Selasa, 06 November 2012

Inversio Uteri

INVERSIO UTERI
Kegawatdaruratan pada kala III yang dapat menimbulkan perdarahan adalah terjadinya inverse uterus. Inverse uterus adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit.
    Faktor-faktor yang memungkinkan hal itu terjadi adalah adanya atonia uteri, serviks yang masih terbuka lebar, dan adanya kekuatan yang menarik fundus ke bawah (misalnya karena plasenta akreta, inkreta, dan perkreta. Yang tali pusatnya ditarik keras ke bawah) atau ada tekanan pada fundus uteri dari atas (maneuver Crede) atau tekanan intra-abdominal yang keras dan tiba-tiba (misalnya batuk keras dan bersin).
Inversio Uteri ditandai dengan tanda-tanda:
•    Syok karena kesakitan
•    Perdarahan banyak bergumpal
•    Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta yang masih melekat.
•    Bila baru terjadi, maka prognosis cukup baik akan tetapi bila kejadiannya cukup lama, maka jepitan serviks yang mengecil akan membuat uterus mengalami iskemia, nekrosis dan infeksi.
Tindakan
Secara garis besar tindakan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1.    Memanggil bantuan anastesi dan memasang infuse untuk cairan/darah pengganti dan pemberian obat.
2.    Beberapa senter memberikan tokolitik/MGSO4 untuk melemaskan uterus yang terbalik sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke atas masuk ke dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus dalam posisi normal. Hal ini dapat dilakukan sewaktu plasenta terlepas atau tidak.
3.    Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil dikeluarkan dari rahim dan sambil memberikan uretonika lewat infuse atau intramuscular tangan tetap dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali normal dan tangan operator baru dilepaskan.
4.    Pemberian antibiotika dan transfuse darah sesuai dengan keperluan.
5.    Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras menyebabkan maneuver diatas tidak dapat dikerjakan, maka dilakukan laparotomi untuk reposisi dan kalau terpaksa dilakukan hiterektomi bila uterus telah mengalami infeksi dan nekrosis.

Sumber:
Winkjosastro, H. 2009.  Ilmu Kebidanan.  Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar