Senin, 20 Agustus 2012

Hipertensi Primer


Definisi
Pada masyarakat awam, hipertensi sering dikenal dengan istilah darah tinggi. “Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg atau tekanan darah diastolik lebih besar dari 80 mmHg atau keduanya . . . ” (Price & Wilson: 2006)
Hipertensi sendiri merupakan penyakit multifaktorial yang dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi primer atau esensial, sedangkan hipertensi yang telah diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi sekunder, seperti pada gagal ginjal dan penyakit kardiovaskular.
Klasifikasi
Menurut The Sevent Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, Hipertensi derajat 1, dan Hipertensi Derajat 2.
Klasifikasi Tekanan Darah
TDS (mmHg)
TDD (mmHg)
Normal
< 120
< 80
Prahipertensi
120-139
80-89
Hipertensi Derajat 1
140-159
90-99
Hipertensi Derajat 2
>160
> 100

Patogenesis
Hipertensi primer atau esensial merupakan suatu penyakit yang dapat ditimbulkan oleh interaksi dari beberapa faktor resiko, jadi penyebabnya sangat riskan untuk diketahui. Berbeda halnya dengan hipertensi sekunder yang penyebabnya telah diketahui, misalnya saja hipertensi sekunder penyakit ginjal ginjal kronis yang menyebabkan terjadi gangguan dalam regulasi homeostasis cairan dalam tubuh. Sehingga pathogenesis masing-masing jenis hipertensi ini berbeda, namun kesamaan yang dapat kita lihat bahwa apapun penyebabnya, yang dapat menimbulkan keadaan hipertensi adalah adanya faktor-faktor yang dapat meningkatkan curah jantung dan tahanan perifer (tekanan arteri).
Menurut Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, FKUI faktor-faktor resiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah adalah
1.      Faktor resiko, seperti: diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok, genetis
2.      System saraf simpatis
a.       Tonus simpatis
b.      Variasi diurnal
3.      Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi:
Endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos dan interstisium juga memberikan konstribusi akhir
4.      Pengaruh system otokrin setempat yang berperan pada system RAS.



Fisiologis Pengaturan Tekanan Darah
Secara fisiologis normal, tekanan darah diatur oleh curah jantung dan tahanan perifer (tekanan arteri). Pengaturan kedua faktor tersebut melibatkan berbagai mekanisme dalam tubuh untuk mempertahankan keadaan homeostasis. Tubuh secara normal akan selalu menjaga keadaan homeostasis cairan di dalam vascular, sehingga tekanan arteri juga berada dalam keadaan normal. Regulasi ini diperankan oleh kerja hormonal, stumulasi saraf simptis dan parasimpatis dan organ tubuh seperti ginjal.
Tekanan arteri rata-rata secara constant dipantau oleh baroreseptor (sensor tekanan) di dalam sistem sirkulasi. Apabila reseptor mendeteksi adanya penyimpangan dari normal, akan mulai serangkaian reseptor refleks untuk memulihkan tekanan arteri ke nilai normalnya.
  1. Penyesuaian jangka pendek  (dalam beberapa detik) dialakukan dengan mengubah curah jantung dan resistensi perifer total, yang diperantarai oleh pengaruh sistem saraf otonom pada jantung, vena dan arteriol.
  2. Penyesuaian jangka panjang (memerlukan waktu beberapa menit sampai hari) melibatkan penyesuaian volume darah total dengan memulihkan keseimbangan garam dan air melalui mekanisme yang mengatur pengeluaran urin dan rasa haus. Besarnya volume darah total, pada gilirannya menimbulkan efek nyata pada curah jantung dan tekanan arteri rata-rata.
Refleks baroreseptor merupakan mekanisme terpenting dalam pengaturan tekanan darah jangka-pendek
Setiap perubahan pada tekanan darah rata-rata akan mencetuskan refleks baroreseptor yang diperantarai secara otonom dan mempengaruhi jantung serta pembuluh darah untuk menyesuaikan curah jantungdan resistensi perifer total sebagai usaha untuk memulihkan tekanan darah normal. Seperti refleks lainnya, refleks baroreseptor mencakup reseptor, jalur aferen, pusat integrasi, jalur eferen, dan organ efektor.
Reseptor terpenting yang berperan dalam pengaturan terus-menerus tekanan darah, yaitu sinus karotikus dan baroreseptor lengkung aorta, adalah mekanoreseptor yang peka terhadap perubahan tekanan arteri rata-rata dan tekanan nadi. Ketanggapan reseptor-reseptor tersebut terhadap fluktuasi tekanan nadi meningkatkan  kepekaan mereka sebagai sensor tekanan, karena perubahan kecil pada tekanan istolik dan diastolic dapat mengubah tekanan nadi tanpa mengubah tekanan rata-rata. Baroreseptor tersebut terletak di tempat strategis untuk menyediakan informasi penting mengenai tekanan darah arteri di pembuluh-pembuluh yang mengalir di otak (baroreseptor sinus karotinus) dan di arteri utama sebelum bercabang-cabang memperdarahi bagian tubuh lain (baroreseptor lengkung aorta).
Baroreseptor secara terus menerus memberikan informasi mengenai tekanan darah; dengan kata lain , mereka secara kontinu menghasilkan potensial aksi sebagai respons terhadap tekanan di dalam arteri. Jika tekanan arteri (tekanan rata-rata atau nadi) meningkat, potensial reseptor di kedua baroreseptor itu meningkat, sehingga kecepatan pembentukan potensial aksi di neuron aferen yang bersangkutan juga meningkat, sebaliknya, apabila tekanan darah menurun, kecepatan pembentukan potensial aksi di neuron aferen oleh baroreseptor berkurang.
Pusat integrasi yang menerima impuls aferen mengenai status tekanan arteri adalah pusat control kardiovaskular, yang terletak di medula di dalam batang otak. Sebagai jalur aferen adalah sistem saraf otonom. Pusat control kardiovaskular  mengubah rasio antara aktivitas simpatis dan parasimpatis ke organ-organ efektor (jantung danpembuluh darah).
Jika karena suatu hal tekanan arteri meningkat di atas normal, baroreseptor sinus karotinus dan lengkung aorta menigkatkan kecepatan  pembentukan potensial aksi di neuron aferen masing-masing. Setelah mendapat informasi bahwa tekanan arteri terlalu tinggi oleh peningkatan pembentukan potensial aksi tersebut, pusat kontrol kardiovaskuler berespons dengan mengurangi aktivitas simpatis dan meningkatkan aktivitas parasimpatis ke sistem kardiovaskuler. Sinyal-sinyal aferen ini menurunkan volume sekuncup, dan menimbulkan vasodilatasi arteriol dan vena, yang pada gilirannya menurunkan curah jantung dan resistensi perifer total, sehingga tekanan darah kembali ke tingkat normal, dan sebalikanya.

Refleks dan Respon  Lain Mempengaruhi Tekanan Darah
Selain refleks baroreseptor, yang fungsinya semata-mata untuk mengatur tekanan darah, terdapat beberapa refleks dan respons lain yang mempengaruhi sistem kardiovaskular walaupun mereka terutama mengatur fungsi tubuh lain. Sebagian dari pengaruh tersebut secara sengaja menggeser tekanan arteri menjauhi nilai normalnya untuk sementara, mengalahkan refleks baroreseptor mencapai tujuan tertentu; faktor tersebut mnencakup hal-hal berikut ini:
  1. reseptor volume atrium kiri dan osmoreseptor hipotalamus terutama penting dalam mengatur keseimbangan garam dan air; dengan demikian, keduanya mempengaruhi regulasi jangka panjang tekanan darah dengan mengontrol volume plasma.
  2. kemorseptor yang terletak di arteri koronaris dan aorta yang berkaitan erat tetapi berbeda dengan baroreseptor peka terhadap kadar O2 yang masuk atau lebih banyak CO2 pembentukan asam yang keluar. Reseptor tersebut juga secara refleks meningkatkan tekanan darah dengan mengirimkan impuls eksitatorik ke pusat kardiovaskuler.
  3. respons-respons kardiovaskuler yang berkaitan dengan emosi dan prilaku tertentu diperantarai oleh jalur korteks serebrum-hipotalamus dan tamaknya telah diprogram sebelumnya. Respons-respons tersebut mencakup perubahan luas aktivitas kardiovaskule yang menyertai respons fight-or-flight simpatis umum. Peningkatan kecepatan denyut jantung dan tekanan darah yang khas pada orgasme seksual, dan vasodilatasi kulit lokal yang khas pada blushing (kulit wajah memerah karena malu).
  4. perubahan mencolok sistem kardiovaskuler pada saaat berolahraga, termasuk peningkatan besar aliran darah otot rangka; peningkatan bermakna curah jantng ; penurunan resistensi perifer total (karena vasodilatasiluas di otot-otot rangka walaupun terjadi vasokonstriksi umum di sebagian besar organ lain); dan peningkatan sedang tekanan arteri rata-rata. Bukti-bukti mengisyaratkan bahwa pusat-pusat olahraga, yang masih perlu diidentifikasi lebih lanjut, menginduksi perubahan jantung dan pembuluh darah pada permulaan olahraga atau bahkan dalam antisipasi olahraga. Efek-efek ini kemudian diperkuat oleh masukan aferen ke pusat kardiovaskuler medula dari kemoreseptor di otot serta mekanisme lokal yang mempertahankan vasodilatasi di otot-otot yang aktif. Refleks baroreseptor kemudian juga memodulasi respons-respons kardiovaskuler ini.
  5. kontrol hipotalamus terhadap arteriol kulit untuk mengatur suhu harus didahulukan daripada kontrol pusat kardiovaskuler terhadap pembuluh itu untuk mengatur tekanan darah. Akibatnya, tekanan darah dapat turun pada saat pembuluh kulit mengalami dilatasi menyeluruh untuk mengeluarkan kelebihan panas dari tubuh., walaupun respon baroresptor memerintahakn vasokonstriksi kulit untuk membantu mempertahankan resestensi perifer total yang adekuat.
  6. zat-zat vasoaktof yang dikeluarkan dari sel endotel mungkin berperan dalam mengatur tekanan darah. Inhibisi eksperimental enzim yang mengkatalis sintesis EDF/NO menyebabkan peningkatan cepat tekanan darah, mengisyaratkan bahwa zat kimia ini dalam keadaan normal mungkin menimbulkan efek vasodilatasi
  7. penelitian terkini mengindikasikan bahwa banyak neurotransmiter dari berbagai bagian otak mungkin ikut berperan dalam mengontrol tekanan darah. Peran dan hubungan mereka terhadap jalur pengaturan tekanan darah yang telah dikenal masih belum jelas, juga kemungkinan peran mereka dalam gangguan hipertensi yang belum sepenuhnya dipahami

Tidak ada komentar:

Posting Komentar