Minggu, 19 Agustus 2012

PENGAWET MAKANAN SINTESIS


Perkembangan zaman banyak menghasilkan berbagai ide dan inovasi baru. Perkembangan teknologi sudah menghasilkan berbagai terobosan yang mutakhir. Perkembangan tersebut membawa manusia pada bebagai kemajuan di bidang ekonomi., kesehatan, bioteknologi, dll. Kemajuan ini ada kalanya bermanfaat bagi manusia dan ada kalanya berdampak negatif bagi manusia.
            Salah satu kemajuan yang memiliki dampak positif dan negatif tersebut adalah kemajuan di bidang pengolahan makanan dalam bentuk kaleng maupun botol. Dalam pengolahan makanan ini biasanya terdapat zat pengawet (preservatives).
Zat pengawet ada yang sintesis dan ada pula yang alami. Bahan pengawet ini dicampurkan di makanan untuk memperpanjang daya tahan suatu makanan. Makanan yang beredar di pasaran menggunakan pengawet sintesis. Penggunaan pengawet ini membuat makanan dapat bertahan hingga berbulan-bulan. Selain itu pengawet juga digunakan bertujuan agar rasa dan warna makanan lebih menarik.
Namun dibalik manfaatnya, pengawet sintesis dapat berdampak buruk bagi kesehatan. banyak masyarakat yang tidak mengetahui dampak dari penggunaan pengawet ini. Masyarakat sekarang ini banyak yang mengkonsumsi makanan instan tanpa memperhatikan kandungan Sehingga sering kita lihat kasus penggunaan pengawet pada makanan dapat menimbulkan keracunan.
Makanan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Manusia akan membutuhkan makanan sebagai sumber energi untuk hidup dan melakukan aktifitas sehari-hari. Makanan akan diolah dan akan menghasilkan zat makanan yang berguna bagi tubuh. Mengingat pentingnya makanan ini, kita harus menkonsumsi makanan yang sesuai dengan syarat makanan bergizi. Makanan bergizi tersebut harus mengandung nutrien makanan dan tidak mengandung zat aditif.

Menurut Hananto (2004:78):
Makanan bergizi adalah makanan yang cukup kwalitas dan kawantitasnya serta mengandung unsur yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Syarat Makanan bergizi meliputi mengandung protein,karbohidrat,lemak,vitamin dan mineral yang cukup, mengenyangkan, termasuk dalam 4 sehat 5 sempurna, bersih dari bakteri dan kuman atau penyakit, serta makanan yang tidak mengandung bahan adittif dan kimia.
            Di Indonesia sendiri, para produsen makanan telah banyak menggunakan pengawet untuk produksi makanannya. Hal ini terutama sering kita temukan pada makanan yang dijajakan di pinggir jalan.80% dari jajanan (makanan dan minuman) sekolah dinyatakan mengandung bahan berbahaya bagi kesehatan seperti” (BPOM, 2003).
            Bahan pengawet merupakan salah satu dari zat aditif. Zat aditif ini ada yang sintesis dan alami. Zat aditif merupakan zat kimia yang biasa dicampurkan ke dalam makanan untuk tujuan tertentu. “Zat aditif adalah bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk berbagai alasan seperti  meningkatkan rasa, menghentikan makanan kering dan untuk menjaga makanan agar tetap segar.” (Grant, 1999)
Zat pengawet tersebut digunakan dalam pengolahan makanan. Zat tersebut dapat menimbulkan dampak negative apabila digunakan secara berlebihan. “Pengawet makanan termasuk dalam kelompok zat tambahan makanan yang bersifat inert secara farmakologik (efektif dalam jumlah kecil dan tidak toksis)” (Harmita, 2004).
Beberapa zat pengawet kimia yang biasa digunakan di pasaran diantaranya asam benzoat, kalium nitrit, kalium propinoat, BHA, natrium metasulfat, natamysin, dan kalium asetat.
Asam benzoat adalah bahan pengawet yang sering dipakai dalam pembuatan makanan. Bahan pengawet ini dicampurkan dalam suatu produk makanan dengan tujuan untuk mempertahankan bahan pangan dari serangan mikroba.
“Asam benzoat disebut juga senyawa antimikroba karena tujuan penggunaan zat pengawet ini dalam makanan untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri terutama untuk makanan yang telah dibuka dari kemasannya. (Achmad, 2009).” .
Kalium nitrit merupakan bahan pengawet sintetis yang berwarna putih atau kuning. Bahan ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Kalium nitrit mempunyai efektivitas sangat tinggi karena dapat membunuh bakteri dalam kurun waktu yang relatif singkat. Pengawet ini sering digunakan pada daging dan ikan.
Kalsium propionat termasuk golongan asam propionat. Penggunaan kedua pengawet ini untuk mencegah tumbuhnya jamur atau kapang. Jamur dan kapang sangat merugikan dalam makanan karena dapat mempercepat pembusukan. Bahan pengawet ini biasanya digunakan untuk produk roti dan tepung, .
Natamysin adalah bahan pengawet yang tidak aman bila dikonsumsi walaupun bahan pengawet ini juga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dalam makanan/minuman. Di dalam tubuh, natamysin ini juga bersifat toksin/racun sehingga bahan pengawet ini dilarang untuk dicampurkan ke dalam produk makanan/minuman baik sedikit maupun banyak.
Kalium asetat merupakan jenis pengawet sintetis yang juga tidak aman bila dikonsumsi. Memang kalium asetat ini dapat mengawetkan makanan/minuman. Akan tetapi, kalium asetat juga merupakan racun bila masuk ke dalam tubuh. Untuk memperoleh rasa asam, makanan/minuman umumnya ditambahi pengawet ini.
BHA merupakan pengawet semacam antioksidan sintetis. Pengawet ini digunakan untuk menghindari makanan dari rasa tengik (warna dan rasa berubah) akibat makanan teroksidasi oksigen.
 Menurut Arisman (2008:59):
Antioksidan adalah zat yang ditambahkan untuk menstabilkan makanan agar mutunya tidak berubah akibat oksidasi oleh oksigen … , fungsi antioksidan secara umum adalah mencegah, memperlambat, atau meminimalkan proses oksidasi makanan.
Penggunaan zat pengawet di atas secara berlebihan dapt menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan. Oleh karena itu penggunaannya harus sesuai dengan batasan yang telah ditetapkan. Dampak tersebut antara lain:
·         Asam benzoate apabila digunakan secara berlebihan dapat menghambat enzim pencernaan untuk sementara waktu dan menurunkan kadar glisin. Selain itu zat ini juga dapat mengganggu pernafasan khususnya pada penderita asma.
·         Kalium nitrit dapat menyebabkan keracunan apabila digunakan secara berlebihan. Selain itu zat ini dapat menimbulkan anemia, sesak nafas, sakit kepala, dan radang ginjal.
·         Kalium propionat dapat menimbulkan migren dan kesulitan tidur apabila digunakan secara berlebihan.
·         Natamysin dapat menimbulkan gangguan pencernaan yang menyebabkan orang tersebut mual dan muntah-muntah dan dapat menimbulkan luka pada selaput kulit.
·         Kalium asetat dapat menyebabkan rusaknya fungsi ginjal karena zat ini sulit dikeluarnkan oleh ginjal.
·         BHA dapat menjadi karsinogen penyebab kanker apabila dikonsumsi berlebih.
Pengawet di atas merupakan pengawet yang diizinkan oleh pemerintah. Namun batasan penggunaannya diatur oleh peraturan pemerintah. “Dalam Permenkes No. 722 tahun 1988 telah dicantumkan batas maksimum penggunaan bahan pengawet untuk masing – masing jenis / bahan makanan.” (BPOM, 2003).
Ada beberapa zat pengawet yang dilarang pemerintah beredar di pasaran. Yang paling marak diberitakan saat ini yaitu boraks dan formalin. Banyak sekali ditemukan makanan yang mnegandung zat berbahaya ini. Biasanya makanan ini digunakan dalam proses pembuatan tahu dan mie. “98 sampel produk makanan  dengan rincian 23 sampel mie basah -15 produk tercemar formalin (65 %), 34 sampel aneka ikan asin - 22 sampel  tercemar ( 64,7%), 41 sampel tahu semuanya tercemar (100%).” (BPOM, 2003)
Formalin merupakan zat kimia yang mudah larut dalam air. Zat ini dapat digunakan untuk pengawetan. Zat ini biasa digunakan untuk pengawetan mayat. Penyalahgunaan zat ini ke dalam produk makanan tentunya akan berdampak pada kesehatan.
Menurut Winarno dan Rahayu (1994:97):
Formalin adalah nama dagang dari larutan formaldehida dalam air. Formalin termasuk senyawa disenfektan kuat untuk membasmi bakteri pembusuk. Formalin dapat menimbulkan mual, muntah, depresi, gangguan susunan saraf, dan gangguan peredaran darah.
            Selain formalin, penggunaan boraks pada makanan juga banyak ditemukan. Biasanya penggunaan boraks ini ditemukan dalam pembuatan makanan tradisional sepeti kerupuk. Hal ini dilakukan untuk menjaga kerupuk agar dapat bertahan lama dan tidak “anyep”.
            Dalam bukunya Winarno dan Rahayu menjelaskan (1994:101):
Boraks merupakan kristal lunak yang mengandung unsur boron dan mudah larut dalam air. Pengawetan boraks disebabkan adanya senyawa aktif asam borak yang merupakan asam organik lemah yang digunakan sebagai antiseptic.
            Sama halnya sepertinya formalin, penggunaan boraks dalam makanan juga dapat berdampak bagi kesehatan. Boraks yang dikonsumsi berlebih akan diserap kumulatif oleh tubuh dalam hati dan otak. Dosis tinggi mengkonsumsi boraks dapat menyebabkan kematian.
Apabila kita mengkonsumsi bahan-bahan pengawet di atas itu tidak secara berlebihan/masih di bawah ambang batas, maka kita tidak perlu khawatir karena tubuh kita memiliki detoksifikasi (perombak) bahan pengawet sintetis yang sangat efektif. Sistem detoksifikasi manusia terdapat pada ginjal dan hati. Bahan pengawet yang ada dalam tubuh manusia akan disaring pada ginjal dan dikeluarkan ureter yang akan ikut terbuang melalui urin.
Bahan-bahan pengawet di atas akan tergabung dengan glisin di dalam hati dan membentuk asam hippurat yang akan dikeluarkan lewat urin.” (Wibbertmann, et al. 2005:7)
Zat pengawet sudah kita ketahui sangat berdampak buruk bagi tubuh apabila dikonsumsi secara berlebih. Untuk itu sangat penting bagi kita megetahui makanan dan kandungan makanan yang kita konsumsi. Para konsumen harus memiliki pengetahuan tentang hal ini. Selain itu diperlukan kesadaran dan pengetahuan produsen akan bahayanya penggunaan zat pengawet secara berlebih. Pemerintah juga perlu mengembangkan pendidikan kepada konsumen dan produsen melalui tv, radio, dan sosialisasi langsung. Dapat pula dibentuk tim pakar keamanan pangan untuk masyrakat agar masyarakat mendapat pengetahuan yang jelas mengenai suatu kasus.
 Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa zat pengawet merupakan zat kimia yang dicampurkan ke dalam makanan. Zat tersebut adalah asam benzoat, kalium nitrit, kalium propinoat, BHA, natrium metasulfat, natamysin, dan kalium asetat. Selain zat tersebut terdapa pula formalin dan boraks yang digunakan dalam  makana. Apabila zat-zat tersebut dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan dampak negative pada tubuh. Tubuh akan mengalami gangguan kesehatan, antara lain sakit kepala, gangguan percernaan, gangguan pernafasan, alergi, gatal-gatal, dan radang ginjal. Bahan pengawet yang masuk dalam tubuh yang tidak melebihi ketentuan ambang batas yang diperbolehkan adalah tidak berbahaya karena bahan pengawet ini dapat dirombak di dalam hati dan dikeluarkan ginjal lewat urin.


















DAFTAR PUSTAKA
Arisman. (2008). Keracunan Makanan. Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2003). Mengenal Bahan Pengawet Dalam Produk Pangan. Available from: http://www.pom.go.id/public/berita_aktual/detail.asp?id=98&qs_menuid=2 (Accessed 29 September 2009)
Collins, E.B. (n.d). Preservatives in Dairy Food. Journal of Dairy Sciense, 3. Available from:
http://jds.fass.org/cgi/reprint/54/1/148 (Acessed 25 September 2009).
Grant, S. (1999). The Senate Adjourment. Food Addictive by Authority of Senate. Commonwealth of Australia. Avalaible from : http://parlinfo.aph.gov.au/parlInfo/genpdf/chamber/.../hansard_frag.pdf;... (Accessed 29 September 2009)
Harmita. (n.d). Amankah Pengawet Makanan Bagi Manusia. Avalaible from: http://www.jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2006/v03n01/opini0301.pdf (Accessed 25 September 2009).
Lai, C.K and Chan, C.H. (1993). Effect of preservative onthe efficacy of terbutaline nebuliser
solution in atopic asthma, 5: 566-68. Avalaible from: http://thorax.bmj.com/cgi/reprint/48/5/566 (Accessed 25 September 2005)
Lutfi, A. (2009). Zat Aditif pada Makanan. Available from: http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/zat-aditif/ (Accessed 25 September 2009).
Sari, W.R. (2008). Dangerous Junk Food. Yogyakarta: O2.

United States Environmental Protection Agency. (1991). Inorganic Nitrate/Nitrite
(Sodium and Potassium
Nitrates). Avalaible from: http://www.epa.gov/oppsrrd1/REDs/factsheets/4052fact.pdf (Accessed 29 September 2009)
Wibbertmann, A, et al. (2005). BENZOIC ACID AND SODIUM BENZOATE. Avalaible from: www.who.int/ipcs/publications/cicad/cicad26_rev_1.pdf - (Accessed 29 September 2009).
Winarno, F.G dan Rahayu S.T. (1994). Bahan Tambahan Untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Wiryo, H. (2004). Gizi Masyarakat (Community Nutrition). Mataram: UPT Mataram University Press.

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus