Bronkiektasis
Bronkiektasis
adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ekstasis) dan
distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten
atau irreversible. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan
dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastic, otot-otot polos
bronkus, tulang rawan, dan pembuluh-pembuluh darah. Bronkus yang terkena
umumnya bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus besar umumnya jarang
terjadi.
Epidemiologi dan Etiologi
Di
Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit
ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik- klinik dan
diderita oleh laki-laki maupun perempuan. Penyakit ini dapat diderita mulai
sejak anak, bahkan berupa kelainan congenital.
Penyebab bronkiektasis sampai saat
ini belum diketahui dengan jelas. Bronkiektasis sering disertai dengan beberapa
kelainan congenital antara lain; tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit
jantung bawaan, kifoskoliosis congenital, kistik fibrosis paru, hipa atau
alphaglobulinemia, sindrom kartagener.
Namun bronkiektasis dapat pula
terjadi karena kelainan yang didapat. Bronkiektasis sering terjadi sesudah
seorang anak menderita pneumonia yang sring kambuh dan berlangsung lama.
Obstruksi bronkus seperti yang terjadi pada karsinoma bronkus atau akibat
tekanan dari luar ke bronkus juga dapat menyebabkan bronkiektasis.
Patogenesis
Jika
etiologinya berupa congenital, pathogenesis belum banyak diketahui. Namun diduga
ini berkaitan dengan faktor genetic dan faktor lingkungan. Pada bronkiektasis
yang didapat, patogenesisnya diduga melalui beberapa mekanisme. Ada beberapa
faktor yang diduga berperan, antara lain : 1) faktor obstruksi bronkus 2)
faktor infeksi pada bronkus atau paru 3) faktor adanya penyakit tertentu
seperti asma, fibrosis paru 4) faktor intrinsik dari bronkus dan paru itu
sendiri.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa
infeksi pada bronkus atau paru, akan diikuti oleh proses destruksi dinding
bronkus daerah infeksi dan kemudian timbul bronkiektasis. Pada pemeriksaan
patologi anatomi sering ditemukan berbagai tingkatan keaktifan proses inflamasi
serta terdapat proses fibrosis. Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal,
silia pada epitel menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa dan terjadi
sebukan hebat sel-sel inflamasi. Etiologi lain yang berupa obstruksi akan
menyebabkan pada bagian distal obstruksi biasanya akan terjadi infeksi dan
destruksi bronkus kemudian terjadi bronkiektasis. Mekanisme yang terjadi sangat
rumit. Dikatakan bahwa hanya infeksi bakteri saja yang dapat menyebabkan
kerusakan dinding bronkus sehingga terjadi bronkiektasis.
Pada bronkiektasis, keluhan-keluhan
timbul umumnya sebagai akibat adanya hal-hal berikut: 1) Adanya kerusakan
dinding bronkus 2)Adanya kerusakan fungsi bronkus 3)Adanya komplikasi dari
bronkiektasis. Kerusakan dinding bronkus berupa dilatasi dan distorsi dinding
bronkus, kerusakan elemen elastis, tulang rawan, otot-otot polos, mukosa dan
silia, kerusakan tersebut akan menimbulkan stasis sputum, gangguan
ekspektorasi, gangguan refleks batuk dan sesak nafas.
Gambaran Klinis
Ciri
khas penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya
hemoptisis dan pneumonia berulang. Batuk pada bronkiektasis memiliki ciri
antara lain batuk produktif yang berlangsung lama dan frekuens mirip dengan
bronchitis kronik. Jika terjadi karena infeksi, warna sputum akan menjadi
purulen, dan dapat memberikan bau tidak sedap pada mulut. Pada kasus yang sudah
berat, sputum disertai dengan nanah dan jaringan nekrosis bronkus. Pada
sebagian besar pasien juga ditemukan dipsneu dengan suara tambahan wheezing
akibat adanya obstruksi bronkus. Demam berulang juga dapat dirasakan pasien
karena adanya infeksi berulang yang sifatnya kronik. Hemoptisis juga dapat
terlihat pada sebagian besar kasus, hal ini disebabkan adanya destruksi mukosa
bronkus yang mengenai pembuluh darah. Pada dry bronkiektasis (bronkiektasis
kering), hemoptisis terjadi tanpa disertai dengan batuk dan pengeluaran dahak.
Hal ini biasanya terjadi pada bronkiektasis yang menyerang mukosa bronkus
bagian lobus atas paru. Bagian ini memiliki drainase yang baik sehingga sputum
tidak pernah menumpuk pada bagian ini.
Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan sianosis dan jari tabuh. Pada keadaan yang lebih parah dapat dilihat
tanda-tanda kor pulmonal. Kelainan paru yang lain daapat ditemukan tergantung
dari tempat kelainan yang terjadi. Pada
bronkiektasis biasanya ditemukan ronkhi basah paru yang jelas pada bagian lobus
bawah paru dan ini hilang setelah melakukan drainase postural. Dapat dilihat
pula retraksi dinding dada dan berkurang gerakan dinding dada pada paru yang
terkena serta terjadi pergeseran mediastinum (tertarik) kearah yang terkena.
Pada pemeriksaan laboratorium sering
ditemukan anemia akibat infeksi kronis dan adanya leukositosis yang menunjukkan
infeksi kronis. Pemeriksaan urin umumnya normal, kecuali bila sudah ada
komplikasi amiloidosis akan ditemukan proteinuria. Pemeriksaan sputum serta
kultur bakteri dan uji resistensi perlu untuk dilakukan, apabila ada kecurigaan
terhadap infeksi sekunder.
Gambaran radiologis khas untuk
bronkiektasis biasanya menunjukkan kista kista kecil dengan fluid level, mirip
seperti gambaran sarang tawon. Gambaran seperti ini hanya dapart dilihat pada
13% kasus. Kadang-kadang gambaran radiologis paru pada bronkiektasis
menunjukkan adanya bercak-bercak pneumonia, peeumonia, fibrosis atau kolaps
(atelataksis), bahkan terkadang paru terlihat normal (pada 7% kasus).
Pada pemeriksaan spirometri akan
ditemukan penurunan rasio VC dan FEV1 yang menunjukkan adanya
obstruksi saluran nafas. Pada bronkiektasis dapat terjadi perubahan gas darah
berupa penurunan PaO2 yang menunjukkan adanya abnormalitas regional,
seperti kelainan ventilasi.
Diagnosis
Diagnosis
pasti bronkiektasis dapat ditegakkan apabila telah ditemukan adanya dilatasi
dan nekrosis dinding bronkus dengan prosedur pemeriksaan bronkografi, melihat
bronkogram yang didapat, dan CT scan. Bronkografi tidak selalu dapat dikerjakan
pada tiap pasien bronkiektasis, karena terikat oleh adanya indikasi dan
kontraindikasi. CT scan paru menjadi alternative pemeriksaan penunjang yang
paling sesuai untuk evaluasi bronkioektasis, karena sifatnya non invasive dan
hasilnya akurat bila menggunakan potongan yang lebih tipis dan mempunyai
spesifitas dan sensitivitas 95%.
Diagnosis banding untuk
bronkiektasis adalah bronchitis kronik, tuberculosis paru, abses paru, adenoma
paru, karsinoma paru, dan fistula bronkopleural dengan emplema.
Pengobatan
Pengobatannya
terdiri atas pengelolaan umum, pengelolaan khusus, serta pengobatan
simptomatik. Pengelolaan umum ditujukan pada pasien dengan menciptakan suasana
dan lingkungan tepat untuk pasien, misal membuat ruangan lebih hangat dan
menghentikan merokok atau menghindari orang merokok. Selain itu juga dilakukan
drainase mucus bronkus dengan melakukan drainase postural atau memberikan mucolitik
untuk mengencerkan dahak.
Pengelolaan khusus pada pasien
bronkiektasis yaitu dengan pengobatan kemoterapi. Kemoterapi disini menggunakan
obat antibiotic tertentu (terpilih). Pemilihan antibiotic mana yang dipilih
harus menggunakan uji sensitivitas kuman terhadap antibiotic terlebih dahulu atau
menggunakan pengobatan antibiotic secara empirik. Antibiotic diberikan selama
7-10 hari, terapi tunggal atau beberapa kombinasi antibiotic, sampai kuman
penyebab infeksi terbasmi atau sampai terjadi konversi warna sputum yang semula
berwarna kuning atau hijau menjadi mukoid. Pengelolaan khusus selanjutnya yaitu
drainase sputum dengan menggunakan bronkoskopi.
Pengobatan simptomatis terdiri atas
pemberian bronkodilator jika hasil pemeriksaan faal paru menunjukkan persentase
VEP1 <70%. Untuk mengatasi keadaan hipoksia dapat diberikan
oksigen, namun hati hati pada bronchitis kronik. Hemoptisis yang masiv
memerlukan tindakan operatif dan transfuse darah, jika perdarahan tidak banyak,
dapat diberikan obat hemostatik. Walaupun penelitian belum dapat menunjukkan
mekanisme kerja obat ini dalam menghentikan perdarahan.
Pengobatan pembedahan dilakukan
sesuai indikasi dan kontraindikasi. Tujuan pembedahan adalah mengangkat segmen
lobus paru yang terkena atau terdapat bronkiektasis.
Komplikasi
Komplikasi
dari bronkiektasis yang dapat dijumpai pada pasien antara lain: bronchitis
kronik, pneumonia, pleuritis, efusi pleura, abses metastasis di otak,
sinusitis, kor pulmonal kronik, gagal nafas, dan amiloidosis.