Selasa, 06 November 2012

Peritonitis

PERITONITIS
Peradangan peritoneum (membrane serosa yang melapisi organ abdomen dan menutupi visera abdomen) merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ abdomen (missal: apendisitis, salpingitis), perforasi saluran cerna atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon (pada kasus rupture apendiks) yang mencakup Escericia coli atau Bacteroides, sedangkan stafilokokus dan streptokokus seringkali masuk dari luar.
Peritonitis adalah inflamasi dai peritoneum, mungkin dapat local atau menyebar dari lokasinya, akut dan kronik pada perjalanan alami penyakitnya, pathogenesis infeksi atau asepsis. Periitonitias akut ini merupakan infeksi yang paling sering dan biasanya berhubungan dengan perforasi viskus (dan disebut sebagai peritonitis sekunder, artinya kuman didapat dari infeksi pada organ intrabdomen lain yang menyebar melalui perforasi). Ketika agent infeksi tidak berasal dari intraabdominal, infeksi peritonitis ini disebut primer atau spontan dimana kuman dari luar langsung menginfeksi peritoneum. Akut peritonitis yang berhubungan dengan berkurangnya aktivitas motorik usus, yang menghasilkan distensi pada lumen usus dengan udara dan cairan. Akumulasi cairan pada usus besar bersama dengan kekurangan intake oral yang memulai untuk deplesi volume intravaskuler dengan cepat yang memberi efek pada cardiac, renal dan system lainnya.
Etiologi
Agen infeksius menambah akses menuju rongga peritoneum melalui perforasi viscus, luka tajam pada dinding perut atau berasal dari eksternal seperti benda asing yang menjadi penyebabnya atau dari benda itu menjadi infeksi (seperti kateter dialisis peritonitis kronik). Tidak adanya imun compromise, kemampuan pertahanan host membrantas sedikit kontaminasi. Kondisi tersebut biasanya sangat memberi hasil pada perkenalan dari bakteri yang sampai ke peritoneum dari rupture appendix, rupture divertikulum, perforasi ulkus peptikum, hernia inkarserata, gangrene kandung empedu, volvulus, infark kolon, kanker, inflammatory bowel disease atau obstruksi usus. Bagaimanapun, panjangnya jarak mekanisme yang berperan memulai. Bakteri peritonitis juga dapat terjadi ketiadaan secara nyata sumber bakteri pada intraperitoneum ( primer atau bakteri peritonitis spontan). Kondisi ini terjadi pada keadaan asites dan sirosis hepatis dari 90% kasus, biasanya pada pasien dengan asites dengan konsentrasi rendah protein (<1 gr/dL).
Aseptic peritonitis mungkin dapat mengakibatkan iritasi peritoneum dengan adanya cairan fisiologik yang abnormal (seperti getah gaster, empedu, enzim pangkreas, darah atau urine) atau benda asing yang steril (seperti sponges bedah atau instrument lainnya, tepung dari sarung tangan bedah) pada rongga peritoneum atau komplikasi yang jarangdari penyakit sistemik seperti SLE, porphyria, atau familial Mediterranean fever. Iritasi dari bahan kimia pada peritoneum yang terbesar pada getah asam lambung dan enzim pangkreas. Pada peritonitis karena bahan kimia, mayoritas beresiko sebagai adanya infeksi bakteri sekunder.
 
Gambaran klinis
Manifestasi utama pada peritonitis adalah akut abdominal pain dan tenderness, biasanya dengan demam. Nyeri local yang dirasakan berdasarkan penyebab yang mendasari dan apakah inflamasi yang terloklisir atau generalisata. Lokasi peritonitis yang paling umum pada uncomplicated apendisitis dan diverticulitis, serta pada penemuan pemeriksaan fisik yaitu terbatas pada area inflamasi. Peritonitis generalisata yang berhubungan dengan tersebar luasnya inflamasi dan diffuse abdominal tenderness dan rebound. Kekakuan pada dinding abdomen hal yang umum pada yang terlokalisasi dan generalisata. Bising usus biasanya tidak ada. Takikardi, hipotensi dan tanda dehidrasi hal yang umum. Leukositosis dan tanda-tanda asidosis merupakan hasil laboratorium yang biasa ditemukan. Gambaran sederhana abdomen memperlihatkan tampakan dilatasi dari usus besar dan usus halus dengan edema pada dinding kolon.  Cairan bebas didaerah bawah diafragma berhubungan dengan perforasi viscus. CT-scan dan atau USG dapat mengidentifikasi adanya cairan bebas dan atau abses. Bilamana asites ditemukan dapat didiagnosis Paracentesis dengan sejumlah sel (>250 neutrofil/µL yang biasanya ada pada peritonitis), level protein dan laktat dehidrogenase dan kultur merupakan hal yang dibutuhkan. Pada pasien tua dan imunosupresan, tanda dari iritasi peritoneal mungkin lebih sulit untuk dideteksi.
Terapi dan prognosis
Terapi utama pada rehidrasi, koreksi abnormalitas elektrolit, antibiotic dan koreksi bedah untuk menekan kerusakan. Mortalitas yang terjadirata-rata < 10% untuk peritonitis tanpa komplikasi yang berhubungan dengan perforasi ulcer atau rupture apendik atau divertikulum dan sebaliknya pada kesehatan seseorang. Mortalitas rata-rata ≥ 40% yang dilaporkan pada orang tua dengan bermacam-macam penyakit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar