Minggu, 19 Agustus 2012

ED50 dan ED50 95% diazepam pada mencit


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Efek terapeutik obat dan efek toksik obat adalah hasil dari interaksi obat tersebut dengan molekul di dalam tubuh pasien. Sebagian besar obat bekerja melalui penggabungan dengan makromolekul khusus dengan cara mengubah aktivitas biokimia dan biofisika makromolekul. Pemikiran ini sudah berlangsung lebih dari seabad dan diwujudkan dengan istilah reseptor.
Afinitas reseptor untuk mengikat obat menentukan konsentrasi obat yang diperlukan untuk membentuk kompleks obat-reseptor (drug-receptor complexes) dalam jumlah yang berarti, dan jumlah reseptor secara keseluruhan dapat membatasi efek maksimal yang ditimbulkan oleh obat.
Respon terhadap dosis obat yang rendah biasanya meningkat sebanding langsung dengan dosis. Namun, dengan meningkatnya dosis peningkatan respon menurun. Pada akhirnya, tercapailah dosis yang tidak dapat meningkatkan respon lagi.
Memilih di antara sekian banyak obat dan menentukan dosis obat yang tepat, seorang dokter harus mengetahui potensi relative farmakologis dan efikasi maksimal obat dalam kaitannya dengan efek terapeutik yang diharapkan. Potensi mengacu pada konsentrasi (EC50) atau dosis (ED50) obat yang diperlukan untuk menghasilkan 50% efek maksimal obat tersebut. Potensi obat bergantung sebagian pada afinitas reseptor untuk mengikat obat dan sebagian lagi pada efisiensi interaksi, yang mana interaksi reseptor obat dihubungkan terhadap respon.
Perlu dibedakan antara potensi obat dan efikasi. Keefektifan obat secara klinik tidak bergantung pada potensinya (EC50), tetapi pada efikasi maksimalnya dan kemampuannya mencapai reseptor yang bersangkutan. Kemampuan ini dapat bergantung pada cara pemberian, penyerapan, distribusi di dalam tubuh, dan klirens dari darah atau titik tangkap obat. Efikasi obat yang maksimal jelas krusial untuk mengambil keputusan klinik ketika diperlukan respon yang besar. Potensi farmakologis sebagian besar dapat menentukan dosis obat terpilih yang diberikan.
Namun, keputusan klinik tidak hanya dapat didasarkan pada potensi dan efikasi obat. Penggunaan potensi dan efikasi tidak memungkinkan dibuat apabila respon farmakologis adalah suatu peristiwa (kuantal). Efek kuantal tertentu dapat dipilih berdasarkan relevansi klinik (misalnya, sembuh dari sakit kepala) atau untuk pertahanan keamanan subyek eksperimental (misalnya, dengan memakai stimulan kardiak dosis rendah dan menetapkan peningkatan denyut jantung sebanyak 20 detak/ menit sebagai efek kuantal). Atau ini adalah peristiwa kuantal yang inferen (misalnya, kematian hewan eksperimental).
Kuantal efek dosis sering kali dikarakterisasi dengan menyatakan dosis efektif median (ED50, median effective dose ), dosis dimana 50% individe-individu yang menunjukkan efek kuantal tertentu. Demikian juga dosis yang diperlukan menghasilkan efek toksik tertentu dalam 50% hewan-hewan disebut dengan dosis toksis median (TD50, median toxic dose). Kalau secara efek toksiknya adalah kematian hewan tersebut, maka dapat ditentukan secara eksperimental dengan dosis lethal 50 (LD50, median lethal dose). Satu perhitungan, yang menghubungkan dosis suatu obat yang diperlukan untuk menghasilkan efek yang diinginkan dengan dosis yang menghasilkan efek yang tidak diinginkan disebut sebagai indeks terapeutik. Indeks terapeutik ini biasa dirumuskan sebagai rasio dari LD50 dengan ED50.
1.2 Rumusan Masalah
·         Bagaimana penghitungan LD50 dan ED50 dosis obat diazepam yang diberikan pada mencit?
·         Bagaimana perhitungan konversi dosis mencit ke dalam dosis manusia?
·         Bagaimana hubungan dosis obat yang diberikan dengan respon yang dihasilkan?
1.3 Hipotesis
Pemberian dosis tertentu pada suatu obat akan menghasilkan efek tertentu.
1.4 Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ED50 dan ED50 95% diazepam pada mencit kemudian hasilnya dikonversikan pada manusia.
1.5 Manfaat penelitian
Dengan meneliti ED50 suatu obat, kita dapat mengetahui indeks terapi dari obat tersebut. Sehingga dalam keputusan klinik, kita dapat menentukan hubungan dosis suatu obat yang diperlukan untuk menhasilkan suatu efek yang diinginkan dengan efek yang tidak diinginkan diminimalkan.

 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Benzodiazepin
Efek golongan benzodiazepine secara kualitatif mirip satu sama lain tetapi secara kuantitatif spectrum farmakodinamik dan sifat farmakokinetiknya berbeda. Derivate Benzodiazepin berefek hypnosis, sedasi, relaksasi otot, ansiolitik, dan antikonvelsi yang berbeda. Dalam penelitian ini akan dibahas derivate benzodiazepin yang terutama diindikasikan untuk hypnosis.
2.2 Kimia
Struktur benzodiazepin terdiri dari cincin benzen dengan 7 sisi cincin diazepin. Pada umumnya preparat benzodiazepine mengandung 5- aril substituen dan cincin 1,4 diazepin. Kini telah disintesis berbagai derivat benzodiazepin dengan aktivitas yang mirip satu sama lain secara kualitatif, tetapi masing-masing menunjukkan efek khusus yang menonjol.
2.3 Farmakodinamik
Benzodiazepin menghambat aktivitas SSP dengan efek utama pada manusia sedasi, hypnosis, pengurangan ansietas, relaksasi otot dan antikonvulsi. Pemberian benzodiazepin IV dosis terapi dapat menimbulkan vasodilatasi perifer, sedangkan blokade neuromuscular baru timbul pada dosis sangat tinggi.
            Kerja benzodiazepin diduga sebagian besar efeknya muncul melalui interaksinya dengan reseptor neurotransmitter inhibitori yang langsung diaktivasi oleh GABA. Reseptor GABA dibagi menjadi dua subtype reseptor yang terdapat di membran, yaitu GABAA dan GABAB. Reseptor GABAA bertanggung jawab atas sebagian besar neurotransmisi inhibitori SSP. Sebaliknya reseptor GABAB metabotropik dipasangkan pada mekanisme transduksi sinyalnya oleh protein G. Benzodiazepin dan analog GABA berikatan pada tempatnya masing-masing pada membran otak dengan afinitas nanomolar. Benzodiazepin memodulasi ikatan GABA dan GABA mengubah ikatan benzodiazepine secara alosterik.
2.4 Farmakokinetik
            Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepin sangat mempengaruhi kegunaan klinisnya. Pada pemberian oral, dasarnya semua benzodiazepine diabsorpsi sempurna, kecuali klorazepat. Setelah pemberian per oral, kadar puncak benzodiazepine plasma dapat dicapai dalam waktu 0.5-8 jam.
Obat-obat yang aktif pada reseptor benzodiazepine dapat dibagi menjadi empat berdasarkan waktu paruh eliminasinya 1) benzodiazepine kerja-sangat-singkat 2) obat kerja-singkat , dengan waktu paruh kurang dari 6 jam; antara lain triazolam, zopiklon dan zolpidem nonbenzodiazepin 3) obat kerja-sedang, dengan waktu paruh 6-24 jam; antara lain estazolam dan temazepam 4) obat kerja-lama, dengan waktu paruh lebih dari 24 jam antara lain flurazepam dan diazepam.
Benzodiazepam dan metabolit aktifnya berikatan dengan protein plasma. Jumlah yang terikat berkaitan erat dengan kelarutannya dalam lipid dan berkisar daari sekitar 70% untuk alparozam sampai 99% pada diazepam. Konsentrasi dalam CCS kira-kira sama dengan konsenntrasi obat bebas di dalam plasma.
2.5 Efek Samping
Benzodiazepine dosis hipnotik dapat menimbulkan efek samping diantaranya lambat bereaksi, inkoordinasi motorik, ataksia, gangguan fungsi mental, gangguan koordinasi berpikir, bingung, mulut kering, rasa pahit, amnesia anterograd, light headedness, dan lassitude.
            Interaksi dengan etanol dapat menimbulkan depresi SSP berat. Intensitas dan insiden toksisitas SSP umumnya sesuai umur penderita, farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah lemah badan, sakit kepala, mual, muntah, vertigo sakit sendi, dan sakit dada.

2.6 Indikasi dan Sediaan
Derivate benzodiazepine digunakan untuk menimbulkan sedasi dan untuk mebghilangkan rasa takut dan ansietas. Selain ini juga digunakan untuk segala keadaan psikosomatik yang ada hubungan dengan rasa takut. Klordiazepoksid tersedia sebagai tablet @ 5 dan 10 mg. Diazepam berbentuk tablet 2 dan 5 mg.
2.7 Parameter Farmakokinetika dan Farmakodinamika
Diazepam memiliki availabilitas oral (F) sebesar 100%, ekskresi urin 1%. Persentase obat yang terikat di dalam plasma sebesar 99%, volume distribusinya 77 L/70 kg. Waktu paruh obat ini adalah 43 h, konsentrasi targetnya 300 ng/ml. Sementara untuk konsentrasi toksinnya tidak diketahui.
2.8 Diazepam
Diazepam merupakan obat turunan  golongan benzodiazepin. Golongan benzodiazepin lebih aman meskipun masih memiliki  sifat golongan alkohol tinggi. Turunan derivat yang baru, memiliki khasiat depresi pada SSP yang cukup lebar sesuai dengan besarnya dosis, dari sedasi ringan, menghilangkan ketergantungan jiwa, sedasi, hipnosis,  anestesi, pelemas otot hingga mengatasi status konvulsi. Semua obat benzodiazepin memungkinkan fungsi tubuh sehari-hari menjadi normal dan tidak menyebabkan ketagihan yang tinggi seperti barbiturat. Keuntungan utama benzodiazepin adalah keamanan yang relatif. 
Kematian yang disebabkan oleh lewat-dosis benzodiazepin jarang terjadi. Benzodiazepin tidak menyebabkan induksi enzim yang berarti pada manusia, dan karena itu kecenderungan untuk berantaraksi dengan obat lain dibandingkan barbiturat. Obat benzodiazepin yang paling banyak digunakan adalah diazepam. Diazepam mengandung tidak kurang dari  99,0 % dan tidak lebih dari 101,0 % C16H13ClN2O dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Diazepam merupakan serbuk hablur; putih atau hampir putih; tidak berbau atau hampir tidak berbau; mula-mula tidak mempunyai rasa, kemudian pahit. Zat ini bersifat anksiolitik, penenang, serta pengendur otot dan juga sebagai suatu psikostimulan. Diazepam bekerja mempersiapkan untuk tidur (hipnogen) dari hipnotik,  mempunyai pengaruh yang kecil pada berbagai fase tidur dan pada dosis tinggipun tidak mengakibatkan narkosis. Diazepam tidak mengakibatkan pembiusan total, meskipun pada penggunaan jangka panjang dapat pula terjadi kebiasaan dan ketergantungan fisik dan psikis. Struktur kimia diazepam dapat dilihat pada Gambar.



 
Gambar. Struktur Kimia Diazepam (7-klor-1,3-dihidroksi-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzoldiazepin-2-on)




BAB III
METODOLOGI
3.1 Desain penelitian
Penelitian ini merupakan desain uji klinis untuk mengetahui dosis efektif pemberian diazepam terhadap hewan percobaan yaitu mencit.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada:
            Hari/tanggal    : Selasa, 5 Januari 2010
            Tempat            : Fakultas Kedokteran UNRAM
            Waktu                         : 13.30-16.00 WITA
3.3 Sampel Penelitian
Sampel  penelitian adalah hewan percobaan (mencit) yang berjumlah 16 ekor dengan berat badan berkisar antara 15-20 gr.
3.4 Alat dan Bahan
·         Mencit sebanyak 16 ekor
·         Diazepam injeksi dengan konsentrasi yang berbeda (0,156 mg/cc; 0,312 mg/cc; 0,625 mg/cc; 1,25 mg/cc)
·         Spuit injeksi 1 cc
·         Bak plastic penampung mencit dengan tutupnya
·         Alat penghitung waktu
·         Spidol permanen        
·         Kapas
·         Aquades

3.5 Cara Kerja
1.      Menyiapkan semua alat dan bahan yang digunakan
2.      Menyiapkan mencit yang akan diberi perlakuan sebanyak 16 ekor, dengan masing-masing 4 ekor mencit untuk tiap dosis diazepam:
·         Kelompok I untuk mencit yang diberi dosis diazepam 0,156 mg/cc
·         Kelompok II untuk mencit yang diberi dosis diazepam 0,312 mg/cc
·         Kelompok III untuk mencit yang diberi dosis diazepam 0,625 mg/cc
·         Kelompok IV untuk mencit yang diberi dosis diazepam 1,25 mg/cc
3.      Mengambil mencit dari bak penampungnya dengan cara menarik ekornya. Memegang ekornya dengan rangan kiri, kemudian tangan kanan memegang kepala bagian belakangnya (kedua telinga ditarik ke belakang)
4.      Setelah mencit dipegang dengan baik, menginjeksikan diazepam sebanyak 0,5 cc secara Intraperitonial. kemudian memberi tanda mencit yang telah diberi perlakuan. Melakukan langkah tersebut pada mencit lain sampai semua mencit mendapat perlakuan.
5.      Menunggu selama 10 menir, lalu mengevaluasi keadaan mencit setiap 5 menit selama 60 menit (tidur atau tidak)
6.      Mencatat hasil pengamatan pada table, (1 = tidur, 0 = tidak tidur)



BAB IV
PEMBAHASAN
Waktu
Kelompok Dosis I
(1,25 mg/cc)
Kelompok Dosis II
(0.625 mg/cc)
Kelompok Dosis III
(0,312 mg/cc)
Kelompok Dosis IV
(0,156 mg/cc)

M.1
M.2
M.3
M.4
M.1
M.2
M.3
M.4
M.1
M.2
M.3
M.4
M.1
M.2
M.3
M.4
15’
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
30’
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
0
0
1
0
0
45’
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
60’
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
Jumlah
4 Mencit tidur
4 mencit tidur
1 mencit tidur
1 mencit tidur
4.1 Tabel Pengamatan


Dosis I: 1,25 mg/cc                             1 = tidur
Dosis II: 0,625 mg/cc                         0 = tidak tidur
Dosis II: 0,312 mg/cc
Dosis IV: 0,156 mg/cc

 
 
Keterangan:



4.2 Analisis Tabel
Dilihat dari hasil tabel pengamatan didapat bahwa
·         Pemberian diazepam pada dosis I (1.25 mg/cc) memiliki dosis efektifitas (ED50) dikarenakan dapat menimbulkan efek terapi yang menyebabkan 100% dari hewan coba (mencit) tidur tanpa menyebabkan kematian pada mencit (LD50).
·         Pemberian diazepam pada dosis II (0.625 mg/cc) memiliki dosis efektifitas (ED50)  dikarenakan dapat menimbulkan efek terapi yang menyebabkan 100% dari hewan coba (mencit) tidur tanpa menyebabkan kematian pada mencit (LD50).
·         Pemberian diazepam pada dosis III (0.312 mg/cc) tidak memiliki dosis efektifitas (ED50) dikarenakan efek terapi yang menyebabkan tidur tidak mencapai 50% dari hewan coba (mencit). Namun walaupun begitu dosis juga tidak sampai menyebabkan kematian pada mencit.
·         Pemberian diazepam pada dosis IV (0.156 mg/cc) tidak memiliki dosis efektifitas (ED50) dikarenakan efek terapi yang menyebabkan tidur tidak mencapai 50% dari hewan coba (mencit). Namun walaupun begitu dosis juga tidak menyebabkan kematian pada mencit.
4.3 PEMBAHASAN
Untuk memperoleh nilai setengah, tidak bisa hanya menggunakan 1 hewan coba untuk tiap dosis. Dari tabel ini dapat ditentukan ED50 dan ED50 95% pada hewan coba mencit yang disuntikan diazepam dengan 4 dosis berbeda. Masing-masing dosis disuntikkan pada 4 hewan coba berbeda, untuk mempermudah penghitungan 50% hewan coba yang menimbulkan efek, baik efek yang diinginkan (ED50), maupun ED50 95%. Dengan demikian, akan diperoleh hasil ED50 dan ED50 95% sebagai tujuan dari percobaan ini.

Pada manusia, dosis diazepam yang bisa diberikan ialah 5 sampai 10 mg/ hari. Dari penetapan dosis tersebut, dosis yang diberikan pada mencit sehingga terjadi efek hipnosis dapat ditentukan dengan angka-angka konversi yang telah ditentukan (terlampir). Dengan demikian, pemberian dosis pada manusia (pada manusia 70kg) dapat dihitung sebagai berikut:
dosis manusia  x angka konversi         = dosis absolut pada mencit
                                    10 mg              x 0.0026                      = 0.026 mg
Berdasarkan hasil percobaan di atas ternyata terdapat perbedaan efek yang ditimbulkan dari dosis yang berbeda. Hal ini kemungkinan dapat dipengaruhi oleh farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat tersebut. Suatu obat akan menimbulkan efek yang diinginkan apabila konsentrasi obat di dalam tubuh yang mencapai reseptor atau target obat dapat menyebabkan pergeseran kesetimbangan intrinsic. Konsentrasi obat yang akan mencapai suatu target obat atau reseptor dipengaruhi oleh farmakokinetiknya yang mencakup proses absorpsi, distribusi, biotransformasi, dan ekskresi. Kemungkinan pada mencit terdapat perbedaan pada pola-pola tersebut. Saat proses absorpsi, kemungkinan terdapat obat yang tidak diabsorpsi secara sempurna. Hal ini menyebabkan konsentrasi obat yang akan didistribusi menjadi lebih sedikit. Ini ditambah pula dengan perbedaan dosis yang diberikan sehingga konsentrasi obat di dalam setiap mencitnya berbeda. Cara pemberian obat juga mempengaruhi farmakokinetik ini. Dalam hal ini cara pemberian dengan injeksi peritoneal. Cara pemberian ini harus mengalami proses absorpsi terlebih dahulu. Pola distribusi juga mempengaruhi jumlah konsentasi obat yang akan mencapai reseptor. Kemungkinan terdapat obat yang tidak terikat pada protein sehingga obat yang didistribusi menjadi lebih sedikit. Hal ini dikarenakan obat yang didistribusi hanya obat yang berikatan dengan protein plasma dalam darah.
            Pada proses farmakodinamiknya, kemungkinan terdapat obat yang tidak berikatan dengan target obat sehingga tidak mampu menggeser kesetimbangan intrinsic. Suatu obat akan menimbulkan suatu efek apabila konsentrasi obat yang berikatan dengan target obat atau reseptor mampu mencapai threshold atau onset obat. Apabila konsentrasi obat yang berikatan pada reseptor tidak mencapai onset, ini tidak akan menimbulkan suatu efek apapun. Jadi dalam memberikan suatu dosis obat, harus memperkirakan farmakodinamik dan farmakokinetiknya sehingga konsentrasi obat yang mencapai reseptor, dapat diperkirakan untuk menimbulkan suatu efek.


BAB V
PENUTUP

5.1       Simpulan
Diazepam merupakan obat sedatif selektif, yang artinya obat ini dapat menghasilkan efek tertentu pada dosis yang berbeda. Pada penelitian di atas ditemukan dosis yang menimbulkan efek hypnosis pada diazepam yaitu 1.25 mg/cc dan 0.625 mg/cc yang menyebabkan >50% dari hewan coba tidur. Pada dosis 0.312 mg/cc dan 0.156 mg/cc efek hypnosis tidak mecapai 50% dari hewan coba. Jadi dosis efektif diazepam terdapat pada interval dosis 0.625 mg/cc - 1.25 mg/cc 


Daftar Pustaka

Katzung. (2000). Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC.

FK UI. (1981). Farmakologi dan Terapi ed. 2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Goodman & Gillman (2007). Dasar Farmakologi dan Terapi ed. 10. Jakarta: EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar