Kasus Emergensi 3
Seorang pasien
perempuan, berusia 35 tahun dibawa ke
UGD karena tiba-tiba pingsan di tengah pesta 15 menit yang lalu. Menurut
keluarga yang mengantar pasien mengalami keracunan makanan. Pasien tidak
mengalami mual dan muntah. Hasil pemeriksaan tanda vital : TD 70 mmHg/palpasi,
Nadi 120 kali/menit, sangat lemah, reguler,
RR 30 kali/menit, suhu 35,5 C.
1. Daftar Masalah
a.
Perempuan berusia 35 tahun tiba-tiba pingsan di tenagh
pesta 15 menit yang lalu
b.
Menurut keluarga yang mengantar pasien mengalami
keracunan makanan
c.
Hasil pemeriksaan tanda vital : TD 70 mmHg/palpasi, Nadi 120
kali/menit, sangat lemah, reguler, RR 30
kali/menit, suhu 35,5 C.
2. Diagnosis
Syok anafilaktik
3. Tujuan terapi
a.
Mengatasi keadaan akut syok anafilaktik
b.
Mencegah reaksi anafilaktik berat
c.
Rehidrasi cairan dan berlangsung lama
4. Golongan obat rasional
a.
Mengatasi keadaan akut syok anafilaktik
-
Golongan vasopressor
-
Golongan antihistamin
-
Golongan beta 2 agonis
-
Golongan metil xantin
-
Golongan kortikosteroid
Golongan obat yang digunakan adalah golongan vasopressor. Golongan ini
memiliki efek farmakologi membuat pembuluh darah berkonstriksi karena pada syok
anafilaktik, pembuluh darah mengalami dilatasi sehingga terjadi penurunan
tekanan darah secara drastis. Konstriksi pembuluh darah diperlukan untuk
meningkatkan tekanan darah untuk menjaga perfusi darah ke organ-oragn vital
seperti jantung dan otak.
Golongan beta 2 agonis dan metil xantin dapat digunakan sebagai
bronkodilator saluran nafas bawah yang mengalami obstruksi akibat reaksi
anafilaktik. Golongan obat yang dipilih sebagai bronkodilator adalaah golongan
metil xantin yang memiliki mekanisme kerja menghambat enzim fosfodiesterase dan
menyebabkan dilatasi bronkus.
Golongan antihistamin dapat digunakan untuk meminimalisir efek dari
sitokin hasil reaksi hipersensitivitas yaitu histamin. Obat ini juga dapat
diberikan jika memungkinkan pada keadaan syok anafilaktik.
b.
Mencegah reaksi anafilaktif berat dan berlangsung lama
-
Golongan vasopressor
-
Golongan antihistamin
-
Golongan beta 2 agonis
-
Golongan metil xantin
-
Golongan kortikosteroid
Golongan yang dipilih adalah
kortikosteroid. Reaksi anafilaktik erat kaitannya dengan proses inflamasi yang
dinduksi oleh allergen, sehingga penggunaan kortikosteroid efektif untuk
mengatasi hal ini. Kortikosteroid tidak bermanfaat pada reaksi anafilaktik akut,
tetapi sangat bermanfaat untuk mencegah rekasi anafilaktik yang berat dan
berlangsung lama (IPD FKUI).
c.
Rehidrasi cairan
1.
Hipotonik
2.
Isotonik
3.
Hipertonik
Cairan yang dipakai adalah cairan hipertonik. Cairan ini osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum,
sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam
pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan
mengurangi edema (bengkak). Pada reaksi anafilaktik terjadi perubahan
permeabilitas vaskuler generalisata yang menyebabkan cairan merembes keluar
pembuluh darah, sehingga cairan hipertonik cocok digunakan pada keadaan ini.
Cairan isotonik dapat juga digunakan, namun penggunaannya harus hati hati
dikarenakan dapat menyebabkan overload cairan jika tidak diawasi. Cairan
isotonik lebih cocok digunakan pada keadaan hipovolemia.
5.
Obat yang dipilih
a. Obat dari golongan Vasopressor
-
Efinefrin
-
Norefeniferin
-
Dopamin
-
Felinefrin
Obat yang dipilih dari golongan
vasopressor adalah efinefrin. Berdasarkan penatalaksanaan syok anafilaktik,
apabila diagnosis telah ditegakkan, pemberian efinefrin sebagai lini pertama
tidak boleh ditunda. Efinefrin merupakan analog mediator kimiawi efinefrin di
dalam tubuh yang bekerja sebagai neurotrasnmitter eksitasi pada neuron post
sinaptik pada sistem saraf simpatis sehingga efeknya dapat menyebabkan
konstriksi pada pembuluh darah, meningkatkan kerja jantung, dan dilatasi
saluran nafas.
Obat
dari golongan metil-xantin yang digunakan adalah aminofilin. Obat ini biasa
digunakan pada status asmaticus pada pasien asma. Obat ini cocok digunakan pada
reaksi anafilaktik yang menyebabkan obstruksi saluran nafas. Obat ini bekerja menurunkan aktifitas sel limfosit
yang menyebabkan inflamasi di saluran nafas sehingga edema pada laring dan
bronkus dapat berkurang. Obat ini juga dapat bekerja langsung menyebabkan
dilatasi dari saluran nafas sehingga mengurangi spasme bronkus yang disebabkan
oleh reaksi anafilaktik.
Obat
yang dipilih dari golongan anti histamin adalah ranitidin. Obat ini merupakan
anti histamin 2 yang biasa digunakan pada syok anafilaktik. Obat ini mudah
didapatkan dan tersedia dalam bentuk injeksi. Obat ini juga tidak memiliki efek
samping terhadap jantung dan saluran nafas.
b. Obat dari golongan kortikosteroid
-
Hidrokortison
-
Prednison
-
Prednisolon
-
Dexametason
-
Betamethason
-
Metil-prednisolon
Obat yang dipilih adalah hidrokortison
karena memiliki sediaan intravena yang cocok digunakan pada pasien yang
mengalami penurunan kesadaran. Prednison dapat diberikan jika pasien sadar. Duration of action dari hidrokortison
tergolong short action sehingga efek
samping yang ditimbulkan kortikosteroid seperti edema dapat diminimalisir.
Dexametason dan betametason tidak digunakan karena merupakan kortikosteroid
dengan long action dan sediaannya
dalam bentuk oral.
c. Cairan hipertonik
-
Dextrose 5%
-
produk darah
(darah)
-
albumin.
Cairan yang dipilih adalah dextrose 5%. Cairan
ini bersifat hipertonik yang dapat mempertahankan cairan intravaskular dan
menarik cairan ekstravaskular ke dalam intravaskular. Kandungan glukosanya
dapat menjadi sumber energi untuk keadaan syok. Kadar gula darah pasien harus
dilihat sebelum memberikan cairan ini.
6.
BSO dan Dosis
a. Efinefrin
Efinefrin
1 : 1000 diberikan 0,01 ml/kgBB maksimal 0,3 ml subkutan dan dapat diulang
setiap 15-20 menit sampai 3-4 kali. Dosis ini diberikan pada kondisi akut syok
anafilaktik. Jika kondisi memburuk dapat diberikan 0,5 ml/kgBB injeksi
intramuskular (IPD FKUI). Wanita usia 35 tahun memiliki berat badan sekitar 50
kg, sehingga dosis efinefrin pada pasien ini yaitu 0,5 ml injeksi subkutan.
b. Aminofilin
Dosis
aminofilin 5-6 mg/kgBB yang diencerkan dalam 20cc dextrose dan diberikan secara
perlahan melalui injeksi intravena sekitar 15 menit (IPD FKUI)
c. Hidrokortison
Hidrokortison
diberikan melalui injeksi intravena dengan dosis 5 mg/kgBB. Diberikan setiap 6
jam (IPD FKUI). Dosis pada pasien ini dengan berat badan sekitar 50 kg adalah
250 mg injeksi intravena.
d. Ranitidin
Bentuk
sediaan yang digunakan adalah injeksi intravena. Dosis pemberian 50 mg IV dapat
diberikan bersama dengan steroid.
e. Cairan dextrose 5%
Tidak ada komentar:
Posting Komentar