin, dapat menjadi pilihan jika nicardipin tidak tersedia. Nicardipin menjadi pilihan pengobatan pada keadaan hipertensi emergensi. Nicardipin memiliki onset of action 1-5 menit dengan durasi kerja 15-30 menit. (JNC VII ; IPD FKUI)
c.     Obat dari golongan HMG CoA reductase inhibitor
-    Lovastatin
-    Simvastatin
-    Atorvatsatin
-    Pravastatin
Obat yang dipilih adalah simvastatin. Obat ini tergolong murah dibandingkan dengan  atorvastatin dan pravastatin yang lebih mahal. Obat ini juga tidak memerlukan diet lemak seperti lovastatin yang harus melakukan diet lemak selama 3-6 bulan sebelum melakukan terapi.
d.    Obat dari golongan biguanid
Obat yang digunakan adalah metformin. Obat ini dapat digunakan dengan kombinasi insulin basal. Obat ini memiliki efek farmakologi dapat Menurunkan BB 1-2kg (tidak signifikan), namun tidak menyebabkan hipoglikemia, Menurunkan glukoneogenesis hepar, Meningkatkan uptake glukosa oleh otot, Meningkatkan sensitivitas insulin, dan Menurunkan HbA1c 0,8-2%.
6.    BSO dan Dosis
a.    Insulin Regular (Humulin)
Obat ini tersedia dalam bentuk injeksi intravena. Satu vial berisi 10 iu. Dosis pemberian insulin regular adalah 0,15 iu/kgBB bolus intravena. Berat badan normal orang dewasa sekitar 60 kg. jadi dosis satu kali pemberian insulin ini adalah 9 iu. Satu vial berisi 10 iu. Dapat diberikan satu vial pada keadaan gawat darurat kemudian diobservasi kadar gula darah untuk injeksi lanjutan.
b.    Nicardipin
Obat ini tersedia dalam bentuk injeksi intravena. Dosis pemberian 5-15 mg / jam. Pada pasien ini dapat diberikan dengan dosis 15 mg/jam injeksi intravena, kemudian diturunkan perlahan setelah mencapat tekanan darah yang ditentukan. Obat ini tetap diberikan hingga tekanan darah sistolik mencapai sekitar 130 mmHg. Tekanan darah harus tetap diobservasi setiap 30 menit.
c.    Simvastatin
Bentuk sediaan obat ini adalah tablet oral.. Dosis simvastatin adalah 20-80 mg per hari. Inisial dosis obat ini adalah 20 mg. Diberikan sediaan tablet 20 mg, dan diminum satu kali sehari. Lama pemberian satu minggu dengan observasi kadar kolesterol untuk menentukan peningkatan dosis atau tidak.
d.    Metformin
Bentuk sediaan obat ini adalah tablet oral 500 mg. Obat ini diberikan setelah pasien stabil dan dapat mengkonsumsi obat oral. Dosis pemberian yaitu 500 mg diminum dua kali sehari. Obat ini diminum bersamaan dengan makan. Lama pemberian selama 1 minggu, dengan observasi kadar gula darah. Jika diperlukan dosis dapat ditingkatkan menjadi 3 kali sehari.

POSR Emergensi 1

Kasus Emergensi 1
Seorang  anak laki-laki, usia 3  tahun, dibawa ke UGD  Puskesmas karena kejang-kejang yang mulai  dialami  beberapa menit yang lalu. Pasien juga mengalami demam sejak 2 hari yang lalau dan demam  tinggi sejak tadi malam. Menurut ibu, anaknya memang akan kejang jika demam tinggi. Ibu sudah memberikan penurun panas tapi anaknya tetap kejang.  Hasil pemeriksaan fisik, keadaan umum: tidak sadar,  telapak tangan tampak menggenggam kencang dan bibir mengatup kencang, dan tangan dan kaki tampak kaku, bibir tampak sianosis, tampak luka kotor dan bengkak di telapak kaki pasien
1.    Daftar Masalah
a.    Kejang-kejang yang dialami beberapa menit yang lalu
b.    Demam 2 hari yang lalu dan demam tinggi sejak tadi malam
c.    Ibu sudah memberikan penurun panas tapi anaknya tetap kejang
d.    Keadaan umum: tidak sadar, telapak tangan tampak menggenggam kencang dan bibir mengatup kencang, dan tangan dan kaki tampak kaku, bibir tampak sianosis, tampak luka kotor dan bengkak di telapak kaki pasien
2.    Diagnosis
Tetanus
Kemungkinan pasien mengalami peningkatan tonus otot atau spasme yang diakibatkan oleh infeksi clostridium tetani, keadaan ini biasa disebut sebagai tetanus. Tetanus biasanya terjadi setelah suatu trauma yang menyebabkan terjadi kontaminasi luka oleh tanah atau kotoran lainnya. Hal ini terjadi juga pada pasien yaitu terdapat luka kotor di kaki pasien. Trias klinis pada tetanus adalah terjadi rigiditas, spasme otot, dan jika berlanjut kelainan otonomik. Biasanya spasme otot didahului di daerah wajah, hal ini nampak juga pada pasien yang ditunjukkan dengan bibir mengatup kencang. Spasme otot yang lain juga nampak pada kaki dan tangan yang kaku serta telapak tangan yang menggenggam kencang. Derajat tetanus pada pasien sulit ditentukan karena pada skenario tidak dijabarkan tanda vital. Kemungkinan pasien mengalami derajat sedang.
3.    Tujuan terapi
a.    Mengeradikasi bakteri penyebab
b.    Pengendalian rigiditas dan spasme otot
c.    Mengatasi keadaan sianosis, pengendalian respirasi
4.    Golongan Obat rasional
a.    Untuk mengeradikasi bakteri penyebab

-    penisilin
-    Sefalosporin
-    Aminoglikosida
-    Tetrasiklin
-    Makrolida
-    Kloramfenikol
-    Vankomisin
-    Metronidazole
-    Kuinolon
-    Sulfonamid dan timetropim (Kotrimoksazol)



Golongan obat yang dipilih untuk mengeradikasi bakteri clostridium tetani adalah metronidazole. Metronidazole sendiri sebenarnya bukan golongan antibiotic, melainkan golongan obat anti-parasit, namun obat ini jiga memiliki efek antimikroba. Metronidazole dipilih karena aktivitas mikroba metronidazole bagus untuk bakteri anaerob. Clostridium tetani sendiri merupakan bakteri anaerob. Penisilin sebenarnya merupakan rekomendasi dan digunakan secara luas. Namun yang menjadi pertimbangan disini adalah  penisilin memiliki aktivitas antagonis terhadap reseptor GABA dan berkaitan dengan konvulsi, penisilin tidak digunakan pada kasus ini karena obat GABAnergik akan digunakan pada pasien ini sebagai pengendalian rigiditas dan spasme otot. Tetrasiklin memiliki aktifitas mikroba terhadap bakteri anaerob, namun golongan obat ini telah banyak resisten. Kloramfenikol dan golongan makrolida juga memiliki aktifitas anti mikroba terhadap bakteri anaerob namun kedua golongan ini menjadi pilihan kedua (alternative)(IPD FKUI).
b.    Pengendalian rigiditas dan spasme otot
-    Golongan GABAnergik
-    Golongan Opioid
-    Golongan pemblokade neuromuscular (aminostroid)
Golongan obat yang dipilih adalah golongan GABAnergik. Hal ini dikarenakan sesuai dengan patofisiologi tetanus, toksin dari bakteri clostridium tetani menyebabkan penghambatan pelepasan neurotransmitter presinaptik terutama dominan neurotransmitter inhibisi seperti GABA. Penurunan neurotransmitter inhibisi ini menyebabkan neurotramitter eksitasi bekerja berlebihan dan menyebabkan spasme otot. Oleh karena itu yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kerja neurotransmitter GABA dengan menggunakan golongan obat GABAnergik. Golongan opioid ditakutkan dapat menyebabnkan distress pernafasan karena memiliki efek sedasi yang berlebihan. Golongan pemblokade neuromuscular (aminosteroid) tidak digunakan karena dapat menimbulkan paralitik berkepanjangan setelah obat dihentikan. Golongan ini juga belum diuji dalam uji klinis random dan tergolong obaat yang mahal (IPD FKUI).
c.    Mengatasi keadaan sianosis, pengendalian respirasi
Keadaan sianosis pada pasien disebabkan karena hipoventilasi yang diakibatkan oleh keadaan trismus (keadaan tidak membuka mulut) dan laringospasme. Oleh karena itu yang dapat dilakukan adalah dengan kirikotiroidektomi, untuk membuka jalan nafas melalui trakea (IPD FKUI).
5.    Obat yang dipilih
a.    Metronidazole
Metronidazole merupakan obat pilihan dari golongan anti-parasit yang memiliki aktifitas mikroba untuk bakteri anaerob. Obat ini menjadi rekomendasi pertama untuk mengeradikasi bakteri penyebab tetanus selain penisilin.
b.    Golongan GABAnergik

-    Diazepam
-    Karbamazepin
-    Klorpromazin
-    Barbiturat
-    Fenobarbital
-    Midazolam
-    Fenothiazin

Obat yang dipilih adalah diazepam. Diazepam memiliki jalur rute pemberian yang bervariasi, termasuk jalur rektal. Hal ini menjadi nilai lebih karena akan mempermudah pemberian obat pada pasien yang mengalami kejang atau spasme otot. Diazepam juga digunakan sebagai obat lini pertama untuk mengatasi kejang dan spasme otot karena mekanismenya yang mendepresi semua tingkatan sistem saraf pusat, termasuk bentukan limbic dan reticular, mungkin dengan meningkatkan aktivitas GABA. Sedangkan obat yang lain adalah obat lini kedua, sesuai dengan urutan algoritmanya yaitu fenothiazin, fenobarbital, dan midazolam.
6.    BSO dan Dosis
a.    Metronidazole
Metronidazole diberikan melalui intravena dengan dosis pediatric 10-15mg/kgBB/hari  dengan dosis terbagi setiap 8 jam. Dapat juga diberikan setiap 12 jam. Dosis maksimal sehari adalah 2 gr/hari. Lama pemberian yaitu 14 hari dengan observasi keadaan klinis pasien. Karena Berat badan anak tidak diketahui, maka perlu dihitung dosis anak dengan rumus Young. Dosis maksimal dewasa 4 gr/ hari dengan dosis terbagi setiap 12 jam. Dengan dosis dewasa ini dapat dihitung dosis anak, sebagai berikut. (IPD FKUI)
Dosis anak    = ( usia (th)/usia (th) + 12 ) x dosis maksimal dewasa
        = ( 3 / 3 + 12 ) x 4 gr
Dosis anak    = 0,8 gr atau 800 mg -> dosis maksimal sehari
        = 800 / 2 -> krn dosis terbagi sehari tiap 12 jam (2 kali pemberian)
        = 400 mg -> dosis sekali pemberian
b.    Diazepam
Sediaan yang digunakan adalah injeksi intravena, karena sediaan ini cocok dan mudah diberikan pada pasien yang mengalami kejang atau spasme otot dengan keadaan tidak sadar. Dosis pemberian diazepam intravena pada dewasa adalah 0,5 mg / kg BB / hari. Dengan berat badan normal orang dewasa 60 kg, didapatkan dosis satu hari pada orang dewasa adalah 30 mg. Karena Berat badan anak tidak diketahui, maka perlu dihitung dosis anak dengan rumus. Jadi dosis anak dapat dihitung sebagai berikut.
Dosis anak    = ( usia (th)/usia (th) + 12 ) x dosis maksimal dewasa
        = ( 3 / 3 + 12 ) x 30 mg
        = 6 gr / 60 kg
        = 0,1 mg/kgBB/hari -> dosis anak
Berat badan anak usia 3 tahun sekitar 12 kg. Maka dosis satu kali pemberian pada kasus ini adalah 0,1 x 12 = 1,2 mg injeksi intravena.

Selasa, 06 November 2012

POSR Mata 2

Kasus Mata 2
Seorang perempuan berusia 50 tahun mengeluh mata kanan terasa nyeri sejak Sebulan yang lalu . Selain itu, penglihatan kanannya semakin kabur dan mata kanannya hanya dapat melihat dari sebelah kanan, berair, mengeluarkan  kotoran mata, penglihatan seperti melihat kabut dan seperti melihat pelangi. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit darah tinggi dan diabetes. Pasien sudah lama menggunakan kaca mata baca. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan keadaan umum baik, TD120/80 mmHg, nadi 80x/menit, frekuensi pernafasan 20x/menit, suhu tubuh 36.3 derajat celcius.
1.      Daftar Masalah
a.       Nyeri sejak sebulan yang lalu
b.      Penglihatan kanannya semakin kabur dan mata kanannya hanya dapat melihat dari sebelah kanan.
c.       Berair, mengeluarkan kotoran mata,
d.      penglihatan seperti melihat kabut dan seperti melihat pelangi.
Kondisi: Usia 50 tahun dan pasien sudah lama menggunakan kacamata
2.      Diagnosis
Glaucoma Primer Sudut Tertutup
Analisis:
         Glaucoma biasa terjadinya pada pasien diatas 40 tahun. Serangan akut akan ditandai dengan rasa nyeri dan penglihatan “halo”. Penglihatan kabur disebabkan oleh adanya edema kornea. Pada glaucoma pasien akan mengalami gangguan penglihatan berupa penyempitan lapang pandang akibat gangguan saraf optic. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan COA yang dangkal dan rasio C:D meningkat. Diagnosis dibuat jika ditemukan TRIAS GLAUKOMA yaitu TIO meningkat, Kerusakan saraf optic, dan Penyempitan lapang-pandangan.

3.      Tujuan Terapi
a.       Menurunkan TIO dengan:
-          Mengurangi produksi HA
-          Melepaskan hambatan agar pengaliran dan pembuangan berjalan  lancar.
-          Mengurangi volume ocular

4.      Golongan Obat yang dipilih
a.       Untuk menurunkan TIO
Meningkatkan aliran keluar aqueous
Golongan Obat
Eficacy (Kemanjuran)
Safety (Keamanan)
Suitability (Kecocokan)
Parasimpato-mimetik, agonis kolinergik
· Menyebabkan kontraksi sfingter iris à konstriksi pupil.
· menstimulasi otot siliari à kontraksi korpus siliaris à membuka system drainase trabekular meshwork dan meningkatkan aliran aqueos humour à menurunkan TIO
ES pada mata : miosis disertai penglihtan suram, terutama pada pasien katarak, dan spasme akomodatif yang mungkin mengganggu pada pasien muda, reaksi alergi (jarang).

ES sistemik :  berkeringat, bradikardia, hipersalivasi, bronkospasme, kolik usus
KI : Asma bronchial, hipertiroid, insufisiensi koroner ulkus peptikum
Analog prostaglandin
Menurunkan TIO dengan cara meningkatkan aliran (outflow) aqueous humor.  Peningkatan drainase terjadi di suprachoroidal space di belakang iris, melawan trabekular meshwork.
ES : pigmentasi coklat yang menetap atau yang reversibel, iritasi okuler, hiperemi konjungtiva, erosi epitel pungtata.
KI : kehamilan atau merencanakan kehamilan
Epinefrin 
Mempengaruhi semua reseptor α dan β. Menstimulasi kontraksi pembuluh darah di korpus siliar sehingga mengurangi pembentukan aquos humor. Epinefrin juga meningkatkan ekskresi (outflow).
Weak - acting antiglaucoma medication.
Diberikan 2 x sehari
ES : rasa tidak nyaman setelah pemakaian dan dapat menyebabkan kemerahan konjungtiva.
Hati – hati pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler, DM, hipertiroidisme atau asma.
Supresi Produksi aqueous humor
Golongan Obat
Eficacy (Kemanjuran)
Safety (Keamanan)
Suitability (Kecocokan)
Penghambat beta adrenergic
Memblok aktivitas yang disebabkan oleh reseptor beta adrenergic (reseptor yang bertanggung awab pada peningkatan produksi aqous humor) à produksi aquos humor berkurang.
Diberikan 2 x sehari
ES : penurunan HR dan RR.
ES pada mata : mata kering sementara, iritasi mata, blefaro konjungtivitis alergik dan penurunan sensasi corneal.
KI : penyakit jantung dan pernafasan terutama asma dan COPD.
(karena reseptor β2 juga terdapat di jantung dan paru)
Pengham-bat karbonik anhidrase (CAIs)
Menurunkan kecepatan pembentukan aqueous humour sehingga menurunkan TIO.

(Karbonik anhidrase adalah enzim yang berperan penting dalam jalur fisiologi produksi aquos.)
ES : parestesia, hipokalemia, menurunnya nafsu makan, rasa mengantuk dan depresi, bintik merah pada kulit, batu ginjal.

ES pada mata dengan terapi sitemik jarang terjadi.
KI : pasien dengan alergi sulfonamid, penyakit jantung atau ginjal berat, insufisiensi adrenocortical dan  kehamilan.
Pengham-bat alpha adrenergic
Agoins α2 adrenergik berikatan dengan reseptor α2 à penurunan produksi aquos humor.
Sebagai terapi lini pertama atau sebagai tambahan, digunakan sebelum dan sesudah terapi laser.
ES : Reaksi alergi sering ditemukan. Kekeringan mulut.
KI : pasien dengan hipotensi sitemik






Pada kasus ini dipilih Penghambat karbonik anhidrase karena pemberian topikal dapat menurunkan TIO sebesar 15-25% dan pada pemberian secara sistemik dapat menurunkan TIO sebesar 25-40%. Pemberian secara sistemik memiliki efikasi yang lebih baik dari pada beta bloker.
Golongan beta-bloker juga dapat digunakan karena golongan ini memiliki risiko dan efek samping yang minimum pada penggunaannya baik dari terapi topikal maupun sistemik serta efektif dalam pencegahan kerusakan saraf optic akibat memburuknya glaucoma. Obat ini memiliki kemampuan untuk menurunkan TIO sebesar 20-30% dengan efek samping yang sangat minimal. Sediaan beta bloker selektif yang merupakan pilihan yang tepat untuk pasien, sedangkan harganya lumayan mahal serta tidak tersedia di puskesmas.
5.      Jenis Obat yang dipilih dari Golongan Karbonik anhidrase
Nama Obat
Eficacy
(Kemanjuran)
Safety
(Keamanan)
Suitability
(Kecocokan)
Cost
Asetazolamide
Sediaan
Ø Tablet, 125 mg dan 250 mg, action ; 8 - 12 jam
Ø Kapsul sustained – release, 500 mg, action ; 18 - 24 jam, 1 kapsul 2 x sehari.
Ø Parenteral , 500 mg, action ; 4 – 5 jam, indikasi : pe↓ TIO dengan cepat, dan terapi pra bedah glaucoma.

Dosis: 250 mg – 1 g / hari (dosis terbagi).
ES : parestesia, hipokalemia, menurunnya nafsu makan, rasa mengantuk dan depresi, bintik merah pada kulit, batu ginjal.
Indikasi : pengobatan glaukoma akut sudut terbuka, dan pasien yang TIO – nya tidak terkontrol dengan methazolami-de.
KI : pasien gangguan ginjal berat, kehamilan.
Asetazolamide
Tersedia di puskesmas

Diamox
Harga: Rp 90.000,- (tablet 250 mg x 100 tablet)

Methazolamide
Tersedia dalam bentuk tablet 25  atau 50 mg.  Dosis :  25 mg, 2 x sehari (maksimal 50 mg, 3 x sehari)
Merupakan obat pilihan ketika terapi sistemik diindikasikan pada glukoma.
ES : idem
KI : idem
-
Dichlorpenamide
Sediaan 50 mg,
CAI paling poten.
Diberikan 100 mg setiap 2 jam sampai diperoleh efek yang diinginkan, kemudian dikurangi, dosis maintenance 25 – 50 mg, 3 x sehari.
ES : Merupakan CAIs dengan insidensi efek yang tidak diinginkn paling besar
Indikasi : hanya digunakan saat obat lain dari golongan CAI gagal mengontrol TIO.
-
Dorzolamide
(Topical CAIs) 2%
Efek me↓ TIO lebih kecil daripada beta blocker à 20%
Pemberian ; 2 -3 kali sehari
ES : iritasi mata dan rasa pahit, blefarokon-jungtivitis alergi.
KI : idem
-

Obat yang digunakan : obat yang dipilih adalah Asetazolamide, dari segi efikasi semua obat dalam golongan hampir sama, namun Asetazolamide sediaannya mudah didapatkan di puskesmas.
6.      BSO dan Dosis
Nama obat
BSO
DOSIS
Asetozolamid
Tablet à 250 mg
diminum 3 x sehari, 250 mg



7.      Resep


 













                                                                                                                                                                 

Edukasi:
1.      Glaukoma adalah penyakit seumur hidup. Tidak dapat diobati seperti infeksi.
2.      Pasien dirujuk ke dokter spesialis mata untuk merencanakan pembedahan karena glaukoma akut disebabkan oleh kelainan anatomi sehingga harus dilakukan pembedahan.