BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Efek
terapeutik obat dan efek toksik obat adalah hasil dari interaksi obat tersebut
dengan molekul di dalam tubuh pasien. Sebagian besar obat bekerja melalui
penggabungan dengan makromolekul khusus dengan cara mengubah aktivitas biokimia
dan biofisika makromolekul. Pemikiran ini sudah berlangsung lebih dari seabad
dan diwujudkan dengan istilah reseptor.
Afinitas reseptor untuk mengikat obat menentukan
konsentrasi obat yang diperlukan untuk membentuk kompleks obat-reseptor (drug-receptor complexes) dalam jumlah
yang berarti, dan jumlah reseptor secara keseluruhan dapat membatasi efek
maksimal yang ditimbulkan oleh obat.
Respon terhadap dosis obat yang rendah biasanya
meningkat sebanding langsung dengan dosis. Namun, dengan meningkatnya dosis
peningkatan respon menurun. Pada akhirnya, tercapailah dosis yang tidak dapat
meningkatkan respon lagi.
Memilih di antara sekian banyak obat dan menentukan
dosis obat yang tepat, seorang dokter harus mengetahui potensi relative farmakologis dan efikasi maksimal obat dalam kaitannya dengan efek terapeutik yang
diharapkan. Potensi mengacu pada konsentrasi (EC50) atau dosis (ED50)
obat yang diperlukan untuk menghasilkan 50% efek maksimal obat tersebut.
Potensi obat bergantung sebagian pada afinitas reseptor untuk mengikat obat dan
sebagian lagi pada efisiensi interaksi, yang mana interaksi reseptor obat
dihubungkan terhadap respon.
Perlu dibedakan antara potensi obat dan efikasi.
Keefektifan obat secara klinik tidak bergantung pada potensinya (EC50),
tetapi pada efikasi maksimalnya dan kemampuannya mencapai reseptor yang
bersangkutan. Kemampuan ini dapat bergantung pada cara pemberian, penyerapan,
distribusi di dalam tubuh, dan klirens dari darah atau titik tangkap obat.
Efikasi obat yang maksimal jelas krusial untuk mengambil keputusan klinik
ketika diperlukan respon yang besar. Potensi farmakologis sebagian besar dapat
menentukan dosis obat terpilih yang diberikan.
Namun, keputusan klinik tidak hanya dapat didasarkan
pada potensi dan efikasi obat. Penggunaan potensi dan efikasi tidak
memungkinkan dibuat apabila respon farmakologis adalah suatu peristiwa
(kuantal). Efek kuantal tertentu dapat dipilih berdasarkan relevansi klinik
(misalnya, sembuh dari sakit kepala) atau untuk pertahanan keamanan subyek
eksperimental (misalnya, dengan memakai stimulan kardiak dosis rendah dan
menetapkan peningkatan denyut jantung sebanyak 20 detak/ menit sebagai efek
kuantal). Atau ini adalah peristiwa kuantal yang inferen (misalnya, kematian
hewan eksperimental).
Kuantal efek dosis sering kali dikarakterisasi
dengan menyatakan dosis efektif median (ED50, median
effective dose ), dosis dimana 50% individe-individu yang
menunjukkan efek kuantal tertentu. Demikian juga dosis yang diperlukan
menghasilkan efek toksik tertentu dalam 50% hewan-hewan disebut dengan dosis toksis median (TD50, median toxic dose). Kalau secara efek toksiknya adalah kematian
hewan tersebut, maka dapat ditentukan secara eksperimental dengan dosis lethal 50 (LD50, median
lethal dose). Satu perhitungan, yang menghubungkan dosis suatu obat yang
diperlukan untuk menghasilkan efek yang diinginkan dengan dosis yang
menghasilkan efek yang tidak diinginkan disebut sebagai indeks terapeutik.
Indeks terapeutik ini biasa dirumuskan sebagai rasio dari LD50
dengan ED50.
1.2 Rumusan Masalah
·
Bagaimana penghitungan LD50
dan ED50 dosis obat diazepam yang diberikan pada mencit?
·
Bagaimana perhitungan konversi dosis
mencit ke dalam dosis manusia?
·
Bagaimana hubungan dosis obat yang
diberikan dengan respon yang dihasilkan?
1.3 Hipotesis
Pemberian
dosis tertentu pada suatu obat akan menghasilkan efek tertentu.
1.4 Tujuan penelitian
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui ED50 dan ED50 95% diazepam
pada mencit kemudian hasilnya dikonversikan pada manusia.
1.5 Manfaat penelitian
Dengan
meneliti ED50 suatu obat, kita dapat mengetahui indeks terapi dari
obat tersebut. Sehingga dalam keputusan klinik, kita dapat menentukan hubungan
dosis suatu obat yang diperlukan untuk menhasilkan suatu efek yang diinginkan
dengan efek yang tidak diinginkan diminimalkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Benzodiazepin
Efek
golongan benzodiazepine secara kualitatif mirip satu sama lain tetapi secara
kuantitatif spectrum farmakodinamik dan sifat farmakokinetiknya berbeda.
Derivate Benzodiazepin berefek hypnosis, sedasi, relaksasi otot, ansiolitik,
dan antikonvelsi yang berbeda. Dalam penelitian ini akan dibahas derivate
benzodiazepin yang terutama diindikasikan untuk hypnosis.
2.2 Kimia
Struktur
benzodiazepin terdiri dari cincin benzen dengan 7 sisi cincin diazepin. Pada
umumnya preparat benzodiazepine mengandung 5- aril substituen dan cincin 1,4
diazepin. Kini telah disintesis berbagai derivat benzodiazepin dengan aktivitas
yang mirip satu sama lain secara kualitatif, tetapi masing-masing menunjukkan efek
khusus yang menonjol.
2.3 Farmakodinamik
Benzodiazepin
menghambat aktivitas SSP dengan efek utama pada manusia sedasi, hypnosis,
pengurangan ansietas, relaksasi otot dan antikonvulsi. Pemberian benzodiazepin
IV dosis terapi dapat menimbulkan vasodilatasi perifer, sedangkan blokade
neuromuscular baru timbul pada dosis sangat tinggi.
Kerja benzodiazepin diduga sebagian
besar efeknya muncul melalui interaksinya dengan reseptor neurotransmitter
inhibitori yang langsung diaktivasi oleh GABA. Reseptor GABA dibagi menjadi dua
subtype reseptor yang terdapat di membran, yaitu GABAA dan GABAB.
Reseptor GABAA bertanggung jawab atas sebagian besar neurotransmisi
inhibitori SSP. Sebaliknya reseptor GABAB metabotropik dipasangkan
pada mekanisme transduksi sinyalnya oleh protein G. Benzodiazepin dan analog
GABA berikatan pada tempatnya masing-masing pada membran otak dengan afinitas
nanomolar. Benzodiazepin memodulasi ikatan GABA dan GABA mengubah ikatan
benzodiazepine secara alosterik.
2.4 Farmakokinetik
Sifat fisikokimia dan farmakokinetik
benzodiazepin sangat mempengaruhi kegunaan klinisnya. Pada pemberian oral,
dasarnya semua benzodiazepine diabsorpsi sempurna, kecuali klorazepat. Setelah
pemberian per oral, kadar puncak benzodiazepine plasma dapat dicapai dalam
waktu 0.5-8 jam.
Obat-obat yang aktif pada reseptor benzodiazepine
dapat dibagi menjadi empat berdasarkan waktu paruh eliminasinya 1)
benzodiazepine kerja-sangat-singkat 2) obat kerja-singkat , dengan waktu paruh
kurang dari 6 jam; antara lain triazolam, zopiklon dan zolpidem
nonbenzodiazepin 3) obat kerja-sedang, dengan waktu paruh 6-24 jam; antara lain
estazolam dan temazepam 4) obat kerja-lama, dengan waktu paruh lebih dari 24
jam antara lain flurazepam dan diazepam.
Benzodiazepam dan metabolit aktifnya berikatan dengan
protein plasma. Jumlah yang terikat berkaitan erat dengan kelarutannya dalam
lipid dan berkisar daari sekitar 70% untuk alparozam sampai 99% pada diazepam.
Konsentrasi dalam CCS kira-kira sama dengan konsenntrasi obat bebas di dalam
plasma.
2.5 Efek Samping
Benzodiazepine
dosis hipnotik dapat menimbulkan efek samping diantaranya lambat bereaksi,
inkoordinasi motorik, ataksia, gangguan fungsi mental, gangguan koordinasi
berpikir, bingung, mulut kering, rasa pahit, amnesia anterograd, light headedness, dan lassitude.
Interaksi dengan etanol dapat
menimbulkan depresi SSP berat. Intensitas dan insiden toksisitas SSP umumnya
sesuai umur penderita, farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Efek samping
lain yang dapat timbul adalah lemah badan, sakit kepala, mual, muntah, vertigo
sakit sendi, dan sakit dada.
2.6 Indikasi dan Sediaan
Derivate
benzodiazepine digunakan untuk menimbulkan sedasi dan untuk mebghilangkan rasa
takut dan ansietas. Selain ini juga digunakan untuk segala keadaan psikosomatik
yang ada hubungan dengan rasa takut. Klordiazepoksid
tersedia sebagai tablet @ 5 dan 10 mg. Diazepam berbentuk tablet 2 dan 5 mg.
2.7
Parameter Farmakokinetika dan Farmakodinamika
Diazepam memiliki availabilitas oral (F) sebesar
100%, ekskresi urin 1%. Persentase obat yang terikat di dalam plasma sebesar
99%, volume distribusinya 77 L/70 kg. Waktu paruh obat ini adalah 43 h,
konsentrasi targetnya 300 ng/ml. Sementara untuk konsentrasi toksinnya tidak
diketahui.
2.8 Diazepam
Diazepam merupakan obat turunan golongan benzodiazepin. Golongan
benzodiazepin lebih aman meskipun masih memiliki sifat golongan alkohol tinggi. Turunan
derivat yang baru, memiliki khasiat depresi pada SSP yang cukup lebar sesuai
dengan besarnya dosis, dari sedasi ringan, menghilangkan ketergantungan jiwa,
sedasi, hipnosis, anestesi, pelemas otot
hingga mengatasi status konvulsi. Semua obat benzodiazepin memungkinkan fungsi
tubuh sehari-hari menjadi normal dan tidak menyebabkan ketagihan yang tinggi
seperti barbiturat. Keuntungan utama benzodiazepin adalah keamanan yang
relatif.
Kematian yang
disebabkan oleh lewat-dosis benzodiazepin jarang terjadi. Benzodiazepin tidak
menyebabkan induksi enzim yang berarti pada manusia, dan karena itu
kecenderungan untuk berantaraksi dengan obat lain dibandingkan barbiturat. Obat
benzodiazepin yang paling banyak digunakan adalah diazepam. Diazepam mengandung
tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih
dari 101,0 % C16H13ClN2O dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan. Diazepam merupakan serbuk hablur; putih atau hampir
putih; tidak berbau atau hampir tidak berbau; mula-mula tidak mempunyai rasa,
kemudian pahit. Zat ini bersifat anksiolitik, penenang, serta pengendur otot
dan juga sebagai suatu psikostimulan. Diazepam bekerja mempersiapkan untuk
tidur (hipnogen) dari hipnotik, mempunyai
pengaruh yang kecil pada berbagai fase tidur dan pada dosis tinggipun tidak
mengakibatkan narkosis. Diazepam tidak mengakibatkan pembiusan total, meskipun
pada penggunaan jangka panjang dapat pula terjadi kebiasaan dan ketergantungan
fisik dan psikis. Struktur kimia diazepam dapat dilihat pada Gambar.
Gambar. Struktur Kimia Diazepam
(7-klor-1,3-dihidroksi-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzoldiazepin-2-on)
BAB III
METODOLOGI
3.1 Desain penelitian
Penelitian
ini merupakan desain uji klinis untuk mengetahui dosis efektif pemberian
diazepam terhadap hewan percobaan yaitu mencit.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian
dilaksanakan pada:
Hari/tanggal : Selasa, 5 Januari 2010
Tempat : Fakultas Kedokteran UNRAM
Waktu : 13.30-16.00 WITA
3.3 Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah hewan percobaan (mencit)
yang berjumlah 16 ekor dengan berat badan berkisar antara 15-20 gr.
3.4 Alat dan Bahan
·
Mencit sebanyak
16 ekor
·
Diazepam injeksi
dengan konsentrasi yang berbeda (0,156 mg/cc; 0,312 mg/cc; 0,625 mg/cc; 1,25
mg/cc)
·
Spuit injeksi 1
cc
·
Bak plastic
penampung mencit dengan tutupnya
·
Alat penghitung
waktu
·
Spidol permanen
·
Kapas
·
Aquades
3.5 Cara Kerja
1.
Menyiapkan semua
alat dan bahan yang digunakan
2.
Menyiapkan
mencit yang akan diberi perlakuan sebanyak 16 ekor, dengan masing-masing 4 ekor
mencit untuk tiap dosis diazepam:
·
Kelompok I untuk
mencit yang diberi dosis diazepam 0,156 mg/cc
·
Kelompok II
untuk mencit yang diberi dosis diazepam 0,312 mg/cc
·
Kelompok III
untuk mencit yang diberi dosis diazepam 0,625 mg/cc
·
Kelompok IV
untuk mencit yang diberi dosis diazepam 1,25 mg/cc
3.
Mengambil mencit
dari bak penampungnya dengan cara menarik ekornya. Memegang ekornya dengan
rangan kiri, kemudian tangan kanan memegang kepala bagian belakangnya (kedua
telinga ditarik ke belakang)
4.
Setelah mencit
dipegang dengan baik, menginjeksikan diazepam sebanyak 0,5 cc secara
Intraperitonial. kemudian memberi tanda mencit yang telah diberi perlakuan.
Melakukan langkah tersebut pada mencit lain sampai semua mencit mendapat
perlakuan.
5.
Menunggu selama
10 menir, lalu mengevaluasi keadaan mencit setiap 5 menit selama 60 menit
(tidur atau tidak)
6.
Mencatat hasil
pengamatan pada table, (1 = tidur, 0 = tidak tidur)
BAB
IV
PEMBAHASAN
Waktu
|
Kelompok Dosis I
(1,25 mg/cc)
|
Kelompok Dosis II
(0.625 mg/cc)
|
Kelompok Dosis III
(0,312 mg/cc)
|
Kelompok Dosis IV
(0,156 mg/cc)
|
||||||||||||
M.1
|
M.2
|
M.3
|
M.4
|
M.1
|
M.2
|
M.3
|
M.4
|
M.1
|
M.2
|
M.3
|
M.4
|
M.1
|
M.2
|
M.3
|
M.4
|
|
15’
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
30’
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
0
|
45’
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
60’
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
Jumlah
|
4 Mencit tidur
|
4 mencit tidur
|
1 mencit tidur
|
1 mencit tidur
|
4.1 Tabel Pengamatan
|
Keterangan:
4.2 Analisis Tabel
Dilihat
dari hasil tabel pengamatan didapat bahwa
·
Pemberian diazepam pada dosis I (1.25
mg/cc) memiliki dosis efektifitas (ED50) dikarenakan dapat
menimbulkan efek terapi yang menyebabkan 100% dari hewan coba (mencit) tidur tanpa
menyebabkan kematian pada mencit (LD50).
·
Pemberian diazepam pada dosis II (0.625
mg/cc) memiliki dosis efektifitas (ED50) dikarenakan dapat menimbulkan efek terapi
yang menyebabkan 100% dari hewan coba (mencit) tidur tanpa menyebabkan kematian
pada mencit (LD50).
·
Pemberian diazepam pada dosis III (0.312
mg/cc) tidak memiliki dosis efektifitas (ED50) dikarenakan efek
terapi yang menyebabkan tidur tidak mencapai 50% dari hewan coba (mencit).
Namun walaupun begitu dosis juga tidak sampai menyebabkan kematian pada mencit.
·
Pemberian diazepam pada dosis IV (0.156
mg/cc) tidak memiliki dosis efektifitas (ED50) dikarenakan efek
terapi yang menyebabkan tidur tidak mencapai 50% dari hewan coba (mencit).
Namun walaupun begitu dosis juga tidak menyebabkan kematian pada mencit.
4.3 PEMBAHASAN
Untuk memperoleh nilai setengah, tidak bisa hanya
menggunakan 1 hewan coba untuk tiap dosis. Dari tabel ini dapat ditentukan ED50
dan ED50 95% pada hewan coba mencit yang disuntikan diazepam dengan
4 dosis berbeda. Masing-masing dosis disuntikkan pada 4 hewan coba berbeda,
untuk mempermudah penghitungan 50% hewan coba yang menimbulkan efek, baik efek
yang diinginkan (ED50), maupun ED50 95%. Dengan demikian,
akan diperoleh hasil ED50 dan ED50 95% sebagai tujuan
dari percobaan ini.
Pada manusia, dosis diazepam yang bisa diberikan
ialah 5 sampai 10 mg/ hari. Dari penetapan dosis tersebut, dosis yang diberikan
pada mencit sehingga terjadi efek hipnosis dapat ditentukan dengan angka-angka
konversi yang telah ditentukan (terlampir). Dengan demikian, pemberian dosis
pada manusia (pada manusia 70kg) dapat dihitung sebagai berikut:
dosis manusia x angka konversi =
dosis absolut pada mencit
10 mg x 0.0026 = 0.026 mg
Berdasarkan hasil percobaan di atas ternyata
terdapat perbedaan efek yang ditimbulkan dari dosis yang berbeda. Hal ini
kemungkinan dapat dipengaruhi oleh farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat
tersebut. Suatu obat akan menimbulkan efek yang diinginkan apabila konsentrasi
obat di dalam tubuh yang mencapai reseptor atau target obat dapat menyebabkan
pergeseran kesetimbangan intrinsic. Konsentrasi obat yang akan mencapai suatu
target obat atau reseptor dipengaruhi oleh farmakokinetiknya yang mencakup
proses absorpsi, distribusi, biotransformasi, dan ekskresi. Kemungkinan pada
mencit terdapat perbedaan pada pola-pola tersebut. Saat proses absorpsi,
kemungkinan terdapat obat yang tidak diabsorpsi secara sempurna. Hal ini
menyebabkan konsentrasi obat yang akan didistribusi menjadi lebih sedikit. Ini
ditambah pula dengan perbedaan dosis yang diberikan sehingga konsentrasi obat
di dalam setiap mencitnya berbeda. Cara pemberian obat juga mempengaruhi
farmakokinetik ini. Dalam hal ini cara pemberian dengan injeksi peritoneal.
Cara pemberian ini harus mengalami proses absorpsi terlebih dahulu. Pola
distribusi juga mempengaruhi jumlah konsentasi obat yang akan mencapai
reseptor. Kemungkinan terdapat obat yang tidak terikat pada protein sehingga
obat yang didistribusi menjadi lebih sedikit. Hal ini dikarenakan obat yang
didistribusi hanya obat yang berikatan dengan protein plasma dalam darah.
Pada proses farmakodinamiknya,
kemungkinan terdapat obat yang tidak berikatan dengan target obat sehingga
tidak mampu menggeser kesetimbangan intrinsic. Suatu obat akan menimbulkan
suatu efek apabila konsentrasi obat yang berikatan dengan target obat atau
reseptor mampu mencapai threshold atau onset obat. Apabila konsentrasi obat
yang berikatan pada reseptor tidak mencapai onset, ini tidak akan menimbulkan
suatu efek apapun. Jadi dalam memberikan suatu dosis obat, harus memperkirakan
farmakodinamik dan farmakokinetiknya sehingga konsentrasi obat yang mencapai
reseptor, dapat diperkirakan untuk menimbulkan suatu efek.
BAB
V
PENUTUP
5.1
Simpulan
Diazepam
merupakan obat sedatif selektif, yang artinya obat ini dapat menghasilkan efek
tertentu pada dosis yang berbeda. Pada penelitian di atas ditemukan dosis yang
menimbulkan efek hypnosis pada diazepam yaitu 1.25 mg/cc dan 0.625 mg/cc yang
menyebabkan >50% dari hewan coba tidur. Pada dosis 0.312 mg/cc dan 0.156
mg/cc efek hypnosis tidak mecapai 50% dari hewan coba. Jadi dosis efektif
diazepam terdapat pada interval dosis 0.625 mg/cc - 1.25 mg/cc
Daftar Pustaka
Katzung. (2000).
Farmakologi Dasar dan Klinik.
Jakarta: EGC.
FK UI. (1981). Farmakologi dan Terapi ed. 2. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI.
Goodman &
Gillman (2007). Dasar Farmakologi dan
Terapi ed. 10. Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar