PENDAHULUAN
Anemia
megaloblastik adalah anemia mikrositik yang ditandai adanya peningkatan ukuran
sel darah merah yang disebabkan oleh abnormalitas hematopoesis dengan
karakteristik dismaturasi nucleus dan sitoplasma sel myeloid dan eritrosit
sebagai gangguan sintesis DNA.
ETIOLOGI
Hampir
seluruh kasus anemia megaloblastik pada anak disebabkan oleh defisiensi asam
folat atau vitamin B12, yang disebabkan oleh gangguan metabolism sangat jarang.
Keduanya merupakan kofaktor yang dibutuhkan dalam sintesis nucleoprotein,
keadaan defisiensi tersebut akan menyebabkan gangguan sintesis DNA dan
selanjutnya mempengaruhi RNA dan protein.1
Penyebab anemia megaloblastik1:
- Defisensi asam folat
·
Asupan yang kurang, kemiskinan,
ketoidaktahuan, cara pemasakan, pemakaian susu kambing, malnutrisi, dan pasca
cangkok sumsum tulanng.
·
Gangguan absorbs konegnital dan didapat
·
Kebutuhan meningkat (keganasan,
hepatitis, pasca CST)
·
Gangguan metabolism asam folat
·
Peningkatan eksresi; dialysis kronis,
penyakit hati, penyakit jantung.
- Defisensi vitamin B12
- Asupan kurang; diet kurang mengandung vitamin B12
- Gangguan absorbs: kegagalan sekresi factor intrinsic, kegagalan absorbs di usus kecil
- Gangguan transport vitamin B12
- Gangguan metabolism vitamin B12
- Lain-lain
- Gangguan sintesis DNA congenital
- Gangguan sintesis DNA didapat
EPIDEMIOLOGI
Penelitian
epidemiologi menunjukkan bahwa kekurangan status folat berkaitan dengan kanker colorectal,
paru, esophageal, otak, servik dan payudara. Keadaan ini (kekurangan folat)
juga mengakibatkan gejala depresi dan gangguan psikiatri lainnya.2
Penelitian
awal yang dilakukan Lucy Wills pada tahun
1931 menyatakan bahwa asam folat sebagai nutrisi penting untuk mencegah anemia
selama masa kehamilan. Lucy Wills menunjukkan bahwa anemia dapat dicegah dengan brewer’s yeast. Asam Folat
ditemukan sebagai zat penting pada brewer’s yeast pada akhir tahun 1930an dan
diekstraksi dari daun bayam pada tahun 1941. Sedangkan asam folat sintetik
pertama dibuat oleh Yellapragada Subbarao pada tahun 1941.2
Neural
tube defects merupakan cacat lahir yang paling umum dan sangat serius. Kelainan
ini mengenai sumsum tulang (spina bifida) dan otak (anensephalus). Di Amerika
Serikat, Neural tube defects terjadi pada 3000 kehamilan setiap tahunnya dan
insidensinya menurun sekitar 50 % pada kurun waktu 1970 dan 1989.2
PATOGENESIS
Anemia
megaloblastik (SDM besar) diklasifikasikan secara morfologis sebagai anemia
makrositik normokromik. Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh defisiensi
vitamin B12 asam folat dan faktor intriksik. Kehilangan dari salah satu faktor
tersebut yang mengakibatkan gangguan sintesis DNA, disertai kegagalan maturasi
dan pembelahan inti.3
Atrofi
mukosa lambung, seperti yang terjadi pada anemia perinisiosa, atau hilangnya
lambung akibat gastrektomi dapat menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik.
Pasien dengan sariawan usus, dengan ditandainya sedikitnya absorbsi asam folat
dan B12 sering kali mengalami anemia megaloblastik.3
Folat
dalam makanan terdapat dalam poliglutamat yang terlebih dahulu harus
dihidrolisis menjadi bentuk monoglutamat di dalam mukosa usus halus, sebelum
ditransportaasi secara aktif ke dalam sel usus halus, pencernaan ini dilakukan
oleh enzim hidrolase dan dibanttu oleh seng. Folat di dalam sel kemudian diubah
menjadi 5-metil tetrahidrofolat dan dibawa ke hati melalui system porta untuk
disimpan. Di dalam hati meti tetrahidrofolat diubah menjadi asam tetrahidrofolat
(THFA).4
Dalam
lambung kobalamin dibebaskan dari ikatannya dengan protein oleh cairan lambung
dan pepsin, kemudia segera diikat oleh protein-protein khusus (faktor R) dalam
lambung. Vitamin B12 dilepas dari faktor R di dalam duodenum yang bernuansa
alkali, oleh enzim-enzim protease pancreas terutama tripsin untuk segera diikat
oleh faktor intrinsik (IF). Kompleks vitamin B12-IF ini kemudian
diikat oleh reseptor khusus pada membrane mikrovili ileum usus halus dan
diabsorbsi. Di dalam sel mukosa usus halus vitamin B12 dilepas dan dipindahkan
ken protein lain TC-2 untuk dibawa ke hati.4
Anemia pernisiosa disebabkan oleh
serangan autoimun pada mukosa lambung yang menyebabkan terjadinya atrofi
lambung. Sembilan puluh persen memperlihatkan adanya antibody sel parietal yang
ditujukan terhadap H+/K+-ATPase lambung dalam serum, dan
50 % tipe I atau antibody penyekat terhadap IF yang menghambat pengikatan IF
pada B12. 35% persen pasien memperlihatkan adanya antibody tipe II terhadap IF
yang menghambat lokasi pengikatannya di ileum. Malabsorbsi B12 spesifik
disebabkan oleh mutasi reseptor IF-B12.5
Anemia
megaloblastik merupakan anemia dengan eritrosit di sumsum tulang memperlihatkan
adanya suatu kelainan yang khas, pematangan inti lebih lambat dibandingkan
dengan sitoplasma.5
Vitamin
B12 merupakan suatu koenzim untuk dua reaksi bikomia di dalam tubuh: yang
pertama, sebagai metal B12, suatu kofaktor untuk metionin sintase, yaitu enzim
yang bertanggung jawab untuk metilasi homosistein menjadi metionin dengan
menggunakan metal tetrahidofolat (THF) sebagai donor metil; dan kedua sebagai
deoksiadenosil B12 yang membantu konversi metil malonil koenzim A (KoA) menjadi
suksinilKoA.5
Metilmalonil
KoA mengalami penyusunan kembali yang dependen vitamin B12 menjadi suksinil KoA
yang dikatalis oleh metil malonil Koa mutase. Metilmalonil KoA mutase dan
metinonin sintase adalah enzim yang dependen pada vitamin B12.6
Tetrahidrofolat
dapat membawa fragmen-fragmen satu karbon yang melekat pada N-5 (gugus formil,
formimino, atau metil), N-10 (formil), atau jembatan N-5-N-10 (gugus metilen).
Titik masuk utama untuk fragmen satu karbon ke dalam folat adalah metilen
tetrahidrofolat. Yang dibentuk oleh reaksi glisin, serin, dan kolin dengan
tetrahidrofolat.6
Metilasi
deoksiuridin monofosfat (dUMP) menjadi timidin monofosfat (TMP), yang dikatalis
oleh timidilat sintase, esensial untuk membentuk DNA. Fragmen satu karbon metilen-tetrahidrofolat
direduksi menjadi gugus metil disertai dengan pembebasan dihidrofolat yang
kemudian direduksi kembali menjadi tetrahidrofolat oleh dihidrofolat reduktase.6
Defisiensi
folat dianggap menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik dengan menghambat
sintesis timidilat, yaitu suatu tahap membatasi kecepatan sintesis DNA yang
pada tahap ini disintesis timidin monofosfat, karena reaksi ini memerlukan 5,10
metilen THF poliglutamat sebagai enzim. Gangguan metionin sintase pada
defisiensi vitamin B12 menyebabkan penimbunan metil tetrahidrofolat . Oleh
karena itu, terdapat defisiensi fungsional folat sebagai efek sekunder dari
defisiensi B12. Defisiensi asam folat itu sendiri atau defisiensi vitamin B12 yang menyebabkan
defisiensi fungsinal asam folat, mempengaruhi sel yang cepat membelah karena
sel ini sangat membutuhkan timidin untuk membentuk DNA. Secara klinis defisiensi
ini mempengaruhi sumsum tulang dan menyebabkan anemia megaloblastik.5, 6
DIAGNOSIS
Guna
menegakkan diagnosis anemia megaloblastik, perlu menelusuri baik pemeriksaan
fisik maupun pemeriksaan laboratorium darah juga sumsum tulang. Pemeriksaan
laboratorium darah meliputi hemoglobin, hematokrit, retikulosit, leukosit,
trombosit, hitung jenis, laju endap darah, serum vitamin B12, serum folat,
folat eritrosit, MCV, dan lain-lain tes khusus yang sesuai. Didapatkan secara
nyata makrositosis yaitu MCV lebih dari 100 fl maka perlu dipikirkan adanya
anemia megaloblastik. Penyebab lain makrosistosis termasuk hemolisis, penyakit
hati, alkoholisme, hipotiroidisme, dan anemia aplastik. Bila makrositosis nyata
yaitu MCV lebih dari 110 fl, maka pasien tersebut lebih condong pengidap anemia
megaloblastik. Makrositosis jarang tampak bersamaan dengan defisiensi besi atau
thalasemia. Indeks retikulosit rendah, dan jumlah leukosit maupun trombosit
mungkin pula menurun. Dari gambaran darah perifer tampak dengan nyata adanya
anisositosis dan poikilositosis, bersamaan dengan makroovalositosis, yaitu sel
darah merah dengan hemoglobinisasi penuh merupakan cirri dari anemia
megaloblastik. Pada seri leukosit, yaitu adanya neutrofil yang tampak adanya
inti dengan segmen lebih dari 5 atau 6 dan dikenal dengan istilah hipersegmen.
Dari pemeriksaan sumsum tulang ditemukan adanya hiperseluler dengan penurunan rasio
myeloid/eritroid dan berlimpah besi yang tercat.7
Nilai
kobalamin normal dalam serum adalah antara 300-900 pg/ml; nilai kurang dari 200
mg/ml menunjukkan adanya defisiensi yang nyata secara klinis. Kadar serum
normal dari asam folat berkisar antara 6-20 ng/ml; nilai sama atau dibawah 4
ng/ml secara umum dipertimbangkan untuk diagnostic dari defisiensi folat.7
Saat
defisiensi kobalamin telah dipikirkan, maka patogenesisnya dapat dilacak dengan
menggunakan tes Schilling. Pasien diberi kobalamin radioaktif oral, dan segera
diikuti setelah itu dengan penyuntikan intramuscular kobalamin tanpa label.
Karena defisiensi kobalamin hampi selalu karena malbasorbsi, tingkat pertama
tes schilling harus abnormal (jumlah kecil radioaktif dalam urin). Kemudian
pasien diberi kobalamin terikat pada faktor intrinsic yang dilabel. Absorbs
dari vitamin akan mecapai normal pada pasien yang menderita anemia pernisiosa
atau beberapa lain dari defisiensi faktor intrinsic. Bila absorbs kobalamin
masih tetap rendah, maka pasien mungkin terdapat pertumbuhan berlebihan dari
bakteri atau penyakit ileum (termasuk defek ileum sekunder karena defisiensi
kobalamin itu sendiri). Malabsorbsi kobalamin karena kelebihan pertumbuhan
bakteri sering dikoreksi dengan pemberian antibiotic.7
PENATALAKSANAAN
Sediaan
pilihan obat untuk kondisi defisensi vitamin B12 adalah sianokobalamin, dan
harus diberikan melalui ineksi intramuscular atau subkutan dalam.
Sianokobalamin aman untuk diberikan melalui injeksi intramuscular dan subkutan
dalam, tapi tidak boleh diberikan secara intravena.8
Sianokobalamin diberikan pada dosis
I hingga 1000 ug. Ambilan jaringan, penyimpanan, dan penggunaan bergantung pada
ketersediaan transkobalamin II (TC II). Kelebihan dosis 100 ug segera
dibersihkan dari plasma kedalam urin dan, pemberian vitamin B12 dalam jumlah
yang lebih besar tidak akan menyebabkan retensi vitamin yang lebih besar.
Pemberian 1000 ug bermanfaat ketika melakukan uji schilling.8
Kebanyakan sediaan multivitamin
dilengkapi dengan faktor intrinsik yang mengandung 0,5 unit oral per tablet.
Meskipun kombinasi B12 dan faktor intrinsik oral tampaknya ideal untuk pasien
defisiensi faktor intrinsic, sediaan tersebut tidak dapat diandalkan. Antibody
yang bekerja terhadap faktor intrinsik manusia dapat menghalangi absorbsi
vitamin B12 secara efektif.8
Hidroksobolamin yang diberikan pada
dosis 100 ug secara intramuscular telah dilaporkan memiliki efek yang lebih
lama daripada sianokobalamin, karena satu dosis tunggal mampu mempertahankan
konsentrasi vitamin B12 dalam plasma sampai 3 bulan. Lebih lanjut lagi
pemberiaan hidroksobalamin menghasilkan pembentukan antibody terhadap kompleks
transkobalamin II-vitamin B12.8
Pengobatan pasien yang sakit akut
akibat anemia megaloblastik harus dimulai dengan injeksi intarmuskular vitamin
B12 maupun asam folat. Jika pasien mengalami kedua defisiensi tersebut, terapi
dengan hanya satu vitamin tidak akan memberikan respon yang optimal. Sesudah
eritropoesis megaloblastik dinyatakan positif dan telah berkumpul darah yang
cukup untuk pengukuran konsentrasi vitamin B12 dan asam folat lebih lanjut,
pasien harus menerima injeksi intramuscular 100 ug sianokobalamin dan 1-5 mg
asam folat. Untuk 1-2 minggu berikutnya pasien harus menerima injeksi
intramuscular 100 ug sianokobalamin setiap hari bersama dengan suplemen 1-2 mg
asam folat setiap hari. Jika terjadi gagal jantung kongestf, dapat dilakukan
flebotomi untuk memindahkan sejumlah volume darah lengkap yang setara atau
dapat diberikan diuretik untuk mencegah volume berlebihan.8
Terapi jangka panjang untuk vitamin
B12 dengan injeksi intramuscular 100 ug sianokobalamin setiap 4 minggu sudah
cukup untuk menjaga konsentrasi vitamin B12 normal dalam plasma dan suplai yang
cukup untuk jaringan. Pasien dengan symptom dan tanda-tanda neurologis parah
dapat diobati dengan dosis vitamin B12 100 ug perhari atau beberapa kali per
minggu selama beberapa bulan. Terapi jangka panjang harus dievaluasi pada
interval 6-12 bulan pada pasien yang kondisinya baik.8
Penggunaan vitamin yang efektif
bergantung pada akurasi diagnosis dan pemahaman mengenai prinsip umum terapi.
Vitamin harus diberikaan jika ada kemungkinan yang beralasan adanya defisiensi.
Terapi harus dilakukan sespesifik mungkin. Peringanan relative pengobatan
dengan vitamin tidak mencegah dilakukannya penyelidikan lengkap terhadap
etiologi defisiensinya.8
KESIMPULAN
Anemia
megaloblastik adalah anemia mikrositik yang ditandai adanya peningkatan ukuran
sel darah merah yang disebabkan oleh abnormalitas hematopoesis dengan
karakteristik dismaturasi nucleus dan sitoplasma sel myeloid dan eritrosit
sebagai gangguan sintesis DNA.
Diagnosis ditegakkan dengan
pemeriksaan laboratorium dan hapusan darah tepi. Penatalaksanaan dapat
diberikan terapi pemberian suplemen vitamin yang mengalami defisiensi dan mengatasi
penyebabnya dengan terapi kausal.
DAFTAR
PUSTAKA
- Permono, B (ed.). Buku ajar hematologi-onkologi anak. 2nd edition. Jakarta: IKAI; 2007
- Badan POM. Naturakos. Vol. III/ no.7. POM; 2008. [Accesed 19 Mei 2011] Available from: http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%20Naturalkos/0108.pdf
- Guyton, A C, & Hall, J.E. Buku ajar fisiologi kedokteran. 11th edition. Jakarta: EGC; 2007
- Almatsier, Sunita. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2009
- Hoffbrand, A V, Pettit, J.E., Moss P.A.H. Kapita selekta hematologi. Edisi Keempat. Jakarta: EGC
- Murray, R.K., Granner, D.K., Rodwell, V.W. Biokimia harper. Edisi 27. Jakarta: EGC; 2006
- Sudoyo, A.W (ed.). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid dua. Edisi Kelima. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FK UI; 2006
- Goodman & Gillman. Dasar Farmakologi & Terapi edisi 10. Jakarta: EGC; 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar