Senin, 26 November 2012

POSR Emergensi 3


Kasus Emergensi 3
Seorang pasien perempuan, berusia 35 tahun  dibawa ke UGD karena tiba-tiba pingsan di tengah pesta 15 menit yang lalu. Menurut keluarga yang mengantar pasien mengalami keracunan makanan. Pasien tidak mengalami mual dan muntah. Hasil pemeriksaan tanda vital : TD 70 mmHg/palpasi, Nadi 120 kali/menit, sangat lemah, reguler,  RR 30 kali/menit, suhu 35,5 C.

1.      Daftar Masalah
a.       Perempuan berusia 35 tahun tiba-tiba pingsan di tenagh pesta 15 menit yang lalu
b.      Menurut keluarga yang mengantar pasien mengalami keracunan makanan
c.       Hasil pemeriksaan tanda vital : TD 70 mmHg/palpasi, Nadi 120 kali/menit, sangat lemah, reguler,  RR 30 kali/menit, suhu 35,5 C.
2.      Diagnosis
Syok anafilaktik
3.      Tujuan terapi
a.       Mengatasi keadaan akut syok anafilaktik
b.      Mencegah reaksi anafilaktik berat
c.       Rehidrasi cairan dan berlangsung lama
4.      Golongan obat rasional
a.       Mengatasi keadaan akut syok anafilaktik
-          Golongan vasopressor
-          Golongan antihistamin
-          Golongan beta 2 agonis
-          Golongan metil xantin
-          Golongan kortikosteroid
Golongan obat yang digunakan adalah golongan vasopressor. Golongan ini memiliki efek farmakologi membuat pembuluh darah berkonstriksi karena pada syok anafilaktik, pembuluh darah mengalami dilatasi sehingga terjadi penurunan tekanan darah secara drastis. Konstriksi pembuluh darah diperlukan untuk meningkatkan tekanan darah untuk menjaga perfusi darah ke organ-oragn vital seperti jantung dan otak.

Golongan beta 2 agonis dan metil xantin dapat digunakan sebagai bronkodilator saluran nafas bawah yang mengalami obstruksi akibat reaksi anafilaktik. Golongan obat yang dipilih sebagai bronkodilator adalaah golongan metil xantin yang memiliki mekanisme kerja menghambat enzim fosfodiesterase dan menyebabkan dilatasi bronkus.

Golongan antihistamin dapat digunakan untuk meminimalisir efek dari sitokin hasil reaksi hipersensitivitas yaitu histamin. Obat ini juga dapat diberikan jika memungkinkan pada keadaan syok anafilaktik.
b.      Mencegah reaksi anafilaktif berat dan berlangsung lama
-          Golongan vasopressor
-          Golongan antihistamin
-          Golongan beta 2 agonis
-          Golongan metil xantin
-          Golongan kortikosteroid
Golongan yang dipilih adalah kortikosteroid. Reaksi anafilaktik erat kaitannya dengan proses inflamasi yang dinduksi oleh allergen, sehingga penggunaan kortikosteroid efektif untuk mengatasi hal ini. Kortikosteroid tidak bermanfaat pada reaksi anafilaktik akut, tetapi sangat bermanfaat untuk mencegah rekasi anafilaktik yang berat dan berlangsung lama (IPD FKUI).
c.       Rehidrasi cairan
1.      Hipotonik
2.      Isotonik
3.      Hipertonik
Cairan yang dipakai adalah cairan hipertonik. Cairan ini osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Pada reaksi anafilaktik terjadi perubahan permeabilitas vaskuler generalisata yang menyebabkan cairan merembes keluar pembuluh darah, sehingga cairan hipertonik cocok digunakan pada keadaan ini. Cairan isotonik dapat juga digunakan, namun penggunaannya harus hati hati dikarenakan dapat menyebabkan overload cairan jika tidak diawasi. Cairan isotonik lebih cocok digunakan pada keadaan hipovolemia.

5.      Obat yang dipilih
a.       Obat dari golongan Vasopressor
-          Efinefrin
-          Norefeniferin
-          Dopamin
-          Felinefrin
Obat yang dipilih dari golongan vasopressor adalah efinefrin. Berdasarkan penatalaksanaan syok anafilaktik, apabila diagnosis telah ditegakkan, pemberian efinefrin sebagai lini pertama tidak boleh ditunda. Efinefrin merupakan analog mediator kimiawi efinefrin di dalam tubuh yang bekerja sebagai neurotrasnmitter eksitasi pada neuron post sinaptik pada sistem saraf simpatis sehingga efeknya dapat menyebabkan konstriksi pada pembuluh darah, meningkatkan kerja jantung, dan dilatasi saluran nafas.

Obat dari golongan metil-xantin yang digunakan adalah aminofilin. Obat ini biasa digunakan pada status asmaticus pada pasien asma. Obat ini cocok digunakan pada reaksi anafilaktik yang menyebabkan obstruksi saluran nafas. Obat ini  bekerja menurunkan aktifitas sel limfosit yang menyebabkan inflamasi di saluran nafas sehingga edema pada laring dan bronkus dapat berkurang. Obat ini juga dapat bekerja langsung menyebabkan dilatasi dari saluran nafas sehingga mengurangi spasme bronkus yang disebabkan oleh reaksi anafilaktik.

Obat yang dipilih dari golongan anti histamin adalah ranitidin. Obat ini merupakan anti histamin 2 yang biasa digunakan pada syok anafilaktik. Obat ini mudah didapatkan dan tersedia dalam bentuk injeksi. Obat ini juga tidak memiliki efek samping terhadap jantung dan saluran nafas.

b.      Obat dari golongan kortikosteroid
-          Hidrokortison
-          Prednison
-          Prednisolon
-          Dexametason
-          Betamethason
-          Metil-prednisolon
Obat yang dipilih adalah hidrokortison karena memiliki sediaan intravena yang cocok digunakan pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran. Prednison dapat diberikan jika pasien sadar. Duration of action dari hidrokortison tergolong short action sehingga efek samping yang ditimbulkan kortikosteroid seperti edema dapat diminimalisir. Dexametason dan betametason tidak digunakan karena merupakan kortikosteroid dengan long action dan sediaannya dalam bentuk oral.
c.       Cairan hipertonik
-          Dextrose 5%
-          produk darah (darah)
-          albumin.
Cairan yang dipilih adalah dextrose 5%. Cairan ini bersifat hipertonik yang dapat mempertahankan cairan intravaskular dan menarik cairan ekstravaskular ke dalam intravaskular. Kandungan glukosanya dapat menjadi sumber energi untuk keadaan syok. Kadar gula darah pasien harus dilihat sebelum memberikan cairan ini.
6.      BSO dan Dosis
a.       Efinefrin
Efinefrin 1 : 1000 diberikan 0,01 ml/kgBB maksimal 0,3 ml subkutan dan dapat diulang setiap 15-20 menit sampai 3-4 kali. Dosis ini diberikan pada kondisi akut syok anafilaktik. Jika kondisi memburuk dapat diberikan 0,5 ml/kgBB injeksi intramuskular (IPD FKUI). Wanita usia 35 tahun memiliki berat badan sekitar 50 kg, sehingga dosis efinefrin pada pasien ini yaitu 0,5 ml injeksi subkutan.
b.      Aminofilin
Dosis aminofilin 5-6 mg/kgBB yang diencerkan dalam 20cc dextrose dan diberikan secara perlahan melalui injeksi intravena sekitar 15 menit (IPD FKUI)
c.       Hidrokortison
Hidrokortison diberikan melalui injeksi intravena dengan dosis 5 mg/kgBB. Diberikan setiap 6 jam (IPD FKUI). Dosis pada pasien ini dengan berat badan sekitar 50 kg adalah 250 mg injeksi intravena.
d.      Ranitidin
Bentuk sediaan yang digunakan adalah injeksi intravena. Dosis pemberian 50 mg IV dapat diberikan bersama dengan steroid.
e.       Cairan dextrose 5%

Tidak ada komentar:

Posting Komentar