Perkembangan
zaman banyak menghasilkan berbagai ide dan inovasi baru. Perkembangan teknologi
sudah menghasilkan berbagai terobosan yang mutakhir. Perkembangan tersebut
membawa manusia pada bebagai kemajuan di bidang ekonomi., kesehatan,
bioteknologi, dll. Kemajuan ini ada kalanya bermanfaat bagi manusia dan ada
kalanya berdampak negatif bagi manusia.
Salah satu kemajuan yang memiliki
dampak positif dan negatif tersebut adalah kemajuan di bidang pengolahan
makanan dalam bentuk kaleng maupun botol. Dalam pengolahan makanan ini biasanya
terdapat zat pengawet (preservatives).
Zat
pengawet ada yang sintesis dan ada pula yang alami. Bahan pengawet ini
dicampurkan di makanan untuk memperpanjang daya tahan suatu makanan. Makanan
yang beredar di pasaran menggunakan pengawet sintesis. Penggunaan pengawet ini
membuat makanan dapat bertahan hingga berbulan-bulan. Selain itu pengawet juga
digunakan bertujuan agar rasa dan warna makanan lebih menarik.
Namun
dibalik manfaatnya, pengawet sintesis dapat berdampak buruk bagi kesehatan.
banyak masyarakat yang tidak mengetahui dampak dari penggunaan pengawet ini. Masyarakat
sekarang ini banyak yang mengkonsumsi makanan instan tanpa memperhatikan
kandungan Sehingga sering kita lihat kasus penggunaan pengawet pada makanan
dapat menimbulkan keracunan.
Makanan
merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Manusia akan membutuhkan makanan
sebagai sumber energi untuk hidup dan melakukan aktifitas sehari-hari. Makanan
akan diolah dan akan menghasilkan zat makanan yang berguna bagi tubuh.
Mengingat pentingnya makanan ini, kita harus menkonsumsi makanan yang sesuai
dengan syarat makanan bergizi. Makanan bergizi tersebut harus mengandung
nutrien makanan dan tidak mengandung zat aditif.
Menurut
Hananto (2004:78):
Makanan bergizi adalah makanan yang
cukup kwalitas dan kawantitasnya serta mengandung unsur yang dibutuhkan tubuh
dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Syarat Makanan bergizi meliputi mengandung
protein,karbohidrat,lemak,vitamin dan mineral yang cukup, mengenyangkan, termasuk
dalam 4 sehat 5 sempurna, bersih dari bakteri dan kuman atau penyakit, serta makanan
yang tidak mengandung bahan adittif dan kimia.
Di Indonesia sendiri, para produsen
makanan telah banyak menggunakan pengawet untuk produksi makanannya. Hal ini
terutama sering kita temukan pada makanan yang dijajakan di pinggir jalan. “80% dari jajanan (makanan dan minuman) sekolah dinyatakan
mengandung bahan berbahaya bagi kesehatan seperti” (BPOM, 2003).
Bahan pengawet merupakan salah satu
dari zat aditif. Zat aditif ini ada yang sintesis dan alami. Zat aditif
merupakan zat kimia yang biasa dicampurkan ke dalam makanan untuk tujuan
tertentu. “Zat aditif adalah bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan
untuk berbagai alasan seperti
meningkatkan rasa, menghentikan makanan kering dan untuk menjaga makanan
agar tetap segar.” (Grant, 1999)
Zat
pengawet tersebut digunakan dalam pengolahan makanan. Zat tersebut dapat
menimbulkan dampak negative apabila digunakan secara berlebihan. “Pengawet makanan termasuk dalam kelompok zat tambahan
makanan yang bersifat inert secara farmakologik (efektif dalam jumlah kecil dan
tidak toksis)” (Harmita, 2004).
Beberapa
zat pengawet kimia yang biasa digunakan di pasaran diantaranya asam benzoat,
kalium nitrit, kalium propinoat, BHA, natrium metasulfat, natamysin, dan kalium
asetat.
Asam benzoat
adalah bahan pengawet yang sering dipakai dalam pembuatan makanan. Bahan
pengawet ini dicampurkan dalam suatu produk makanan dengan tujuan untuk
mempertahankan bahan pangan dari serangan mikroba.
“Asam
benzoat disebut juga senyawa antimikroba karena tujuan penggunaan zat pengawet
ini dalam makanan untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri terutama untuk
makanan yang telah dibuka dari kemasannya. (Achmad, 2009).” .
Kalium nitrit
merupakan bahan pengawet sintetis yang berwarna putih atau kuning. Bahan ini
dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Kalium nitrit mempunyai efektivitas
sangat tinggi karena dapat membunuh bakteri dalam kurun waktu yang relatif
singkat. Pengawet ini sering digunakan pada daging dan ikan.
Kalsium propionat
termasuk golongan asam propionat. Penggunaan kedua pengawet ini untuk mencegah
tumbuhnya jamur atau kapang. Jamur dan kapang sangat merugikan dalam makanan
karena dapat mempercepat pembusukan. Bahan pengawet ini biasanya digunakan
untuk produk roti dan tepung, .
Natamysin
adalah bahan pengawet yang tidak aman bila dikonsumsi walaupun bahan pengawet
ini juga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dalam makanan/minuman. Di
dalam tubuh, natamysin ini juga bersifat toksin/racun sehingga bahan pengawet
ini dilarang untuk dicampurkan ke dalam produk makanan/minuman baik sedikit
maupun banyak.
Kalium asetat
merupakan jenis pengawet sintetis yang juga tidak aman bila dikonsumsi. Memang
kalium asetat ini dapat mengawetkan makanan/minuman. Akan tetapi, kalium asetat
juga merupakan racun bila masuk ke dalam tubuh. Untuk memperoleh rasa asam,
makanan/minuman umumnya ditambahi pengawet ini.
BHA
merupakan pengawet semacam antioksidan sintetis. Pengawet ini digunakan untuk
menghindari makanan dari rasa tengik (warna dan rasa berubah) akibat makanan
teroksidasi oksigen.
Menurut Arisman (2008:59):
Antioksidan
adalah zat yang ditambahkan untuk menstabilkan makanan agar mutunya tidak
berubah akibat oksidasi oleh oksigen … , fungsi antioksidan secara umum adalah
mencegah, memperlambat, atau meminimalkan proses oksidasi makanan.
Penggunaan
zat pengawet di atas secara berlebihan dapt menimbulkan dampak negatif bagi
kesehatan. Oleh karena itu penggunaannya harus sesuai dengan batasan yang telah
ditetapkan. Dampak tersebut antara lain:
·
Asam benzoate apabila digunakan secara
berlebihan dapat menghambat enzim pencernaan untuk sementara waktu dan
menurunkan kadar glisin. Selain itu zat ini juga dapat mengganggu pernafasan
khususnya pada penderita asma.
·
Kalium nitrit dapat menyebabkan
keracunan apabila digunakan secara berlebihan. Selain itu zat ini dapat
menimbulkan anemia, sesak nafas, sakit kepala, dan radang ginjal.
·
Kalium propionat dapat menimbulkan
migren dan kesulitan tidur apabila digunakan secara berlebihan.
·
Natamysin dapat menimbulkan gangguan
pencernaan yang menyebabkan orang tersebut mual dan muntah-muntah dan dapat
menimbulkan luka pada selaput kulit.
·
Kalium asetat dapat menyebabkan rusaknya
fungsi ginjal karena zat ini sulit dikeluarnkan oleh ginjal.
·
BHA dapat menjadi karsinogen penyebab
kanker apabila dikonsumsi berlebih.
Pengawet
di atas merupakan pengawet yang diizinkan oleh pemerintah. Namun batasan
penggunaannya diatur oleh peraturan pemerintah. “Dalam Permenkes No. 722 tahun
1988 telah dicantumkan batas maksimum penggunaan bahan pengawet untuk masing –
masing jenis / bahan makanan.” (BPOM, 2003).
Ada
beberapa zat pengawet yang dilarang pemerintah beredar di pasaran. Yang paling
marak diberitakan saat ini yaitu boraks dan formalin. Banyak sekali ditemukan
makanan yang mnegandung zat berbahaya ini. Biasanya makanan ini digunakan dalam
proses pembuatan tahu dan mie. “98 sampel produk makanan dengan rincian 23 sampel mie basah -15 produk
tercemar formalin (65 %), 34 sampel aneka ikan asin - 22 sampel tercemar ( 64,7%), 41 sampel tahu semuanya tercemar
(100%).” (BPOM, 2003)
Formalin
merupakan zat kimia yang mudah larut dalam air. Zat ini dapat digunakan untuk
pengawetan. Zat ini biasa digunakan untuk pengawetan mayat. Penyalahgunaan zat
ini ke dalam produk makanan tentunya akan berdampak pada kesehatan.
Menurut
Winarno dan Rahayu (1994:97):
Formalin
adalah nama dagang dari larutan formaldehida dalam air. Formalin termasuk
senyawa disenfektan kuat untuk membasmi bakteri pembusuk. Formalin dapat
menimbulkan mual, muntah, depresi, gangguan susunan saraf, dan gangguan
peredaran darah.
Selain formalin, penggunaan boraks
pada makanan juga banyak ditemukan. Biasanya penggunaan boraks ini ditemukan
dalam pembuatan makanan tradisional sepeti kerupuk. Hal ini dilakukan untuk
menjaga kerupuk agar dapat bertahan lama dan tidak “anyep”.
Dalam bukunya Winarno dan Rahayu
menjelaskan (1994:101):
Boraks
merupakan kristal lunak yang mengandung unsur boron dan mudah larut dalam air.
Pengawetan boraks disebabkan adanya senyawa aktif asam borak yang merupakan
asam organik lemah yang digunakan sebagai antiseptic.
Sama halnya sepertinya formalin,
penggunaan boraks dalam makanan juga dapat berdampak bagi kesehatan. Boraks
yang dikonsumsi berlebih akan diserap kumulatif oleh tubuh dalam hati dan otak.
Dosis tinggi mengkonsumsi boraks dapat menyebabkan kematian.
Apabila
kita mengkonsumsi bahan-bahan pengawet di atas itu tidak secara
berlebihan/masih di bawah ambang batas, maka kita tidak perlu khawatir karena
tubuh kita memiliki detoksifikasi (perombak) bahan pengawet sintetis yang
sangat efektif. Sistem detoksifikasi manusia terdapat pada ginjal dan hati.
Bahan pengawet yang ada dalam tubuh manusia akan disaring pada ginjal dan
dikeluarkan ureter yang akan ikut terbuang melalui urin.
Bahan-bahan
pengawet di atas akan tergabung dengan glisin di dalam hati dan membentuk asam
hippurat yang akan dikeluarkan lewat urin.” (Wibbertmann, et al. 2005:7)
Zat pengawet sudah kita
ketahui sangat berdampak buruk bagi tubuh apabila dikonsumsi secara berlebih.
Untuk itu sangat penting bagi kita megetahui makanan dan kandungan makanan yang
kita konsumsi. Para konsumen harus memiliki pengetahuan tentang hal ini. Selain
itu diperlukan kesadaran dan pengetahuan produsen akan bahayanya penggunaan zat
pengawet secara berlebih. Pemerintah juga perlu mengembangkan pendidikan kepada
konsumen dan produsen melalui tv, radio, dan sosialisasi langsung. Dapat pula
dibentuk tim pakar keamanan pangan untuk masyrakat agar masyarakat mendapat
pengetahuan yang jelas mengenai suatu kasus.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa zat pengawet merupakan zat kimia yang dicampurkan ke dalam makanan. Zat
tersebut adalah asam benzoat, kalium nitrit, kalium propinoat, BHA, natrium
metasulfat, natamysin, dan kalium asetat. Selain zat tersebut terdapa pula
formalin dan boraks yang digunakan dalam
makana. Apabila zat-zat tersebut dikonsumsi secara berlebihan dapat
menimbulkan dampak negative pada tubuh. Tubuh akan mengalami gangguan
kesehatan, antara lain sakit kepala, gangguan percernaan, gangguan pernafasan,
alergi, gatal-gatal, dan radang ginjal. Bahan pengawet yang masuk dalam tubuh
yang tidak melebihi ketentuan ambang batas yang diperbolehkan adalah tidak
berbahaya karena bahan pengawet ini dapat dirombak di dalam hati dan
dikeluarkan ginjal lewat urin.
DAFTAR PUSTAKA
Arisman. (2008). Keracunan Makanan. Buku Ajar Ilmu Gizi.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2003). Mengenal Bahan Pengawet Dalam Produk Pangan. Available from: http://www.pom.go.id/public/berita_aktual/detail.asp?id=98&qs_menuid=2 (Accessed 29 September 2009)
Collins, E.B. (n.d). Preservatives in Dairy Food. Journal of Dairy Sciense, 3. Available
from:
http://jds.fass.org/cgi/reprint/54/1/148 (Acessed 25 September 2009).
Grant, S. (1999). The Senate Adjourment. Food Addictive by Authority of Senate. Commonwealth of Australia.
Avalaible from : http://parlinfo.aph.gov.au/parlInfo/genpdf/chamber/.../hansard_frag.pdf;... (Accessed 29 September 2009)
Harmita. (n.d). Amankah Pengawet
Makanan Bagi Manusia. Avalaible from: http://www.jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2006/v03n01/opini0301.pdf (Accessed 25 September 2009).
Lai,
C.K and Chan, C.H. (1993). Effect
of preservative onthe efficacy
of terbutaline nebuliser
solution in atopic asthma, 5: 566-68. Avalaible from: http://thorax.bmj.com/cgi/reprint/48/5/566 (Accessed 25 September 2005)
Lutfi, A. (2009). Zat Aditif pada
Makanan. Available from: http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/zat-aditif/ (Accessed 25 September 2009).
Sari, W.R. (2008). Dangerous Junk
Food. Yogyakarta: O2.
United States Environmental Protection Agency. (1991). Inorganic
Nitrate/Nitrite
(Sodium and Potassium
Nitrates). Avalaible from: http://www.epa.gov/oppsrrd1/REDs/factsheets/4052fact.pdf (Accessed 29 September 2009)
Wibbertmann, A, et al.
(2005). BENZOIC ACID AND SODIUM BENZOATE.
Avalaible from: www.who.int/ipcs/publications/cicad/cicad26_rev_1.pdf -
(Accessed 29 September 2009).
Winarno, F.G dan Rahayu
S.T. (1994). Bahan Tambahan Untuk Makanan
dan Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Wiryo, H. (2004). Gizi
Masyarakat (Community Nutrition). Mataram: UPT Mataram University Press.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus