Definisi dan
klasifikasi
Anemia defisiensi besi adalah anemia
yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga
penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan
hemoglobin berkurang.
Dilihat dari beratnya kekurangan besi
dalam tubuh, maka defisiensi dapat dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu :
a.
Iron depleted state, yaitu cadanagn
besi menururn, tetapi penyediaan besi untuk eritropoesis belum terganggu.
b.
Iron deficient erythropoiesis, yaitu
cadangan besi kosong penyediaan besi untuk eritropoesis terganggu, tetapi belum
timbul anemia secara laboratorik.
c.
Iron deficiency anemia, yaitu cadangan
besi kosong disertai anemia defisiensi besi.
Epidemiologi
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering
dijumpai baik di klinik maupun di masyarakat.
Belum ada data yang pasti mengenai prevalensi anemia
defisiensi besi di Indonesia. Martoatmojo et al memperkirakan ADB pada
laki-laki 16-50% dan 25-84% pada
perempuan tidak hamil. Pada pensiunan pegawai negeri di Bali didapatkan
prevalensi anemia 36% dengan 61% disebabkan oleh karena defisiensi besi.
Sedangkan pada penduduk suatu desa di Bali didapatkan angka prevalens ADB
sebesar 27%.
Etiologi dan Faktor Predisposisi
Anemia defisiensi
besi dapat disebabkan oleh :
a.
Kebutuhan besi yang meningkat secara
fisiologis, seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan,dan
kehamilan.
b.
Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan
menahun, yang dapat berasal dari :
·
Saluran cerna : tukak peptik, kanker
lambung, kanker kolon, infeksi cacing tambang
·
Saluran genitalia wanita : menorrhagia
·
Saluran kemih : hematuria
·
Saluran napas : hemoptoe
c.
Kurangnya besi yang diserap
·
Masukan besi dari makanan yang tidak
adekuat akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(boavalaibilitas) besi yang tidak baik.
·
Malabsorpsi besi : gastrektomi,
tropical sprue atau kolitis kronik.
d.
Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah yang
kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan anemia defisiensi besi pada masa
fetus dan pada awal masa neonatus.
e.
Latihan yang berlebihan
Pada atlit yang
berolahraga berat seperti olah raga lintas alam memiliki kadar feritin serum
< 10 µg/dl.
Patogenesis
Patogenesis anemia defisiensi besi
dimulai ketika cadangan besi dalam tubuh habis yang ditandai dengan menurunnya
kadar feritin yang diikuti juga oleh saturasi transferin dan besi serum.
Penurunan saturasi transferin disebabkan tidak adanya besi di dalam tubuh
sehingga apotransferin yang dibentuk hati menurun dan tidak terjadi pengikatan
dengan besi sehingga transferin yang terbentuk juga sedikit. Sedangkan total
iron binding protein (TIBC) atau kapasitas mengikat besi total yang dilakukan
oleh transferin mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya
besi di dalam tubuh sehingga transferin berusaha mengikat besi dari manapun
dengan meningkatkan kapasitasnya.
Dalam
tubuh manusia, sintesis eritrosit atau eritropoesis terus berlangsung dengan
memerlukan besi yang akan berikatan dengan protoporfirin untuk membentuk heme.
Pada anemia defisiensi besi, besi yang dibutuhkan tidak tersedia sehingga heme
yang terbentuk hanya sedikit dan pada akhirnya jumlah hemoglobin yang dibentuk
juga berkurang. Dengan berkurangnya Hb yang terbentuk, eritrosit pun mengalami
hipokromia (pucat). Hal ini ditandai dengan menurunnya MCHC (mean corpuscular
Hemoglobin Concentration) < 32%. Sedangkan protoporfirin terus dibentuk
eritrosit sehingga pada anemia defisiensi besi, protoporfirin eritrosit bebas
(FEP) meningkat. Hal ini dapat menjadi indikator dini sensitif adanya
defisiensi besi.
Di
sisi lain, enzim penentu kecepatan yaitu enzim ferokelatase memerlukan besi
untuk menghentikan sintesis heme. Padahal besi pada anemia defisiensi besi
tidak tersedia sehingga pembelahan sel tetap berlanjut selama beberapa siklus
tambahan namun menghasilkan sel yang lebih kecil (mikrositik). Hal ini ditandai
dengan menurunnya MCV (mean corpuscular volume) < 80 fl.
Manifestasi
Klinis
Gejala
klinis anemia defisiensi besi
Gejala
anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu gejala
umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi, gejala penyakit dasar.
Gejala
umum anemia
Gejala
umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai
pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl.
Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang serta
telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar
hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan sering kali sindrom anemia tidak
terlalu mencolok dibandingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar
hemoglobinnya terjadi lebih cepat, oleh karena mekanisme kompensasi tubuh dapat
berjalan dengan baik. Anemia bersifat simtomatik jika hemoglobin telah menurun
di bawah 7 g/dl. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat , terutama
pada konjunctiva dan jaringan di bawah kuku.
Gejala
khas defisiensi besi
Gejala
yang khas dijumpai pada anemia defisiensi besi tapi tiak pada anemia jenis lain
adalah:
·
Koilonychia : kuku sendok (spoon nail),
kuku menjdi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip
seperti sendok.
·
Atropi papil lidah : permukaan lidah
menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.
·
Stomatitis angularis (cheilosis) :
adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna
pucat keputihan.
·
Disfagia : nyeri menelan karena
kerusakan epitel hipofaring.
·
Atrofi mukosa gaster sehingga
menimbulkan akhloridia.
·
Pica : keinginan untuk memakan bahan
yang tidak lazim, seperti tanah liat, es, lem dan lain-lain.
·
Sindrom Plummer Vinson atau disebut
juga sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan gejala terdiri dari anemi
hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah dan disfagia.
Gejala penyakit dasar
Pada
anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi
penyebab anemia difisiensi tersebut. Misalnya pada anemia akibat penyakit
tambang dapat dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan
berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena perdarahan kronik akibat
kanker kolon dijumpai gejala gangguan kebiasaan buang air besar atau gejala
lain tergantung dari lokasi kanker tersebut.
Pemeriksaan
Anamnesis
Dari
anamnesis dapat ditanyakan keluhan utama yang menyebabkan pasien datang ke
sarana pelayanan kesehatan. Pada skenario didapatkan pasien mengeluhkan gejala
umum anemia yang sudah dijabarkan sebelumnya. Selanjutnya tanyakan kapan pasien
mulai mengalami keluhan tersebut serta gangguan lain yang mungkin menyertai
keluhan tersebut. Pada pasien anemia defisiensi besi, kekurangan besi yang
dialami pasien dapat disebabkan karena gangguan absorpsi, kurangnya intake besi
sehari-hari atau akibat perdarahan kronik. Jadi dapat ditanyakan juga apakah
ada penyakit lain seperti kolitis kronik atau riwayat gastrektomi yang
menyertai, bagaimana asupan makanan sehari-hari terkait dengat intake besi, dan
apakah ada riwayat perdarahan misalnya BAB berdarah, BAK berdarah dan
lain-lain. Selain itu dapat juga ditanyakan pekerjaan pasien yang mungkin
berkaitan dengan infeksi cacing tambang yang menjadi salah satu penyebab anemia
defisiensi besi.
Pemeriksaan Fisik
Pada
pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan keadaan umum, vital sign, status gizi apakah
gizi baik atau buruk, konjungtiva apakah anemis atau tidak, sclera ikterik atau
tidak , bibir, lidah, gigi dan mulut, bentuk kepala, kelainan herediter,
jantung dan paru, hepar, limpa, ekstremitas.
Pemeriksaan
Laboratorium
Kelaianan laboratorium pada kasus anemia defisiensi
besi yang dapat dijumpai adalah:
1.
Kadar
Hemoglobin dan Indeks. Didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan
kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV dan MCH menurun dan MCHC
menurun pada defisiensi yang lebih berat dan berlangsung lama. Anisositosis
merupakan tanda awal defisiensi besi ditandai oleh peningkatan RDW (red cell
distribution widht).
Mengenai titik pemilah MCV, ada yang memakai angka
< 80 fl, tetapi pada penelitian kasus ADB di Denpasar, dijumpai bahwa titik
pemilah < 78 fl memberi spesifisitas paling baik. Indeks eritrosit sudah
dapat mengalami penurunan sebelum kadar Hb menurun.
Hapusan darah tepi menunjukan anemia hipokromik
mikrositer, anisositosis, dan poikolositosis. Makin berat derajat anemia makin
berat derajat hipokromia. Jika terjadi hipokromia dan mikrositosis ekstrim,
maka sel tampak sebagai sebuah cincin sehingga disebut sel cincin, atau
memanjang seperti pensil. Kadang-kadang dijumpai sel target.
Leukosit dan trombosit pada
umumnya normal. Tapi granulositopenia ringan dapat dijumpai pada ADB yang
berlangsung lama. Pada ADB karena cacing tambang dijumpai eosinofilia.
Trombositosis dapat dijumpai pada ADB dengan episode perdarahan akut.
2.
Konsentrasi
besi serum menurun pada ADB dan TIBC (total iron binding capacity) meningkat.
TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan
saturasi transferin dihitung dari besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk
kriteria diagnosis ADB, kadar besi serum menurun < 50 µg/dl, TIBC meningkat
> 350 µg/dl, dan saturasi transferin < 15%. Harus diingat bahwa besi
serum menunjukkan variasi diurnal yang sangat besar, dengan kadar puncak pada
jam 8 sampai 10 pagi.
3.
Feritin Serum
merupakan indikator cadangan besi yang sangat baik, kecuali pada keadaan
inflamasi atau keganasan tertentu. Titik pemilah untuk feritin serum pada ADB
dipakai angkan < 12 µg/dl, tetapi ada juga yang menggunakan < 15 µg/dl.
Untuk daerah tropik di mana angka infeksi dan inflamasi yang masih tinggi titik
pemilah harus sedikit dikoreksi. Pada penelitian di Bali sensitivitas tertinggi
(84%) justru dicapai pada pemakaian feritin serum < 40 µg/dl, tanpa
mengurangi spesifisitas terlalu banyak (92%). Hecberg untuk daerah tropik menganjurkan
memakai angka feritin seru < 20 µg/dl sebagai kriteria diagnosis ADB. Jika
terjadi infeksi atau inflamasi yang jelas, maka feritin serum sampai dengan
50-60 µg/dl masih dapat menunjukkan adanya defisiensi besi.
4.
Reseptor
tranferin serum (sTfR). Reseptor transferi dilepaskan dari sel ke dalam plasma.
Kadar sTfR meningkat pada anemia defisiensi besi. Yang digunakan adalah rasio
reseptor transferin dengan log feritin serum. Rasio > 1,5 menunjukkan ADB.
Digunakan untuk membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik.
5.
Sumsum
Tulang. Pemeriksaan ini tidak perlu dilakukan kecuali pada kasus dengan
komplikasi. Pengecatan sumsum tulang dengan Perl’s stain menunjukkan cadangan
besi negatif ditandai dengan tidak ada besi dari eritroblas cadangan (makrofag)
dan yang sedang bekembang.
6.
Dilakukan pemeriksaan untuk mencari
penyebab ADB. Antara lain pemeriksaan feses untuk mencari cacing tambang atau
darah, endoskopi, dan lain-lain, tergantung dari dugaan penyebab defisiensi
tersebut.
- Anemia berat dapat menyebabkan hipoksemia dan mempertinggi resiko insufiseinsi koroner dan iskemik miokard, selain itu dapat memperparah keadaan pasien dengan penyakit paru kronis.
- Intoleransi terhadap dingin ditemukan pada beberapa pasien dengan anemia defisiensi kronis, dan bermanifestasi sebagai gangguan vasomotor, nyeri neurologis, atau mati rasa bahkan rasa geli.
- Meskipun jarang, namun pada anemia defisiensi yang berat berhubungan dengan papilledema, peningkatan tekanan intracranial, dan bias disapatkan gambaran klinis pseudotumor cerebri. Manifestasi ini dapat terkoreksi oleh terapi dengan pemberian preparat besi.
- Fungsi imun yang melemah, dan pernah dilaporkan pasien dengan anemia defisiensi besi mudah terjangkit infeksi, meskipun demikian belum didapatkan fakta yang pasti mengenai keterkaitan antara defisiensi besi dengan melemahnya imun karena ada beberapa factor lain yang turut berperan.
- Anak dengan deficit besi akan mengalami gangguan dalam perilakunya. Pada infants terjadi gangguan perkembangan neurologis dan pada anak usia sekolah terjadi penurunan prestasi belajar. IQ dari anak usia sekolah dengan anemia defisiensi besi dilaporkan lebih rendah jika dibandingkan dengan anak sebaya yang nonanemic. Gangguan dalam perilaku dapat bermanisfestasi sebagai kelainan dalam pemusatan perhatian, sedngakan pada infants akan terjadi pertumbuhan yang tidak optimal. Semua manifestasi ini dikoreksi dengan terapi besi.
Anemia defisiensi besi jika terkoreksi
dengan baik maka akan memberikan prognosis yang baik, namun anemia defisiensi
besi dapat memiliki prognosis yang buruk, jika kondisi yang mendasarinya
memiliki prognosis yang buruk juga seperti neoplasia. Sama halnya dengan
prognosis yang dapat berubah oleh comorbid condition seperti coronary artery
disease.
Terapi
Terapi untuk anemia
defisiensi besi :
a.
Terapi kausal : yaitu terapi tehadap
penyebab terjadinya anemia defisiensi besi, misalnya pengobatan terhadap
perdarahan, maka dilakukan pengobatan pada penyakit yang menyebabkan terjadinya
perdarahan kronis seperti penyakit cacing tambang, hemoroid, menorhagia, karena
jika tidak maka anemia akan akan kambuh kembali.
b.
Pemberian perparat besi untukmengganti
kekurangan besi dalam tubuh (iron replacement therapy)
Terapi besi oral
Terapi
besi oral merupakan terapi pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman.
Preparat yang tersedia adalah ferrous
sulphat, dengan dosis anjuran 3 X 200 mg, setiap 200 mg nya mengandung 66
mg besi elemental. Dengan dosis anjuran tersebut dapat mengabsorbsi besi 50 mg
per hari yang dapat meningkatkan eritropoesis 2-3 kali normal. Preparat lainnya
ialah, ferrous gluconate, ferrous
fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate.
Efek
samping utama : gangguan GIT pada 15-20% sehingga mengurangi kepatuhan pasien
dalam meminum obat. Keluhan dapat brupa mual, muntah, serta konstipasi.
Pengobatan diberikan 3-6 bulan, ada yang menganjurkan sampai 12 bulan, sampai
kadar HB normal untuk mengisis cadangan besi tubuh.
Terapi besi parenteral
Sangat
efektif, namun mempunyai resiko lebih besar dan harganya lebih mahal. Indikasi
pemberian :
Intoleransi terhadap pemberian besi
oral
Kepatuhan terhadap obat yang rendah
Gangguan pencernaan seperti kolilitis
ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi
Penyerapan besi terganggu, seperti pada
gastrektomi
Kehilangan darah yang banyak sehingga
tidak cukup dikompensasi dengan pemberian besi oral, seperti misalnya pada hereditary hemorrhagic teleangiectasia
Kebutuhan besi yang besar dalam waktu
yang pendek, seperti pada kehamilan trimester 3 atau sebelum operasi
Defisiensi fungsional relative akibat
pemberian eritropoetin pada anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat
penyakit kronik.
Preparat
yang tersedia ialah iron dextran complex (mengandung
50 mg besi/ml), iron sorbitol citric acid
complex, dan ferric gluconate dan
iron sucrose yang lebih aman. Besi
parenteral dapat diberikan secara IM atau IV pelan.
Tujuan terapibesi
parenteral ialahmengembalikan kadar Hb dan mengisis besi sebesar 500mg-1000mg.
Efek
samping : reaksi anafilaktik meskipun jaran (0,6 %), flebitis, sakit kepala,
fushing, mual, muntah, nyeri perut, dan sinkop, pada pemberian IM memberikan
rasa nyeri dan warna hitam pada kulit.
c.
Pengobatan lain
Diet : diberikan makanan bergizi dengan
tinggi protein terutama dari protein hewani.
Vitamin C : diberikan 3 X 100 mg per
hari untuk meningkatkan absorbsi besi.
Transfusi darah : anemia defisiensi besi
jarang memerlukan transfuse darah. Darah yang diberikan ialah PRC untuk
mengurangi bahaya overload. Indikasi transfuse darah :
Adanya penyakit jantung anemic dengan
ancama payah jantung
Anemia yang sangat simtomatik, misalnya
anemia ddengan gejala pusing yang sangat menyolok
Pasien memerlukan peningkatan Hb yang
cepat seperti pada kehamilan trimester akhir atau preoperasi.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier,
S., 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
Jakarta : Gramedia
Conrad, E Marcel, 2006, “Iron
Deficiency Anemia: Follow-up”, Available at http://emedicine.medscape.com
Harrison.,
2007. Principle of Interna Medicine.
Mc-Graw Hill
Hoffbrand, A.V., Petit, J. E., Moss, P. A. H., 2005. Kapita Selekta Hematology. EGC: Jakarta
Sudoyo, A.,
2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi
4 Jilid II. Pustaka IPD FKUI
Sudoyo, A.,
2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi
5. Pustaka IPD FKUI: Jakarta
Weiss,
Guenter & Goodnough, Lawrence T . Anemia of Chronic Disease, The new england journalofmedicine. n engl j med
352;10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar